Sakit mata yang dialami AK didiagnosa keratitis epitelial os, dan dapat pengobatan dengan terapi Floxa ed, hervis eodan cenfresh ed. Namun kondisi mata AK tidak kunjung membaik. AK kemudian dipindahkan ke RSKM Padang Eye Center tanggal 20 Mei 2021 dan mendapat perawatan hingga 2 September 2021. Dalam hal ini pengobatan ditanggung oleh pihak Puskesmas.
Murniati tidak puas melihat sakit mata anaknya yang tak juga sembuh. Ia meminta anaknya dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang. Namun, pihak Puskesmas tidak setuju, sehingga pengobatan berhenti.
“Saat ini kondisi anak (AK) tidak mau bersekolah, mengalami panas pada matanya, pandangan kabur dan mendapat tekanan secara psikis. September 2021, orang tua melaporkan kejadian ini ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumbar,” kata Alfi Syukri.
Lalu, pada 27 Desember 2021, Murniati membuat pengaduan ke Polresta Padang dengan dugaan adanya malapraktik yang mengakibatkan mata AK mengalami luka berat pada mata kiri.
Polisi memanggil Murniati pada 31 Desember 2021 untuk dimintai klarifikasi guna penyelidikan dugaan malaparaktik yang menyebabkan luka berat.
Sementara itu, pada 14 Januari 2022, Ombudsman RI Perwakilan Sumbar melakukan konsiliasi orang tua dengan pihak Puskesmas. Hasilnya, didapat kesimpulan pihak Puskesmas telah mengakui obat yang diberikan memang obat untuk tetes telinga bukan tetes mata.
Puskesmas menawarkan menanggung biaya pengobatan di RSUP M. Djamil sampai Murniati selesai mengurus BPJS. Namun, berdasarkan informasi dari Murniati, konsiliasi tidak tercapai kesepakatan dikarenakan pihak Puskesmas tidak mau bertanggung jawab penuh untuk pengobatan AK.
“Melihat adanya dugaan kelalaian yang dilakukan petugas Puskesmas menyebabkan luka berat, bahkan hal ini bisa menyebabkan anak menjadi disablitas,” ujar Alfi Syukri.