Jakarta, Padangkita.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa Badan Urusan Logistik (Bulog) harus memprioritaskan kontribusinya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Hal ini disampaikan sebagai respons terhadap kebijakan Bulog yang melibatkan aparat, dalam hal ini Babinsa, untuk menyerap gabah dan beras dari petani pada musim panen kuartal pertama tahun 2025.
“Jika harga jual beras petani di pasar telah melebihi nilai keekonomisan, Bulog tak perlu ikut campur. Bulog baru turun tangan ketika harga di tingkat petani sudah murah,” tegas Alex dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Kebijakan Bulog ini merupakan bentuk tafsir terhadap instruksi Presiden Prabowo Subianto, yang memerintahkan untuk menjaga produksi beras nasional.
Produksi beras diproyeksikan mengalami kenaikan signifikan, dengan Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan total produksi beras mencapai 8 juta ton hingga Maret 2025, dan akan terus meningkat menjadi 13-14 juta ton hingga April 2025.
Presiden Prabowo telah mengingatkan agar harga gabah di tingkat petani tetap terkendali. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menyampaikan hal ini usai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Menurut Alex, harga tebus gabah sebesar Rp6.500 per kilogram yang ditetapkan Bulog sudah berada pada angka ideal. Namun, ia menegaskan bahwa jika ada pedagang yang bersedia membeli dengan harga lebih tinggi, Bulog seharusnya membiarkan mekanisme pasar berjalan.
“Pesan utama Pak Presiden adalah meningkatkan kesejahteraan petani. Jika harga gabah di pasaran sedang naik, artinya pesan presiden sudah terpenuhi tanpa campur tangan pemerintah,” ungkap Alex.
Alex juga mengingatkan bahwa harga tebus gabah tidak harus seragam di seluruh wilayah Indonesia. “Jika pihak swasta di suatu daerah mampu membeli gabah dengan harga di atas Rp6.500, misalnya Rp7.000 per kilogram, maka Bulog harus mengikuti harga setempat jika ingin memenuhi cadangannya di gudang daerah tersebut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa Bulog tidak boleh memaksa petani menjual gabah dengan harga yang lebih rendah dari yang ditawarkan pasar. “Jangan sampai petani dikorbankan, ketika bisa menjual gabah seharga Rp7.000 tetapi terpaksa menjualnya seharga Rp6.500 sesuai harga Bulog,” tegas Alex.
Alex menambahkan bahwa instruksi Presiden Prabowo sudah jelas, yaitu untuk menyejahterakan petani. Oleh karena itu, Bulog tidak perlu memberikan tafsir berlebihan yang justru dapat menyimpang dari tujuan utama.
“Jangan sampai perintah presiden ini dibawa ke ranah dengan tafsir berbeda. Jangan menyimpang dari inti tujuan instruksi presiden,” tegasnya.
Alex juga menyoroti potensi kesalahpahaman yang mungkin timbul dari kebijakan Bulog melibatkan aparat dalam penyerapan gabah. “Kesan yang muncul di tingkat petani adalah aparat akan ‘memaksa’ mereka untuk menjual gabah atau berasnya kepada Bulog,” ujarnya.
Padahal, menurut Alex, petani mungkin memiliki calon pembeli yang bersedia membayar dengan harga lebih tinggi daripada yang ditetapkan Bulog. “Negara tidak boleh melakukan monopoli di sektor ini,” tambahnya.
Alex menegaskan bahwa instruksi Presiden Prabowo sudah sangat jelas dan tidak memerlukan tafsir berlebihan dari Bulog. “Instruksi itu jelas, untuk menyejahterakan petani. Jadi, jika ada pihak lain yang bisa membeli dengan harga lebih baik, ya dipersilakan,” tegasnya.
Meskipun demikian, Alex mengakui bahwa petani berterima kasih kepada Presiden Prabowo atas instruksinya kepada Bulog untuk menyerap hasil panen mereka.
Harga yang ditetapkan Bulog dianggap telah memenuhi nilai keekonomisan. “Namun, pertanyaannya sekarang adalah, dengan adanya surat Bulog yang beredar, tujuannya untuk apa?” tanya Alex.
Baca Juga: Alex Indra Lukman Usulkan Bulog dan BUMDes Jadi Garda Depan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
“Kesan yang muncul dengan terbitnya surat Bulog itu adalah petani harus menjual gabahnya kepada Bulog. Jika begini, sudut pandangnya sudah sangat berbeda dari apa yang diperintahkan Presiden Prabowo,” tutup Alex. [*/hdp]