Jakarta, Padangkita.com - Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengusulkan adanya pembatasan ekspor produk olahan sawit atau Crude Plam Oil (CPO). Tujuannya, agar pasokan olahan sawit, termasuk minyak goreng di dalam negeri bisa terpenuhi.
Dengan begitu, harga minyak goreng bisa turun. Andre meminta Kementerian Perdagangan menyusun aturan kewajiban pemenuhan domestik alias DMO seperti ekspor batu bara, untuk ekspor olahan sawit.
"Saya usulkan ada DMO dan pajak ekspor CPO. Saya rasa fair itu. Rakyat butuh minyak murah sesuai kemampuan rakyat kita, bukan kita memenuhi pasar ekspor saja, orang lain yang menikmati. Harus ada keberpihakan, penuhi dalam negeri dulu baru boleh ekspor,” kata Andre dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan pengusaha kelapa sawit dan minyak goreng, Rabu (19/1/2022).
Andre mendapatkan informasi soal stok minyak satu harga Rp14 ribu yang belum bisa terpenuhi seluruhnya. Datanya, Kemendag baru dapat memenuhi stok minyak goreng satu harga sebesar 20 juta liter saja, padahal dijanjikan sebulannya ada 250 juta liter.
"Informasi yang saya dapatkan yang masuk ke Kemendag ini baru 20 juta liter untuk Januari ini, dari 250 juta liter," ungkap Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar ini.
Dalam rapat itu, Andre mendapatkan laporan yang menyatakan ekspor olahan sawit mencapai 25 juta ton per tahun. Dari total olahan sawit itu sekitar 16 juta ton adalah minyak goreng.
"Kalau 70 persennya saja minyak goreng dari 25 juta ton, artinya ada 16 juta ton yang merupakan minyak goreng diekspor per tahun. Atau karenanya 16 miliar liter ekspor kita per tahun, ini hitungan kasar aja ya," ungkap Andre.
Melihat fakta tersebut, Andre meminta pimpinan rapat untuk segera menggelar rapat dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan meminta pembatasan ekspor dilakukan. Menurutnya, urusan harga minyak goreng dapat diturunkan dengan mudah yaitu dengan mengurangi ekspor minyak goreng.
"Kita tegas saja dengan Mendag ini, urusan minyak goreng stabil itu sederhana. Tinggal kurangi pasar ekspor untuk diwajibkan isi kebutuhan dalam negeri dulu. Karena CPO ini produksinya di Indonesia, masa ekspor duluan yang dikasih kesempatan," kata ketua harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memastikan pemerintah tidak melarang atau membatasi ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Meski begitu Lutfi mengeluarkan aturan baru dalam rangka memastikan pasokan kelapa sawit dan bahan baku minyak goreng tersedia.
Aturan tersebut adalah memberlakukan kewajiban pencatatan ekspor produk minyak sawit. Agar bisa mendapatkan pencatatan ekspor perusahaan harus menyalurkan produk kelapa sawit untuk kebutuhan dalam negeri.
"Tidak ada pelarangan ekspor untuk saat ini. Aturan baru ini bukan larangan dan restriksi ekspor CPO dan produk olein," ungkap Lutfi.
Kebijakan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada 24 Januari 2022.
Beleid ini mengatur ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO) dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE).
Baca juga: 25.000 Liter Minyak Goreng Murah Disebar di Kota Padang
Untuk mendapatkan PE, eksportir harus memenuhi persyaratan antara lain Surat Pernyataan Mandiri yang berisi keterangan telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri yang dilampirkan dengan kontrak penjualan. [*/pkt]