Dannn.. tadaaaaaa…. Lalu muncullah cowok tinggi kira-kira berumur akhir 20-an yang mirip Andre Agassi. Dengan tersenyum lebar dia bilang, “Aku tidak tahu kalian datang lebih awal….”
Kereta Trentalia yang membawa kami dari Munchen, Jerman memasuki stasiun Verona Porta Nuova hampir pukul 10.00 pagi waktu setempat. Ini berarti kereta api telat 4 jam dari yang dijadwalkan. Kata teman yang pernah tinggal di Eropa, keterlambatan kedatangan kereta api memang sering terjadi kala musim dingin.
Hanya saja, kita tidak tahu alasan keterlambatan kereta api yang kami naiki ini. Yang kami ingat, kereta api tiba-tiba saja berhenti di satu tempat di antah berantah. Kadang pemanas (heater) juga mati...
Menginjak stasiun ini, vibe sudah berbeda sekali dengan di Jerman. Tidak saja orang-orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda, tetapi lebih riuh dan ekspresif dibandingkan dengan tanah Bavaria. Turun dari kereta api langsung disambut angin dingin, dan kebutuhan untuk pergi ke toilet. Sebelum turun dari kereta api, saya agak malas menggunakan toilet di dalamnya. Akan lebih enak untuk menggunakan toilet di stasiun saja, meskipun harus bayar.
Dengan membawa tas ransel hijau favorit saya, bersama dengan teman seperjalanan mulai mencari pintu keluar sambil mencari toilet. Karena udara dingin, ransel menjadi terasa lebih berat. Begitu pula dengan kaki saya yang sudah lebih dari satu minggu menggunakan hiking shoes yang berat demi menjaga kaki tetap hangat. Setengah menyeret, saya susuri stasiun di kota tempat asal legenda Romeo dan Juliet itu.
Toilet ketemu, dekat pintu keluar stasiun. Tapi antrean panjang sekali. Ketika melihat harga tiket masuk toilet, kami jadi mengkeret: EUR2. Di tempat lain paling-paling hanya EUR1.
“Sayang duitnya,” kata teman jalan saya.
“Ke penginapan saja. Nggak jauh kok, hanya 15 menit jalan kaki…” terusnya.
Okelah. Saya manut saja. EUR2 sangatlah besar artinya bagi kami traveler yang duitnya pas-pasan. Dengan duit segitu, kita bisa dapat dua cangkir espresso. Jadilah kami langsung berjalan menuju ke B&B Maricla yang jaraknya sekitar 1,5 km. Kami butuh waktu lebih dari 15 menit untuk mencapai tempat itu. Selain karena kaki saya sakit, kami juga sambil melihat-lihat jalan-jalan dan rumah-rumah yang kami lalui.
Kamar Bikin Shocked
Lokasi B&B kami terletak di daerah perumahan warga (residential area). Di sepanjang jalan menuju ke B&B yang kami sewa, kami melihat beberapa penginapan, tapi juga tidak terlalu besar. Yang paling banyak memang tempat tinggal penduduk setempat. Karena kami datang di awal musim dingin, kami banyak menjumpai masih banyak pohon-pohon persimmon (kesemek) dengan buahnya yang ranum-ranum berwarna kuning siap untuk dimakan.
Dari semua kesemek yang saya temui di Swiss, Jerman, dan kali ini Italia, semuanya berwarna kuning ranum. Tidak ada kesemek yang berbeda seperti di Indonesia. Saking ranumnya, saya tergoda untuk ketuk pintu rumah orang...dan minta kesemeknya.
Kami akhirnya menemukan lokasi B&B yang kami sewa. Ternyata, lokasinya ada di kompleks apartemen, dan B&B kami terletak di lantai 3. Untuk masuk ke gedung itu, kami harus menggunakan kunci yang kami tidak punya. Kami pencet bel B&B. Tidak ada jawaban. Kami ulangi beberapa kali lagi. Tetap tidak ada jawaban. Sementara itu, saya semakin tidak tahan ingin pipis. Saya semakin panik.
Di saat itu, seorang laki-laki paruh baya mendekati gedung. Dia tanya apakah kami tamu di B&B dan bilang ke kami supaya pencet bel. Kami sampaikan, kami telah melakukannya, tetapi tidak ada jawaban. Dia menyarankan kami menelpon nomor telepon yang tertera di dekat bel. Kami coba, zonk juga. Tidak diangkat.
Kami kemudian bilang ke bapak itu, jika kami boleh ikut masuk ke dalam gedung. Dia bilang silakan. Dia juga akhirnya antar kami ke lantai 3 di lokasi B&B. Kami coba pencet bel pintu B&B, tetap tidak ada jawaban. Dan, saya semakin panik karena beneran mau bursting.
Tidak lama si bapak lewat. Dan tanya, apakah tidak ada jawaban dari B&B. Kami bilang belum ada jawaban. Si bapak kemudian bilang, “Ibu pemilik B&B tinggal di lantai 4…” Tidak lama kemudian dia berteriak ke ibu pemilik B&B. Mereka bicara dalam Bahasa Italia yang kami tidak paham.
Sementara teman saya yang melakukan booking B&B ini berusaha untuk menghubungi pemilik B&B lewat account Booking.com, tempat di mana kami memesan penginapan ini.
“Sepuluh menit lagi dia sampai sini….” kata teman jalan saya. Fuiihhh… lega rasanya. Meskipun kami sebenarnya pengen ngomel, mengapa tidak ada staff yang stand-by. Meskipun kami tahu jam check-in baru pukul 2, kami berpikir akan ada resepsionis yang siap sedia, jadi kita tidak memberikan info terlebih dahulu jam kedatangan kami.
Dannn.. tadaaaaaa…. Lalu muncullah cowok tinggi kira-kira berumur akhir 20-an yang mirip Andre Agassi. Dengan tersenyum lebar dia bilang, “Aku tidak tahu kalian datang lebih awal….”
Seketika, hati kami leleh, tidak jadi ngomel. Dia kemudian membukakan pintu… Kami dipersilakan masuk. Ketika kami sedang mengurus registrasi, dia dengan cekatan dan singkat menjelaskan apa saja yang bisa dilihat di Verona, tetap dengan senyum lebarnya.
Kami hanya mengangguk-angguk. Ketika dia menunjukkan ruangan kamar kami, kami shocked, kami diberi dua buah kamar yang bisa untuk lima orang!!! Plus, kamar mandi dengan bathtub! Nah, ruangan kamar kami terdiri dari satu kamar besar untuk tiga orang, dan satu kamar lebih kecil dengan dua single bed.
Karena "si mas" tahu kami akan meninggalkan Verona pagi-pagi dan tidak sempat sarapan di B&B, dia tiba-tiba heboh… “I think I need to give you something for tomorrow….”
Dia kemudian mengeluarkan sekeranjang croissant coklat, espresso cube, dan beberapa makanan lainnya. “Buat kalian di jalan besok…” Setelah itu, dia juga menunjukkan cara menggunakan mesin kopi dengan menggunakan espresso cube. Tidak lama kemudian dia pamit sambil bilang, “Enjoy Verona….”
Sepeninggal “Andre Agassi” kami memakan croissant cokelat dan membuat kopi yang semestinya buat besok pagi. Kami sudah sangat kelaparan. Ini makan kami pertama hari ini. Makan saya terakhir adalah pukul 05.00 sore kemarinnya, sebelum kami meninggalkan Munchen.
Sepanjang jalan, saya tidak makan apa-apa. Dan, sudah sewajarnya, jika dalam waktu kurang lima menit, croissant cokelat dan kopi sudah pindah ke perut. Enak. Kami ingin lagi. Tapi, sudah tidak ada lagi croissant-nya.
“Aduh, lupa kita tidak foto dengan “Andre Agassi,” kata teman jalan saya. Kami-pun terkikik. Rasa lapar bisa mengalahkan ingin foto dengan cowok ganteng. Lalu, kami bersiap-siap untuk menjelajah Verona, makan, dan minum kopi enak. (*)
Hariatni Novitasari
Penulis
[jnews_block_16 number_post="1" include_post="33365" boxed="true" boxed_shadow="true"]