Padang, Padangkita.com - Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) terus mendalami laporan dugaan maladministrasi terkait pemindahan tenaga honorer bernama Qorry Syuhada dari Dinas Koperindag Kabupaten Solok ke Kantor Camat Pantai Cermin.
Pemindahan ini menjadi polemik lantaran buntut dari pemindahan tersebut, Qorry tidak diusulkan untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2025.
Padahal, Qorry sudah masuk kategori R3 atau peserta non-ASN yang terdata di database Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ia belum lulus seleksi PPPK 2024, sehingga namanya masih tercatat dalam daftar tunggu untuk diangkat sebagai PPPK.
Kepala Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi mengungkapkan laporan masuk sejak Juli 2025. Sejak itu pihaknya telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Solok.
“Qorry ini dipindahkan dari Dinas Koperindag Kabupaten Solok di Koto Baru, Kecamatan Kubung, ke Kecamatan Pantai Cermin. Jaraknya sekitar 2,5 jam sekali jalan atau sekitar 5 jam pulang-pergi. Ini yang menimbulkan kejanggalan,” kata Adel, Kamis (21/8/2025).
Dalam penelusuran, Ombudsman menemukan adanya kejanggalan terkait pemindahan honorer tersebut. Menurut aturan, Tenaga Harian Lepas (THL) biasanya dikontrak di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tertentu dan tidak bisa dipindahkan sembarangan. Namun, ia belum merinci kejanggalan apa saja yang ditemukan.
Ombudsman Sumbar, kata Adel, telah memanggil sejumlah pejabat Pemkab Solok untuk dimintai keterangan, mulai dari Sekda Kabupaten Solok, Kepala Dinas Koperindag Ahpi Gusti, Kepala BKPSDM, hingga pihak lain yang terkait.
“Ada aspek keadilan yang masih kami pertanyakan. Sampai saat ini Qorry tetap masuk kerja, meski tidak lagi menerima gaji karena tidak dikontrak lagi,” kata Adel.
Dalam laporannya, Qorry menyebut dugaan “orang kuat” di balik pemindahannya sebagai honorer. Sosok tersebut diduga istri Bupati Solok. Ombudsman pun telah memanggil istri Bupati Solok. Meski begitu, Ombudsman masih melakukan investigasi.
“Kami sedang mendalami motifnya, kenapa hal ini bisa terjadi,” tambahnya.
Sementara itu, kepada Ombudsman Sumbar, pihak Dinas Koperindag Kabupaten Solok beralasan memindahkan Qorry karena kelebihan tenaga di kantornya. Kemudian, dilaporkan ke pihak BKPSDM, hingga diputuskan untuk memindahkan Qorry ke Kantor Camat Pantai Cermin.
Namun setelah dicek Ombudsman, Camat Pantai Cermin justru menyatakan membutuhkan tenaga PNS atau PPPK, bukan honorer.
“Alasan normatif yang disampaikan hanya soal kelebihan tenaga. Padahal, ketika dikonfirmasi ke Camat Pantai Cermin, yang dibutuhkan adalah PNS atau PPPK,” jelas Adel.
Akibat pemindahan tersebut, Qorry dinyatakan tidak aktif lagi bekerja karena kontraknya tidak diperpanjang oleh Dinas Koperindag. Situasi ini membuat namanya tidak diusulkan untuk ikut seleksi PPPK 2025.
Ombudsman Sumbar menegaskan pihaknya masih melakukan verifikasi lapangan karena kasus ini sudah lintas organisasi di Pemkab Solok.
Saat ini, dari temuan lapangan dan investigasi, Ombudsman sedang menguji apakah benar Dinas Koperindag Kabupaten Solok memang kelebihan pegawai hingga harus memindahkan Qorry. Kemudian, apakah hanya Kecamatan Pantai Cermin yang kekurangan pegawai. Padahal, banyak OPD lain dan kecamatan yang jaraknya lebih dekat.
"Dari aspek keadilan, kenapa sejauh itu dipindahkan? Itu tidak adil, rasanya keterlaluan. Dia hanya honore, gaji cuma Rp1,5 juta dan perempuan pula," katanya.
“Kami meminta Bupati Solok sebagai pembina kepegawaian serius menangani persoalan ini agar tidak merugikan hak tenaga honorer yang sudah mengabdi 10 tahun,” Adel menambahkan.
Kronologi Pemindahan Qorry Syuhada
Qorry Syuhada mulai menjadi tenaga honorer di Pemkab Solok sejak tanggal 1 September 2015 atau sudah 10 tahun lamanya bekerja sebagai honorer. Pada tanggal 16 Oktober 2024, ia mengikuti seleksi PPPK, namun belum berhasil lolos lantaran nilainya peringkat 3 dan yang dibutuhkan Dinas Koperindag saat itu hanya 2 orang.
Nama Qorry masuk kategori R3 pada pengumuman kelulusan PPPK. Hal itu menunjukkan bahwa peserta merupakan non-ASN yang terdata di database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Masalah muncul pada tanggal 2 Juli 2025 siang. Absensi Qoryy tiba-tiba dipindahkan dari Dinas Koperindag Kabupaten Solok ke Kantor Camat Pantai Cermin. Sedangkan data kepegawaiannya dipindahkan pertengahan Juli 2025. Meski begitu, ia tetap masuk kerja ke Dinas Koperindag hingga datang ke Kantor Camat Pantai Cermin, namun ia tidak diterima.
Dalam laporannya ke Ombudsman, Qorry mengurai awal mula polemik tersebut. Semua berawal dari peristiwa 3 tahun lampau. Saat itu, kecelakaan menimpa kakak iparnya yang bernama (alm) Dedi Alfiandi. Kecelakaan terjadi pada 9 Februari 2023 di Jalan Lintas Sumatera, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok.
Kakak iparnya mengendarai sepeda motor dan ditabrak mobil Mitsubishi L-300 BA 8785 QZ yang dikemudikan Ali Asman, yang kemudian diketahui ada hubungan keluarga dengan Bupati Jon Firman Pandu. Kemudian, korban sempat dirawat di RSUP M. Djamil Padang untuk menjalani beberapa operasi, namun nyawa sang kakak ipar tak tertolong hingga meninggal dunia pada 24 Februari 2023.
Dalam proses perawatan, muncul upaya dari pihak tertentu, termasuk pihak dari Jon Firman Pandu yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Bupati Solok. Dia datang untuk menyelesaikan kasus kecelakaan secara kekeluargaan. Namun, pihak keluarga dari kakak ipar Qorry, menolak dan meminta melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum.
Seiring waktu, pasca kejadian tersebut, Qorry Syuhada mulai mengalami tekanan di lingkungan kerjanya. Pada 14 Januari 2025, ia mendapat informasi dari atasannya bahwa dirinya dianggap bermasalah dengan istri Bupati Solok.
Padahal, kata Qorry, dia tidak pernah terlibat konflik apapun secara pribadi dengan yang bersangkutan. Bahkan, Kepala Dinas Koperindag tempat Qorry bekerja, beberapa kali meminta Qorry menemui dan meminta maaf kepada istri Bupati. Namun, hal itu ditolak Qorry karena merasa tidak bersalah.
"Apa yang harus saya minta maafkan, saya tidak bersalah dengan beliau," katanya, Kamis (21/8/2025).
Sejak saat itu, Qorry mengaku mendapat intimidasi berupa ancaman pemberhentian kerja. Pada tanggal 12 Juni 2025, Qorry diberitahu atasannya akan diberhentikan sebagai tenaga honorer.
Namun, keputusan berubah menjadi pemindahan tugas ke Kecamatan X Koto Diatas, lalu ke Kecamatan Pantai Cermin, tanpa surat resmi. Padahal, Qorry telah terdaftar di database BKN 2024 sebagai Non-ASN dan peserta seleksi PPPK, sehingga secara aturan tidak bisa dipindahkan sepihak sesuai Permenpan RB Nomor 16 Tahun 2025.
Qorry juga menghadapi hambatan administrasi berupa kontrak kerja bulanan yang tidak ditandatangani, absensi yang dipindahkan ke instansi lain, hingga keterlambatan pembayaran gaji.
Polemik ini bahkan juga telah dibahas dalam Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok pada 23 Juni 2025, di mana Ketua DPRD Ivoni Munir meminta Sekda menyelesaikan masalah tersebut. Namun, hingga kini masih tidak tahu ujung pangkalnya hingga namanya tidak diusulkan untuk mengikuti ujian PPPK.
Baca juga: KPK Kawal Komitmen Pemkab Solok Selamatkan Danau Singkarak
Alhasil, dia mencari keadilan dengan melapor ke Ombudsman Sumbar. Kini, Qorry berharap persoalan ini diselesaikan secara adil tanpa merugikan pihak mana pun, serta statusnya sebagai pegawai Non-ASN yang terdaftar di BKN tidak diganggu, agar ia tetap dapat melanjutkan proses menuju pengangkatan sebagai PPPK paruh waktu. Apalagi, BKN telah memperpanjang pengusulan nama yang ikut seleksi PPPK dari sebelumnya tanggal 20 Agustus menjadi tanggal 25 Agustus 2025.
"Semoga Allah memudahkan saya mencari keadilan," kata Qorry. [*/pkt]