Menurut informasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, Masjid Gantiang dibangun sekitar tahun 1700 M. Pembangunan masjid tersebut berdiri di atas tanah wukuf 7 suku yang diserahkan melalui Gubernur Jenderal Ragen Bakh, penguasa Hindia Belanda di Sumatera Barat waktu itu.
SUARA adzan magrib menggema dari pengeras suara masjid tua di kawasan Ganting, Kecamatan Padang Timur. Tepat di jalan Ganting No 3, Kelurahan Gantiang Selatan, berdiri Masjid Raya Ganting bergaya neo klasik eropa.
Dilihat dari kontruksi masjid yang berbentuk tumpang, masjid Raya Gantiang tergolong masjid kuno.
Masjid kuno memiliki ciri-ciri khas seperti berdenah persegi panjang, mempunyai serambi di depan atau di samping ruang utama, mihrab dibagian barat, pagar keliling dengan satu pintu utama, dan beratap tumpang.
Di Tanah Air, bentuk atap tumpang yang berkembang cukup beragam mulai dari 2 tingkat hingga 7 tingkat. Masjid Raya Ganting memiliki atap tumpang berjumlah 5 tingkat.Semua ciri-ciri masjid kuno tersebut bisa dijumpai pada pola bangunan Masjid Raya Gantiang.
Informasi mengenai pendirian masjid trsebut terdapat berbagai versi. Sebagian informasi mengatakan pendirian masjid tersebut dimulai pada 1815 dan selesai dikerjakan tahun 1819. Di tahun 1900, pembangunan masjid tersebut kembali dimulai untuk memasang ubin yang didatangkan langsung dari negeri Belanda. Sayangnya, informasi tersebut diragukan kebenarannya. Bahkan ada yang menyebutkan pendirian masjid tersebut dimulai tahun 1810.
Menurut sejarah, pendirian masjid tua tersebut diarsiteki oleh seorang arsitektur asal Belanda sehingga seni neo klasik eropah mendominasi bangunan masjid–terutama pada bagian tubuh bangunan.
Menurut informasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, Masjid Gantiang dibangun sekitar tahun 1700 M. Pembangunan masjid tersebut berdiri di atas tanah wukuf 7 suku yang diserahkan melalui Gubernur Jenderal Ragen Bakh, penguasa Hindia Belanda di Sumatera Barat waktu itu. Sedangkan pengerjaannya dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat Ganting dan dibantu komunitas Belanda. Konon kabarnya, pendirian masjid Raya Gantiang diprakarsai tiga pemuka agama di Padang: Angku Gapuak (saudagar dari Pasar Gadang); Angku Syekh Haji Uma (pemimpin kaum); Angku Syekh Kapalo Koto (ulama yang disegani).
Menurut sejarah, pendirian masjid tua tersebut diarsiteki oleh seorang arsitektur asal Belanda sehingga seni neo klasik eropah mendominasi bangunan masjid–terutama pada bagian tubuh bangunan. Sedangkan arsitektur tradisional itu melekat pada bagian atap masjid yang berbentuk tumpang lima.
Catatan Balai P3 Batusangkar, bangunan Masjid Raya Ganting berdenah 42×38 meter. Pondasi bangunan terbuat dari batu dan semen sedangkan bagian tubuh bangunan terbuat dari bata. Atap masjid bermaterikan seng dengan konstruksi kayu. Saat berada di dalam bangunan masjid, pengunjung akan merasakan adanya pembagian ruangan. Ruang masjid dibagi atas ruang utama, serambi, mihrab, dan mimbar. Menurut informasi, masjid tersebut memiliki tiga mimbar yang diletakkan di dalam mihrab, di halaman masjid. Satu mimbar lagi tidak difungsikan karena kondisi kayunya yang sudah lapuk.
Karena arsitek pembangunan masjid Raya Ganting berasal dari Belanda, mempengaruhi denah masjid secara keseluruhan. Bangunan masjid berbentuk persegi panjang dan simetris yang merupakan ciri utama bangunan bergaya Neo Klasik Eropa.
Sokoguru (tiang utama) masjid berjumlah 25 buah yang berbentuk segi enam berdiameter 40 cm dengan tinggi mencapai 4,2 meter tanpa hiasan terbuat dari beton. Filosofi jumlah tiang tersebut mengingatkan ummat muslim tentang 25 Rasul Allah yang patut diimani. Nama ke-25 Rasul tersebut diukir dengan tulisan kaligrafi pada setiap tiang.
Pintu masjid berjumlah 7 buah dengan bentuk yang berbeda antara ruang utama dengan pintu sisi bangunan. Ukuran pintu rata-rata 2,45 x 1,7 meter yang terbuat dari kayu dan kaca. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan kerawang.
Masjid kuno tersebut memiliki 16 jendela dengan ukuran 2,25 x 1,7 meter dengan hiasan kerawang di atasnya.
Bangunan tua bersejarah itu dihiasi dengan seni hias Eropa seperti ukiran piala pada entablature dinding sisi luar, parapet (tiang-tiang kerdil), panil-panil yang berhiasan lubang kunci.
Pada bagian serambi depan terlihat 4 tiang tipe Doric kembar yang terletak pada padestal berbentuk balok. Pada serambi samping masjid terdapat tiang berbentuk segi enam dan tambun yang bagian atasnya terdapat hiasan pelipit-pelipit rata. Bentuk tiang tersebut mengingatkan pada bentuk tiang Order Doric pada arsitektur Eropa.
Bangunan tua bersejarah itu dihiasi dengan seni hias Eropa seperti ukiran piala pada entablature dinding sisi luar, parapet (tiang-tiang kerdil), panil-panil yang berhiasan lubang kunci. Dinding bangunan bagian dalam dihias dengan pilaster sederhana. Sedangkan dinding sebelah timur dihias pilaster berbentuk order doric kembar bergalur. Seni hias tradisional juga menghiasi bangunan masjid bagian atap berbentuk tumpang.
Pada setiap tumpang dibatasi dengan panil-panil kayu berukir bermotifkan ukiran Minangkabau. Pada setiap ujung atap tumpang terdapat hiasan antefik, sedangkan pada bagian mustoko terdapat hiasan bulan bintang yang menunjukkan pengaruh Islam. Perpaduan gaya eropah dan tradisional tersebut menguatkan keberadaan masjid tersebut dibanding bangunan lain yang memadati kawasan Ganting.