Padang, Padangkita.com - Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah menerima kunjungan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej beserta rombongan Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia di Auditorium Gubernuran, Rabu (29/3/2023).
Menurut Wamenkumham yang biasa disebut Eddy Hiariej pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi dengan kepala daerah, menjelang pelaksanaan kegiatan sosialisasi RKUHP terkait restorative justice pada Kamis (30/3/2023), di Padang.
“Dalam RKUHP tersebut kita akan mengakomodasi kearifan lokal Sumbar, tepatnya terkait hukum adat untuk menjadi restorative justice sebagai salah satu upaya untuk memulihkan keadilan di tengah masyarakat,” sebut Eddy Hiariej.
Lebih lanjut ia menuturkan, salah seorang penulis dari negara barat pernah menulis dalam bukunya, bahwa pola yang dipakai oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Sumbar dalam penyelesaian berbagai permasalahan, merupakan aplikasi nyata dari sebuah keadilan restoratif.
“Tulisan tersebut membuat saya tertarik hadir ke Sumbar, karena kita ingin melihat dan mendengar secara langsung seperti apa penerapan restorative justice yang dimaksud,” terangnya.
Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag, Ahmad Zainul Hamdi juga menyampaikan hal serupa. Ia mengaku sangat tertarik untuk mempelajari falsafah budaya di Minangkabau yang berhasil menyandingkan antara adat dengan agama secara konstruktif.
“Yang paling kami kenal adalah falsafahnya yang berbunyi ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai’. Ini akan menjadi kajian bagi kami,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah menyebutkan, penerapan hukum adat oleh lembaga KAN (Kerapatan Adat Nagari) dalam menyelesaikan setiap masalah sebelum masuk ke ranah aparat penegak hukum (APH), telah membantu pemerintah untuk menjaga ketahanan nasional di Sumbar.
Sebagai contoh, ia menerangkan dari segi kepemilikan lahan, jika diamati secara seksama, akan banyak didapati tanah pada lokasi strategis di Sumbar yang kepemilikannya masih dipegang oleh warga asli.
“Itu makanya di Sumbar, pada pusat kota, jika bapak amati, didapati bahwa masih banyak tanah milik warga asli,” ungkap Mahyeldi.
Hal tersebut, kata Mahyeldi, disebabkan penerapan hukum adat yang mengamanatkan bahwa harta peninggalan nenek moyang yang diperoleh secara turun menurun (warisan), termasuk kedalam kategori harta yang tidak boleh diperjualbelikan tanpa ada alasan genting yang kriterianya telah diatur secara adat.
Harta tersebut di Sumbar atau di Minangkabau dikenal dengan istilah ‘harta pusako tinggi’. Hal tersebut membuat ketahanan nasional di bidang pertanahan di Sumbar menjadi terjaga.
“Makanya kami cukup kuat dalam mempertahankan ketahanan nasional terkait urusan pertanahan, itu karena ada hukum adat yang mengatur tentang pusako tinggi tersebut,” tegas Gubernur Mahyeldi.
Baca juga: LKAAM Sumbar Dorong Ninik Mamak Pakai Restorative Justice Selesaikan Masalah Anak Kemenakan
Selanjutnya Gubernur Mahyeldi mengaku semakin bangga, dengan kehadiran Wamenkumham beserta tim dan adanya niatan untuk mengadopsi penerapan hukum adat di Sumbar ke dalam RKUHP.
“Membuat kami menjadi semakin bangga akan budaya daerah sendiri,” ujar Mahyeldi. [adpsb]