Jakarta, Padangkita.com – Peneliti Pusat Riset Antariksa Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Andi Pangerang menjelaskan, Gerhana Bulan Total (GBT) adalah fenomena astronomis ketika seluruh permukaan Bulan memasuki bayangan inti (umbra) Bumi.
Hal itu, kata Andi, disebabkan oleh konfigurasi antara Bulan, Bumi dan Matahari membentuk garis lurus.
Selain itu, lanjut dia, Bulan berada di dekat titik simpul orbit Bulan, yakni perpotongan antara ekliptika (bidang edar Bumi mengelilingi Matahari) dengan orbit Bulan. Gerhana Bulan Total terjadi ketika fase Bulan Purnama, akan tetapi, tidak semua fase Bulan Purnama dapat mengalami Gerhana Bulan.
Ini, kata dia, dikarenakan orbit Bulan yang miring 5,1° terhadap ekliptika dan waktu yang ditempuh Bulan untuk kembali ke simpul yang sama lebih pendek 2,2 hari dibandingkan dengan waktu yang ditempuh Bulan agar berkonfigurasi dengan Bumi dan Matahari dalam satu garis lurus. Sehingga, Bulan tidak selalu berada di bidang ekliptika ketika Purnama.
“Gerhana Bulan Total kali ini terjadi pada 8 November 2022 dengan durasi total selama 1 jam 24 menit 58 detik dan durasi umbra (sebagian + total) selama 3 jam 39 menit 50 detik,” jelas Andi, dikutip Padangkita.com dari situs LAPAN, Jumat (4/11/2022).
Lebar gerhana bulan total kali ini, kata Andi, sebesar 1,3589 dengan jarak pusat umbra ke pusat Bulan sebesar 0,2570. Gerhana ini termasuk ke dalam gerhana ke-20 dari 72 gerhana dalam Seri Saros 136 (1680-2960).
Saat Bulan memasuki umbra, warna umbra cenderung hitam. Seiring Bulan seluruhnya berada di dalam umbra, warna Bulan akan menjadi kemerahan.
“Hal ini dikarenakan oleh mekanisme Hamburan Rayleigh yang terjadi pada atmosfer Bumi,” jelas Andi.
Sementara itu, Hamburan Rayleigh yang terjadi ketika gerhana Bulan sama seperti mekanisme ketika Matahari maupun Bulan tampak berwarna kemerahan saat berada di ufuk rendah dan langit yang mempunyai rona jingga ketika Matahari terbit maupun terbenam.
Spektrum dengan panjang gelombang lebih pendek seperti ungu, biru dan hijau dihamburkan ke angkasa lepas, sedangkan spektrum dengan panjang gelombang lebih panjang seperti merah, jingga dan kuning diteruskan ke pengamat. Selain itu, saat gerhana, tidak ada cahaya Matahari yang dapat dipantulkan oleh Bulan sebagaimana ketika fase Bulan Purnama.
Gerhana dapat berwarna menjadi lebih kecokelatan bahkan hitam pekat jika partikel seperti debu vulkanik ikut menghamburkan cahaya.
“Dampak dari Gerhana Bulan Total bagi kehidupan manusia adalah pasang naik air laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya ketika tidak terjadi gerhana, Purnama maupun Bulan Baru,” ingat Andi.
Gerhana Bulan Total yang dapat teramati di Indonesia untuk satu dekade berikutnya akan terjadi pada 8 September 2025, 3 Maret 2026, Malam Tahun Baru 2029, 21 Desember 2029, 25 April 2032 dan 18 Oktober 2032.
Baca juga: Umat Islam Diimbau Salat Gerhana 8 November, Berikut Tata Caranya Menurut Kemenag
Berikut ini waktu dan wilayah di Indonesia yang dapat teramati untuk setiap kontak gerhana:
Kontak Gerhana - Waktu - Wilayah yang dapat teramati
Awal Penumbra - (P1) 15.02.17 WIB16.02.17 WITA/17.02.17 WIT -
Seluruh Indonesia TIDAK DAPAT TERAMATI
Awal Sebagian (U1) - 16.09.12 WIB/17.09.12 WITA/18.09.12 WIT - Papua, Papua Barat, P. Seram, P. Halmahera, Kep. Aru, Kep. Kai, Kep. Tanimbar
Awal Total (U2) - 17.16.39 WIB/18.16.39 WITA/19.16.39 WIT - Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi NTT, NTB, Bali, Kaltara, Kaltim, Kalsel, Kalteng, Kapuas Hulu
Puncak Gerhana - 18.00.22 WIB/19.00.22 WITA/20.00.22 WIT - Seluruh Indonesia kecuali Aceh, Sumut, Sumbar, Bengkulu
Akhir Total (U3) - 18.41.37 WIB/19.41.37 WITA/20.41.37 WIB - Seluruh Indonesia DAPAT TERAMATI
Akhir Sebagian (U4) - 19.49.03 WIB/20.49.03 WITA/21.49.03 WIT - Seluruh Indonesia DAPAT TERAMATI
Akhir Penumbra (P4) - 20.56.08 WIB/21.56.08 WITA/22.56.08 WIT - Seluruh Indonesia DAPAT TERAMATI [*/pkt]
*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News