Ini 3 Jembatan Ikon Wisata di Sumbar yang Wajib Anda Kunjungi  

Ini 3 Jembatan Ikon Wisata di Sumbar yang Wajib Anda Kunjungi  

Jembatan Siti Nurbaya di kawasan Kota Tua di Kota Padang. [Foto: Dok.Kominfo Padang]

Padang, Padangkita.com – Jembatan tak hanya sekadar infrastruktur transportasi yang menghubungkan 2 tempat yang sebelumnya terpisah oleh sungai, jalan atau lainnya.

Banyak di antaranya, telah menjadi ikon dan mempercantik sebuah kawasan. Beberapa di antaranya bahkan ada yang menjadi destinasi wisata.

Di Sumatra Barat (Sumbar), setidaknya ada 3 jembatan ikonik yang tak hanya berfungsi sebagai jembatan penghubung. Namun, juga telah menjadi ikon serta destinasi. Berikut 3 jembatan tersebut:

 Jembatan Siti Nurbaya di Kota Padang

Jembatan Siti Nurbaya terletak di kawasan Kota Tua di Kota Padang. Sejak lama kawasan ini memang telah menjadi kawasan wisata. Oleh sebab itu, keberadaan Jembatan Siti Nurbaya makin melengkapi keindahan kawasan ini.

Dari jembatan ini, pengunjung akan bisa menyaksikan kawasan aliran Sungai Batang Arau ke dua arah: Muaro dan arah hulu sungai. Deretan perahu, kapal nelayan dan kapal wisata juga menjadi suguhan keindahan tersendiri.

Tak itu saja, memandang ke arah kanan akan terlihat permukiman warga yang unik di sisi perbukitan. Lalu di arah kiri, bangunan-bangunan kota tua akan membawa pengunjung bernostalgia ke masa lalu.

Lampiran Gambar

Jembatan Siti Nurbaya terlihat dari atas. [Foto: Diskominfo Sumbar]

Pada malam hari, Jembatan Siti Nurbaya dihiasa lampu-lampu yang indah. Jembatan ini sempat ‘semrawut’ karena banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang membuka lapak di sisi kiri dan kanan. Namun kini, Jembatan Siti Nurbaya telah ‘dibersihkan’ dan siap menerima pengunjung.

Jembatan Siti Nurbaya sepanjang 156 meter mulai dibangun pada masa Presiden Soeharto, tahun 1995. Biayanya berasal dari pusat dan daerah. Selain itu, juga ada bantuan dana dari salah satu bank dan koperasi.

Jembatan ini rampung dibangun awal tahun 2002. Nama ‘Siti Nurbaya’ sendiri diambil dari tokoh novel karya Marah Rusli. Konon, menurut novel itu, kaki Gunung Padang di dekat jembatan merupakan tempat peristirahatan terakhir sang tokoh, yang dikenal sebagai korban kawin paksa dengan Datuk Maringgih.

Jembatan Limpapeh di Kota Bukittinggi

Jembatan Limpapeh menghubungan kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMBK) dengan Benteng Fort de Kock di Kota Bukittinggi.

Terbuat dari baja, jembatan ini dibangun tahun 1995 dengan warna kuning dan merah yang dominan sebagai hiasannya.

Lampiran Gambar

Jembatan Limpapeh di Kota Bukittinggi. [Foto: Kominfo Bukittinggi]

Dari bawah, Jembatan Limpapeh memang hanya terlihat sebagai jembatan penyeberangan dan kurang begitu menarik. Namun saat melintasi langsung, pengunjung akan merasakan sendiri keistimewaan jembatan ini.  Ada getaran dan goyangan yang justru bisa memancing adrenalin.

Sementara itu, pada bagian tengah jembatan, terdapat desain rumah tradisional Minangkabau dilengkapi dengan gonjong di bagian atasnya. Ukiran khas Ranah Minang juga terlihat jelas saat menapaki kaki di jembatan yang menggunakan kayu sebagai landasannya.

Lampiran Gambar

Jembatan Limpapeh terlihat dari dekat. [Foto: Kominfo Bukittinggi]

Tak itu saja, dari Jembatan Limpapeh, pengunjung dapat menikmati keindahan Kota Bukittinggi yang dikelilingi perbukitan dan Gunung Marapi. Nah, jika berkunjung atau berwisata ke Kota Bukittinggi jangan sampai melewatkan ikon wisata ini.

Jembatan Akar di Kabupaten Pesisir Selatan

Jembatan Akar adalah jembatan unik yang menjadi destinasi unggulan di Pesisir Selatan (Pessel). Objek wisata ini menjadi primadona dan sangat terkenal, sehingga menjadi destinasi ‘wajib’ untuk dikunjungi, jika berwisata ke Pessel.

Jembatan Akar yang bagi masyarakat setempat disebut sebagai ‘Titian Aka’, terletak di Nagari Puluik Puluik, Kecamatan Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel). Jaraknya, sekitar 90 km dari Kota Padang, Ibu Kota Sumatra Barat (Sumbar).

Tak sulit untuk ke Jembatan Akar ini. Dengan kendaraan, mobil atau motor cuma butuh sekitar 2 jam saja untuk tiba di Jembatan Akar.

Sejarahnya, sekitar lebih dari seabad lalu, di Puluik-puluik ada anak bernama Sokan. Ia dikenal sangat kreatif. Setelah dewasa dia dipanggil Pakiah Sokan. Gelar Pakiah, adalah penghormatan warga karena dia juga seorang ulama yang punya banyak murid.

Lampiran Gambar

Jembatan Akar atau Titian Aka. [Foto: Dok. Humas Pemkab Pessel]

Semasa hidupnya, Pakiah Sokan terkenal sangat dermawan dan punya kepedulian sosial yang tinggi. Ia gelisah, karena warga yang di antaranya adalah anak kemenakan dan murid-muridnya harus menyeberang Batang Bayang setiap hari.

Sebelum jadi Nagari Puluik-puluik, ada dua kampung yang dibelah oleh Batang Bayang. Yakni, Kampung Puluik-puluik dan Kampung Lubuk Silau di seberang. Jadi, setiap hari warga termasuk anak-anak Kampung Lubuk Silau harus menyeberang sungai jika mau ke pasar. Begitu pula warga atau anak-anak Puluik-puluik yang ingin mengaji ke Kampung Lubuk Silau.

Singkat cerita, Pakiah Sokan pun memutar otak bagaimana caranya membuat jembatan untuk menghubungkan Kampung Puluik-puluik dan Kampung Lubuk Silau. Jika dibuat dari bambu, sangat rentan ambruk atau dibawa air bah.

Dari sinilah kemudian muncul ide Pakiah Sokan untuk membuat jembatan dari akar pohon. Sebab, akar pohon yang hidup makin lama makin besar dan kuat. Namun, tentu bukan pohon sembarangan. Pohon yang dipilih harus yang punya akar yang panjang dan kuat.

Berbagai jenis pohon yang ada di hutan sekitar kampung pun dipelajarinya. Uji coba kemudian dilakukan terhadap berbagai jenis pohon. Hingga akhirnya pilihannya jatuh pada jenis kayu pohon kubang dan beringin.

Tahun 1916 Pakiah Sokan mulai menanam dua jenis pohon pilihanya, yakni pohon kubang dan beringin. Di sisi sungai Kampung Puluik-puluik ditanam pohon kubang dan di sisi sungai Kampung Lubuk Silau ditanam pohon beringin.

Pohon yang sudah ditanam itu oleh Pakiah Sokan tidak dibiarkan tumbuh begitu saja, tapi dirawat hingga tumbuh menjadi dua pohon yang besar. Setelah itu, barulah dipasangnya bambu sebagai titian. Karena kayu yang ditanam semakin besar dan subur, akar-akarnya pun mulai banyak dan memanjang.

Mulailah Pakiah Sokan menjalin atau menganyam akar ini satu persatu mengikuti titian bambu yang terpasang. Makin lama akar makin besar dan jalinan makin kuat.

Lampiran Gambar

Jembatan Akar atak Titan Aka di Nagari Puluik-puluik, Kecamatan Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel). [Foto: Dok.Kementerian PUPR]

Menurut tokoh masyarakat setempat, Yusmardi, butuh waktu 26 tahun, hingga jalinan akar kedua pohon besar benar-benar bisa dilalui sebagai jembatan atai titian.

Baca juga: Inilah Jembatan Jalan Tol Terpanjang di Pulau Jawa, Pemandangannya Menakjubkan

Hingga kini, Jembatan Akar atau Titian Aka sepanjang 25 meter masih berdiri kokoh. Hanya saja, Jembatan Akar telah disepakati hanya untuk keperluan wisata. Untuk aktivitas masyarakat setempat telah dibangun jembatan permanen sekitar 50 meter dari lokasi. [*/pkt]

 

*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News

Baca Juga

Hutama Karya Resmi Mulai Konstruksi JTTS Tahap II, Ini Daftar Proyek Jalan Tol yang Dibangun
Hutama Karya Resmi Mulai Konstruksi JTTS Tahap II, Ini Daftar Proyek Jalan Tol yang Dibangun
Serius Ingin Ikut Biayai Flyover Sitinjau Lauik, Ini Pengalaman Bank Nagari di Proyek-proyek Besar
Serius Ingin Ikut Biayai Flyover Sitinjau Lauik, Ini Pengalaman Bank Nagari di Proyek-proyek Besar
Pemprov Upayakan Perbaikan Jalan Balingka – Padang Lua Menggunakan Anggaran Pusat
Pemprov Upayakan Perbaikan Jalan Balingka – Padang Lua Menggunakan Anggaran Pusat
Trase Jalan Tol Sicincin-Bukittinggi Diusulkan Pindah jadi Sicincin-Singkarak-Tanah Datar
Trase Jalan Tol Sicincin-Bukittinggi Diusulkan Pindah jadi Sicincin-Singkarak-Tanah Datar
'Groundbreaking' Flyover Sitinjau Lauik Dijadwal Desember, Begini Progres Pengadaan Lahannya
'Groundbreaking' Flyover Sitinjau Lauik Dijadwal Desember, Begini Progres Pengadaan Lahannya
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar