Padang, Padangkita.com – Masyarakat Sumatra Barat (Sumbar) atau Minangkabau memang dikenal punya banyak kuliner yang khas. Salah satu kuliner yang telah dikenal luas bahkan mendunia adalah rendang.
Namun, di Minangkabau rendang tidak hanya sebatas berbahan daging. Sejak lama, di Minangkabau rupanya telah ada varian baru dari masakan rendang. Bahannya dari daun kayu. Barangkali, bagi sebagian kalangan, rendang daun kayu ini terbilang baru.
Namun, bagi masyarakat Minangkabau di Nagari Harau, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, rendang daun kayu atau randang daun kayu telah dikenal sejak lama secara turun temurun. Dan, hingga kini, masyarakat di Harau masih membuat kuliner ini.
Kuliner rendang daun kayu ini menjadi objek penelitian oleh Pusat Riset Kebudayaan Minangkabau Universitas Negeri Padang (UNP). Lembaga penerima Hibah Riset LPPM UNP tahun 2022 ini, selama dua hari, Sabtu- Minggu (20-21/8 2022) melakukan penelitian dengan tema ‘Pendidikan Karakter dalam Tradisi Marandang Daun Kayu’ di Nagari Harau Kabupaten Limapuluh Kota.
Dalam penelitian ini, para peneliti selain mewawancari tokoh masyarakat, tokoh adat dan bundo kanduang, juga melakkukan praktik memasak atau membuat rendang bersama para perempuan di nagari setempat.
Ketua Pusat Riset Kebudayaan Minangkabau Dr. Rusdi mengatakan rendang daun kayu merupakan makanan khas masyarakat Harau. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan masyarakat Harau mulai membuat rendang daun kayu tersebut.
Rusdi menyebutkan, menurut cerita orang tua dahulu, rendang daun kayu dibuat oleh masyarakat Harau karena faktor ekonomi.
“Pada waktu-waktu sulit untuk memenuhi makanan terutama pada hari raya maka masyarakat berinisiatif membuat rendang dari dedaunan,” kata Rusdi di situs remis UNP.
Daun yang digunakan untuk dibuat rendang, lanjut Rusi, di antaranya daun pucuk kawa, daun surian, daun mali-mali, daun asam-asam dan daun pelangi yang banyak tumbuh liar di Harau.
Rendang daun kayu ini oleh masyarakat Harau hanya untuk dikosumsi sendiri, sehari-hari biasa, pada hari raya dan juga pada acara baralek atau pesta pernikahan anak-anak mereka. Jadi, kata Rusdi, rendang daun ini tidak untuk dijual atau dikomersilkan.
“Proses memasak rendang daun kayu ini dimasak di tungku pakai kayu bakar. Dengan cara demikian, maka rasanya lebih enak dan gurih. Aromanya lebih sedap,” jelas dosen sekaligus Kepala Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNP ini.
Baca juga: Jangan Keliru! Bukan Rendang tapi Randang yang Diusulkan Masuk Intangible Cultural Heritage UNESCO
Selain Rusdi, tim yang terlibat dalam penelitian rendang daun kayu ini adalah Dr. Wirdanenhsih, Dr. Erianjoni, Drs. Etmihardi dan Boni Saputra MSi serta sejumlah mahasiswa Departemen Sejarah dan Sekolah Pasacasarjana UNP. [*/pkt]
*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News