Datak kata orang Minang, detak dalam bahasa Indonesia. Jarum jam bergerak, suaranya berdetak, badatak-datak terdengar.
Jika kata datak—sebagaimana juga “detak”, orang lebih banyak mengasumsikannya, mengumpamakannya, juga kepada suara jantung yang seakan-akan bergerak menggedor-gedor dada.
“Tadanga datak jantuangnyo (terdengar detak jantungnya),” kata seseorang. Itu artinya, jantungnya masih bekerja (mungkin lebih kencang), mungkin lebih kuat, atau ada debar tertentu di dalam dadanya. Yang jelas, ketika jantungnya berdetak, kehidupan masih berjalan dalam diri seseorang, berikut dengan nasib atau penyakit atau gairah yang kadang hanya dia yang tahu.
Kita mungkin, hanya bisa mendengar, jika kita mendekatkan telinga agak ke dadanya. Kita hanya bisa menduga akibat detak jantungnya, pada rona wajahnya, pada, mungkin, ringis mukanya. Atau, kita hanya bisa dengan apa adanya, mendengar detak atau datak jantung sendiri.
Tapi, bagi orang Minang, kata “datak’, sesungguhnya punya makna dan rasa tersendiri pula. Bagi orang Minang, datak, merupakan dugaan, terhadap sesuatu yang diperkirakannya, yang didugainya, akan atau sedang terjadi.
Kadang bisa seperti yang “didataki” hatinya, kadang jauh meleset. Namanya saja datak, detak, dugaan, rasa-rasanya akan...
“Badatak hati den (berdetak hati saya),” itu artinya, ia mengatakan, ada sesuatu yang diduganya, dan dugaannya tersebut lebih menuntunnya untuk menyelamatkan dirinya.
Misalnya, ia ditelepon seseorang yang mengaku teman anaknya, dan orang itu mengatakan anaknya sedang di kantor polisi, dan segera kirimkan uang agar tidak dijerat dalam kasus narkoba. Tapi, karena ia merasa ada yang aneh, hatinya menduga ini adalah penipuan, karena rasanya tak mungkin polisi main telepon dan langsung minta transfer uang, maka hatinya berdetak ia sedang dalam proses penipuan.
“Untuang lai badatak hati ko,” begitu tegasnya lagi.
Kata datak, adalah lazim digunakan orang Minang. Memang anak-anak muda sekarang, jarang menggunakannya, karena anak-anak sekarang, yang ayah dan ibunya asli orang Minang, jarang berbahasa Minang dalam pergaulan sehari-hari. Karena itu, kita hampir tak dengar ada orang atau remaja berkata, “Badatak hati den...(Berdetak hatiku)”
Karena ia dugaan, datak, badatak, kadang ia menjelma makna sebagai kecurigaan. Atau boleh jadi mawas diri oleh sesuatu yang ditimbulkan oleh rasa yang tak nyaman dari dalam diri, secara psikologis otak kita menjelmakan sesuatu yang seakan-akan apa yang kita lihat atau hadapi adalah sinyal untuk membaca hal yang akan terjadi.
Tapi, “datak hati”, adalah hal yang menarik, ketika ia bukan diikuti oleh jantung. Orang Minang, tidak menyebut “badatak jantuang den kalau dia akan menipu, tapi badatak hati den, kalau dia akan menipu.” Karena hati, ia menjadi rasa pada kata yang memiliki pesona dan makna tersendiri. Hati menduga, merasakan, karena itu dataknya adalah kekuatan untuk menduga fakta berikutnya.
Tapi, setidaknya, kata “datak”, bagi orang Minang, sebagai pertanda, kalau hati bisa memberi kesimpulan untuk memastikan dugaan atau rasa tertentu. Kekuatan pikiran, kekuatan hati, adalah “datak” yang oleh orang Minang sering tanpa disadari sebagai kesiapan mental untuk mengambil keputusan atau menilai sesuatu. Mungkin saja “datak” hatinya itu betul, atau sebaliknya.
Baca juga: Ganyi
Yang pasti, datak, adalah kekuatan untuk membaca tanda-tanda dan kemungkinan dalam hidup ini, yang sesungguhnya, kalau jantung masih berdetak, itu artinya, hati pun badatak dengan dugaan-dugaan serta perkiraan-perkiraannya sendiri, walau kadang ia pun bisa menjebak pemilik hati yang badatak. [*/pkt]
Penulis: Yusrizal KW, dikenal sebagai penulis cerita pendek dan telah melahirkan tiga buku kumpulan cerpen. Pernah menjabat Redaktur Budaya Harian Padang Ekspres 2005 – 2020.