PadangKita - Melewati akhir pekan di Sumatera Barat menjadi pilihan menarik bagi para pelancong. Bagi penyuka wisata sejarah, selain keindahan Padang Kota Tua, Kota Sawahlunto, bisa menjadi pilihan yang layak untuk dipertimbangkan.
Keindahan Sawahlunto sebagai destinasi wisata heritage di Sumbar sudah tidak diragukan lagi. Kota kecil ini menawarkan deretan heritage peninggalan Belanda yang menjadi saksi bisu kemegahan kota tambang. Salah satunya, keanggunan gedung 'Ombilin Meinen' berlantai empat menjadi salah satu bangunan peninggalan Belanda yang masih berfungsi hingga kini.
Gedung ini dibangun pada 1916 dan berfungsi sebagai kantor pusat yang kini masih difungsikan PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin. Seiring dengan menurunnya cadangan batu bara Sawahlunto, gedung yang berusia satu abad pada 2016, masih menyisakan kejayaan masa lalu yang tak sepuh dimakan usia.
Kemegahan Sawahlunto sebagai kota tambang dituangkan dalam Museum Tambang yang berada tepat di seberang jalan gedung Ombilin Meinen. Museum ini menyajikan sejarah ringkas keberadaan tambang batu bara yang menjadi komoditi utama di akhir abad 19.
Sejumlah peralatan canggih di zamannya dipajang di musem ini. Mulai dari Lori yang difungsikan sebagai angkutan orang di tambang dalam hingga kamera Vintage Philips Pageant Black & White yang beratnya belasan kilogram, terpajang di museum ini.
Sejumlah peralatan kantor yang pernah digunakan perusahaan Batu Bara Ombilin dipajang di museum. Metamorfosis alat telekomonikasi mulai dari telepon engkol merek Budavox hingga mesin hitung manual produksi Wilde & Co N.V tahun 1926, menambah kekayaan informasi terkait perusahaan.
Sejarah ringkas perusahaan yang terpampang di museum membawa pengunjung ke pertengagan abad 19. Batu bara Ombilin ditemukan Willem Hendriks de Greve pada 1868, satu tahun setelah pendahulunya C. de Groet menghentikan misi pencarian mutiara hitam di Sumatera yang dimulai sejak 1858.
Penemuan ini dilaporkan de Greve ke Batavia dan dimuat dalam jurnal yang dipublikasikan pemerintah Belanda. Penemuan ini diperkuat dengan hasil penelitian R.D.M Verbeek bahwa potensi kandungan batu bara Sawahlunto mencapai 200 juta ton.
Baru pada tahun 1891, penambangan perdana batu bara Sawahlunto dimulai di kawasan Sungai Durian. Pasca tambang batu bara Sawahlunto, Belanda juga membuka tambang batu bara Bukit Asam di Sumatera Selatan.
Beroperasinya tambang batu bara Ombilin merubah wajah kota seluas 273,45 kilometer persegi ini. Di ujung kawasan Pasar Remaja, berdiri kokoh gereja katolik pertama yang hingga kini masih terlihat megah di tengah kota.
Gereja ini dibangun pada 1920 sebagai tempat peribadatan para staff Belanda dan keluarganya. Bangunan ini masuk dalam benda cagar budaya yang dlindungi undang-undang.
Keseriusan Pemerintah Kota Sawahlunto mengelola bangunan tua ini terbilang cukup baik dengan merubah visi kota dari 'kota buruh menjadi kota jasa'. "Pariwisata menjadi andalan Sawahlunto ke depan," kata Walikota Sawahlunto Ali Yusuf.
Pemerintah setempat sadar bahwa mereka tidak mungkin mengandalkan sumber daya alam yang terus merosot di makan usia. Puncaknya terjadi pada 1998 di mana cadangan batu bara dari tambang luar kian menipis.
Kini, Sawahlunto mulai menikmati hasil dari pariwisata tambang yang menjadi visi kota. Tahun ini, pemerintah pusat menargetkan Sawahlunto mampu menggaet 1 juta wisatawan.
Banyak tempat-tempat bersejarah yang bisa ditemui di kota ini. Mulai dari Museum Goedang Ransoem, Lobang Tambang Mbah Suro, hingga Masjid Agung yang memiliki menara setinggi 75 meter.
Tidak hanya heritage, Kebun Binatang Kandis layak untuk dijelajahi sebelum menelusuri Desa Wisata Rantih. Kawasan hutan tropis ini cukup menarik bagi pencinta tracking, camping, dan sejumlah kegiatan alam lainnya.
Penat mengitari kota kecil ini, Anda bisa menikmati aneka makanan nusantara mulai dari warung nasi Jaya di Komplek Pasar Remaja, hingga aneka makanan jawa di Gedung Pusat Kerajinan (GPK) di depan Hotel Ombilin. Nikmati keindahan sore dari pinggir kursi taman di pinggir jalan dan keramaian di Taman Segitiga - ruang terbuka hijau di depan Kantor PT Bukit Asam UPO.
How to go
Cukup mudah untuk mencapai kota ini dari Bandara Minangkabau. Dari bandara, Anda bisa menggunakan transportasi umum seperti Damri, Tranex, dengan tarif Rp18 ribu hingga Rp22 ribu untuk sampai ke pusat kota Padang. Tarif bus Jasa Malindo hanya Rp20 ribu dari Padang menuju Sawahlunto, yang bisa dijumpai di kawasan Tugu Api, Simpang Haru, Padang.
Bagi pengunjung yang tidak ingin repot, menyewa mobil menjadi pilihan dengan tarif berkisar Rp250 ribu per hari di luar biaya sopir dan bahan bakar kendaraan. Banyak pilihan penginapan untuk menghabiskan malam di Kota Sawahlunto. Mulai dari Hotel Parai, Hotel Ombilin, sejumlah home stay dengan fasilitas sekelas hotel bintang tiga bisa ditemukan di pusat kota Sawahlunto.