Padangkita.com-Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) bekerja sama dengan komunitas Tiger Heart Padang mengadakan kampanye pelestarian satwa liar di SMAN 13 Padang, Sabtu (18/11/2017).
Kampanye bertema “Stop Perdagangan Satwa Liar” ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari siswa sebagai generasi muda dalam upaya memerangi perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di dunia maya.
Rusdiyan Ritonga, Pegawai BKSDA Sumbar dalam paparan materinya menjelaskan bahwa perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi mulai merambah ke dunia maya, melalui jejaring sosial atau situs jual beli online.
“Ada rangkong dan kakak tua yang diperjualbelikan di Instagram serta buaya di Facebook”, paparnya sambil menunjukkan beberapa gambar tangkapan layar contoh perdagangan satwa liar di media sosial.
Kecenderungan penggunaan teknologi berbasis internet ini juga terlihat dari data kasus perdagangan satwa liar secara online oleh Protection of Forest & Fauna (Profauna). Dilansir dari profauna.net, setidaknya ada sekitar 5.000 kasus perdagangan satwa liar melalui dunia maya pada tahun 2015, salah satunya lewat media sosial Facebook. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan data tahun 2014, dimana sedikitnya ada 3.640 iklan di media sosial yang menawarkan berbagai jenis satwa liar.
Oleh sebab itu, Rusdiyan menambahkan, peran strategis generasi muda sangat dibutuhkan untuk mengungkap kasus perdagangan ilegal tersebut. Tercatat sebanyak 500 laporan telah diterima oleh Wildlife Conservation Society secara nasional dari tahun 2003-2017 terkait perdagangan satwa liar.
“Generasi muda sebagai pengguna sosial media juga bisa membantu melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila melihat perdagangan satwa liar di dunia maya,” ujarnya.
Selanjutnya, Rusdiyan menekankan bahwa perdagangan satwa liar benar-benar harus dihentikan. Selain untuk menjaga keseimbangan rantai makanan di alam, perdagangan tumbuhan dan satwa liar ilegal ini juga menimbulkan kerugian yang besar terhadap negara hingga 9 triliun rupiah. “Perdagangan satwa liar menduduki peringkat ke-3 di dunia setelah narkoba dan perdagangan manusia,” imbuhnya.
Rusdiyan juga memaparkan data tentang tindak kejahatan perdagangan satwa liar yang terjadi di Indonesia. Katanya, sebanyak 8 ton gading gajah beredar dalam 10 tahun terakhir di Indonesia. “Dapatkah saudara bayangkan berapa ekor gajah yang telah dibunuh untuk menghasilkan gading sebanyak itu?” ungkapnya, miris.
Selain itu, lebih dari 100 orang utan diseludupkan setiap tahun ke luar negeri; lebih dari 2000 ekor kukang diperjualbelikan dan diseludupkan dalam setahun; 2000 ekor trenggiling di jual ke luar negeri setiap tahun; dan 1 juta butir telur penyu diperdagangkan setiap tahun, sehingga menghilangkan kesempatan 10 ribu ekor penyu tumbuh dewasa (dari 100 butir telur yang menetas, hanya 1 ekor penyu yang dapat tumbuh hingga dewasa).
“Semua itu dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar yang digunakan sebagai obat tradisional, satwa peliharaan, ataupun perhiasan,” terangnya.
Tumbuhan dan Satwa liar yang dilindungi tidak boleh dijadikan sebagai hewan peliharaan. Jika ada yang berdalih sudah mendapatkan izin untuk memelihara hewan tersebut, Rusdiyan menyatakan bahwa hal itu tidak benar.
Apabila ditemukan kasus perdagangan tumbuhan atau satwa liar yang dilindungi di dunia maya, Ia mengimbau generasi muda untuk melaporkan tindak kejahatan tersebut kepada pihak berwajib.
Laporan juga dapat disampaikan ke fanspage “BKSDA Sumatera Barat” di Facebook dengan cara mengirimkan screen capture perdagangan ilegal tersebut. “Kami siap berkomitmen memerangi hingga ke akar-akarnya. Mari kita hentikan perdagangan satwa liar di Sumbar,” tegasnya.
Wulan Inayah Novrianto Putri selaku peserta juga menyatakan komitmennya untuk memerangi perdagangan satwa liar. Setelah mengikuti kampanye ini, ia bertekad terlibat untuk memerangi tindak kejahatan tersebut. “Kita sebagai generasi muda harus ikut membantu menjaga satwa liar,” tutupnya.