Padang, Padangkita.com - Selama ini masyarakat Indonesia begitu kenal dan dekat dengan Kelapa Sawit. Bahkan, tak jarang akibat perkebunan sawit konflik sosial di tengah-tengah masyarakat terjadi, baik itu antar masyarakat ataupun dengan perusahaan.
Meskipun demikian, kehadiran Kelapa Sawit juga memberikan dampak positif, salah satunya adanya minyak sawit merah alami atau yang dikenal dengan istilah Virgin Red Palm Oil (VRO).
Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) Darmono Taniwiryono menjelaskan, VRO bahan dasar makanan sehari-hari masyarakat Afrika. Bahkan di Afrika Barat, VRO dijual di pasar tradisional sebagai kelompok bumbu-bumbu memasak.
Namun, ia sangat menyayangkan, Indonesia sebagai salah satu gudangnya sawit, VRO malah sulit ditemukan.
Dalam kegiatan Fellowship Journalist Batch II, Kamis (22/10/2020), Darmono juga mempraktekkan langsung mengonsumsi VRO.
"Saya akan menunjukkan ini aman untuk dikonsumsi," ujarnya kepada peserta.
Saat itu, Darmono meletakkan satu sendok minyak sawit di sebuah poci. Setelah beberapa saat, minyak sawit merah di dalam poci itu pun mencair.
Dengan santai, Darmono lalu meneguknya. "Ini enak sekali," ucapnya.
Tidak hanya itu, saat mengonsumsi VRO itu, Darmono juga menceritakan pengalamannya selama tinggal di Brazil pada tahun 80-an.
Di sana, dia sering mengonsumsi Moqueca, Sup Seafood Brazil yang dibuat dengan ikan dan udang. "Kuahnya merah karena menggunakan minyak sawit merah alami. Dan itu lezatnya bukan main," katanya.
Mendengar pengalaman Darmono itu, sejumlah peserta juga berkeinginan untuk mencobanya, termasuk saya. Namun, untuk wilayah Sumatra Barat (Sumbar) VRO itu sangat sulit untuk ditemukan.
Seorang warga Kota Padang, Azizah juga mengatakan hal yang sama. Dia juga juga belum pernah menikmati Minyak Sawit Merah Alami sepanjang hidupnya.
Menurut Aziah, sejak kecil orang tuanya menggunakan minyak goreng biasa untuk memasak, bukan VRO. Bahkan, hingga ia dewasa juga melakukan hal yang sama.
Tidak hanya itu, Azizah mengaku hingga saat ini juga belum pernah melihat atau tidak mengetahui orang-orang di sekelilingnya memasak dengan minyak sawit merah alami ini.
Hal senada juga disampaikan Khairawati, ia juga merupakan warga Kota Padang, dan mengaku belum pernah mengonsumsi minyak sawit merah alami itu.
"Saya penasaran, saya pernah baca di internet testimoni orang yang pernah mengonsumsinya, bahwa minyak sawit merah alami itu lezat," ujar Khairawati.
Namun, Khairawati juga mengaku sangat sulit untuk mendapatkan minyak sawit merah alami itu di Kota Padang.
Bahkan, ia pernah mencoba mencarinya di salah satu website jual beli online, dia mendapati VRO, tapi harganya sangat mahal, hingga akhirnya ia mengurungkan niat untuk mengonsumsi VRO itu.
"Harganya mahal, saya tidak jadi beli. Saya ibu rumah tangga. Jadi harus pandai-pandai atur pengeluaran," jelasnya.
Sementara itu, Haikal, warga Kota Padang lainnya mengatakan, dia pernah mendapatkan informasi dari temannya bahwa minyak sawit itu tidak sehat untuk dikonsumsi karena bisa mendatangkan kolesterol. "Karena itu, saya tidak mau konsumsi minyak sawit," jelasnya.
Terkait pernyataan Haikal, Darmono menegaskan, bahwa VRO itu sehat untuk dikonsumsi. Sedangkan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) baru tidak sehat dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Dijelaskan Darmono, VRO merupakan produk minyak yang diperoleh dengan pemanasan api kecil pada suhu kurang dari 60 derajat celsius dan tanpa penggunaan bahan kimia.
Minyak sawit merah alami bisa dikonsumsi langsung dan tidak perlu diranifasi. Minyak sawit merah alami ini bahkan sudah dikonsumsi oleh manusia sejak 3.000 sebelum masehi.
Dikatakannya, betakaroten yang terkandung dalam minyak sawit merah alami sangat tinggi dan sudah terlarut dalam lemak. Hal tersebut berbeda dengan wortel dan tomat yang betakarotennya terlarut dalam air.
"Kalau sudah terlarut dalam lemak, itu mudah diserap oleh usus kita," terangnya pula.
Kandungan betakaroten dalam minyak sawit merah alami dari Salmira, produk asli Indonesia, mendekati 1.700 ppm sekitar 3 kali lipat yang terkandung di CPO dari pabrik kelapa sawit. Menurutnya, tidak ada minyak jenis lain yang betakarotennya lebih tinggi dari minyak VRO.
Selain itu, VRO juga mengandung vitamin E yang tinggi, dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Hal tersebut cocok sekali digunakan dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
VRO tidak melalui proses ranifasi sehingga susunan asam lemaknya masih utuh. Kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh di dalam VRO juga seimbang.
Selama ini, ada anggapan masyarakat bahwa asam lemak jenuh itu berbahaya karena mendatangkan kolesterol. Menurut Darmono, itu tidak benar.
"Justru diperlihatkan di banyak penelitian bahwa asam stearat (asam jenuh yang terkandung dalam VRO) itu mampu menurunkan kolesterol jahat dan meningkatkan kolesterol yang baik. Kemudian asam palmitat (asam jenuh yang juga terkandung dalam VRO) memelihara kesehatan paru-paru," ungkapnya.
Asam jenuh tersebut juga terdapat di dalam air susu ibu.
"Sejak lahir kita sudah diberikan asam lemak jenuh yang jumlahnya sangat besar yang terdiri atas 13,5 persen asam miristat, 32,2 persen palmitat, dan 6,9 persen asam stearat. Jadi, setelah 2 tahun semenjak kita lahir, kita wajib konsumsi asam lemak jenuh supaya sehat. Selain itu, VRO juga bebas kolesterol," jelasnya lagi.
Langkanya VRO di Indonesia
Darmono mengakui minyak sawit merah alami atau VRO memang sulit ditemukan di Indonesia. Berdasarkan pengalamannya sendiri sewaktu pulang dari Brazil ke Indonesia pada tahun 80-an, dia kesulitan menemukan VRO. Yang banyak hanya CPO.
Kondisi saat sekarang pun tidak jauh berbeda. Masyarakat pun masih kesulitan mendapatkan VRO untuk dikonsumsi, selain harganya yang mahal.
Padahal, di Afrika Barat tempat di mana sawit itu sendiri berasal, VRO dijual di pasar tradisional bersama dengan bumbu-bumbu dapur lainnya. Masyarakat di sana sudah biasa mengonsumsinya turun temurun sejak ribuan tahun lalu.
Darmono melihat ada faktor sejarah dan budaya mengapa minyak sawit tidak populer dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Menurutnya, sawit dibawa oleh bangsa barat ke Indonesia untuk ditanam di kebun raya dengan tujuan sebagai bahan penelitian. Tujuan akhirnya untuk bahan baku industri.
"Sawit dibawa oleh orang kulit putih ke Indonesia. Tidak ada orang Afrika yang datang ke Indonesia. Sawit dibawa ke Indonesia langsung untuk bahan baku industri. Sehingga apa yang terjadi, kita ketinggalan seratus tahun lebih untuk memanfaatkan nutrisi yang terkandung dalam minyak sawit secara maksimal. Budaya kita mengonsumsi minyak kelapa," jelasnya lagi.
Oleh karena itu, perlu sosialisasi dan promosi agar minyak sawit merah alami atau VRO bisa populer dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. [zfk]