Padangkita.com - Kawasan Danau Maninjau kemarin dikejutkan dengan benda yang menyerupai kendi lonjong. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kemudian memastikan benda tersebut merupakan komponen roket Tiongkok.
“Itu bagian tabung bahan bakar roket RRT Longmach/Chang-Zheng 3 yang digunakan untuk meluncurkan satelit navigasi Beidou M1 pd 13 April 2007,” sebut Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin.
Dia menambahkan, dalam hitungan orbit, LAPAN menangkap objek tersebut memasuki atmosfer Sumbar pukul 09.09 WIB.
Baca Juga:
Benda Jatuh di Maninjau Ternyata Komponen Roket Tiongkok, Ini Penjelasan LAPAN
Astronom Avivah Yamani menyebutkan, benda yang jatuh di Sumbar kemarin tergolong sampah antariksa. Menurutnya, ada ribuan satelit yang mengeliling bumi, dan memiliki keterbatasan masa pakai.
Sehingga satelit-satelit tersebut juga sangat berpotensi melahirkan sampah antariksa yang sewaktu-waktu jatuh ke kolong bumi.
Jika demikian, bagaimana peluang Sumbar ketiban sampah antariksa kedepannya?
Avivah menjelaskan, sebelum Sumatera Barat, pada 30 September tahun lalu sampah angkasa jatuh di Madura. Hal ini menggambarkan, bahwa bumi Indonesia tidak luput dari sampah angkasa.
Dikatakan Avivah, dari perspektif astronomi, sampah antariksa itu termasuk hal yang wajar. Tapi perlu diatur dalam undang-undang.
“Indonesia sudah mulai dengan UU Antariksa ini,” ujarnya.
Menurutnya, jika suatu sampah angkasa yang jatuh di negara mana pun, negara pemiliknya mesti menjadi penanggungjawab. Namun, lanjutnya, mengambil kembali atau tidak tergantung negara bersangkutan.
“Tapi kalau sampah biasanya udah gak dibutuhkan, kecuali misalnya ada penerbangan gagal dan butuh untuk investigasi, nah itu mungkin diambil. Kalau benda jatuh di Maninjau kemarin, nggak diambil mungkin karena satelit yang dibawa sudah ngorbit. dan tugas si roket sudah beres,” jelasnya.
Dia menyebutkan, terlepas dari kewenangan soal sampah antariksa, yang pasti sampah antariksa juga menjadi ancaman serius menyangkut soal keamanan atau dampak jika jatuh ke pemukiman yang bisa memicu korban.
Avivah menilai, Sumbar pun demikian, masih berpeluang ketiban sampah angkasa. “Meski kebanyakan jatuh di laut, tapi ada saja yang bisa jatuh di darat dan di area berpenghuni,” tukasnya.
Sejauh ini, LAPAN masih masih menjadi lembaga terdepan dalam memantau pergerakan satelit, termasuk sampah antariksa. Namun yang pasti tidak bisa menghentikan atau mengubah pergerakan sampah angkasa yang jatuh.
“Sepengetahuanku, kalau ada benda yang melintas di ketinggian 120 km, maka akan terpantau oleh LAPAN,” pungkas Avivah.