Di Ranah Minang, tukang diterjemahkan lebih luas. Bukan sekadar merujuk pada profesi membangun rumah, tapi lebih dari itu, sebagian pekerjaan orang Minang dinamakan tukang.
Sebagian orang Minang akan sangat familiar dengan istilah tukang pakang (penyebutan untuk seorang agen atau perantara), tukang parkir, tukang becak, tukang pelaminan, tukang tagiah (rentenir), tukang angkek (kuli angkat), tukang ota (cakap berkata-kata), tukang uruik (pemijat).
Ada juga sebutan tukang panjek karambia (pemanjat kelapa), tukang apa (pandai besi), tukang sapua (penyepuh), tukang sol (penjahit sepatu), tukang jahit, tukang cuci, tukang sorak (orang yang ahli bersorak), tukang daging, tukang koran.
Secara filosofi, jelasnya, tukang ini menandakan tidak ada orang Minang yang tidak bekerja. Mereka diasumsikan memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Bahkan kalau bermenung saja disebut dengan tukang bamanuang.
Masih banyak lagi kalau dijabarkan. Musabab, hampir semua lini kehidupan orang minang, pengecualian berhubungan dengan dunia cendekia, disebut tukang.
Dosen Sastra Daerah Minangkabau Bahren mengatakan, tukang dalam perspektif Minangkabau merupakan kata polisemi. Artinya satu kata banyak makna.
Berdasarkan defenisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tukang adalah orang yang mempunyai kepandaian dalam suatu pekerjaan tangan (dengan alat atau bahan tertentu).
Menurut Bahren tukang di Minang dipahami seperti halnya bunga. Misalnya ada bunga dahlia, bunga mawar, bunga melati, dan sejenisnya.
Bahren berpendapat, istilah tukang dengan banyak makna paling lazim di Minang. Dia membedakan istilah sama di etnis lain seperti Jawa. Misalnya tukang becak, kalau di Jawa disebut dengan penarik becak.
Secara filosofi, jelasnya, tukang ini menandakan tidak ada orang Minang yang tidak bekerja. Mereka diasumsikan memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Bahkan kalau bermenung saja disebut dengan tukang bamanuang.
Struktur pekerjaan dengan sebutan tukang paling kentara dan epik bisa dilihat dalam manajemen rumah makan padang. Disana untuk profesi koki disebut dengan tukang masak. Lalu untuk mengambil nasi dan samba (lauk pauk) yang berdiri di depan etalase disebut dengan tukang sanduak.
Beralih ke belakang area rumah makan, maka disana secara mobilitas ada namanya tukang air. Ada juga istilah tukang hidang, tukang antaan, dan sebagainya.
Dalam sistem mato yang diterapkan rumah makan padang, dalam strukturnya, semua biasa disebut dengan tukang. Tukang masak menduduki strata nomor dua setelah tukang modal atau induk semang. Selanjutnya, tukang goreng (asisten tukang masak), ketua tukang hidang (tukang sanduak), tukang hitung (mencatat makanan), tukang air – tukang antar (mobilitas), dan terakhir tukang air.
Menariknya, penghasilan di rumah makan yang menerapkan sistem mato berbasis kepandaian alias sebagai tukang.
Di luar tukang, orang Minang untuk menyebut mereka yang bekerja di ranah intelektual menyebut dengan istilah guru.
“Baretong dalam sistem mato artinya seluruh modal dikeluarkan, labanya kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang disepakati. Tukang masak termasuk paling banyak dapat persentase,” ujar tukang masak Restoran Selamat Ali Basyar.
Ali mengaku sudah 40 tahun bekerja sebagai tukang masak di Restoran Selamat. Selama bergelut di dapur, dia ditemani oleh tukang goreng, tukang giling cabe, tukang kukur kelapa, dan lainnya.
Dalam struktur rumah makan padang, jenjang karir juga berjalan dengan nama-nama tukang. Pada akhirnya, tukang masak merupakan capaian karir paling tinggi.
“Saya sudah berusia 77 tahun, tapi yang jelas sudah ada yang bisa menggantikan saya sebagai tukang masak. Dia hari tidak masuk,” kata Ali, beberapa waktu lalu.
Di luar tukang, orang Minang untuk menyebut mereka yang bekerja di ranah intelektual menyebut dengan istilah guru. Ada guru sekolah, guru mengaji, dan sebagainya.