Jakarta, Padangkita.com - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI menerima pengaduan dari 1.233 eks karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), tentang pesangon dan pensiun yang belum dibayarkan sejak Februari 2014. Diketahui, pemerintah memutuskan Merpati mengikuti program restrukturisasi/revitalisasi di bawah PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
"Harapannya pengaduan dari Paguyuban Pegawai/Pilot Eks Merpati (PPEM) ini dapat diselesaikan oleh BAP DPD RI dan hak mantan karyawan Merpati Airlines dapat diakomodir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi rasa keadilan," kata Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno dalam keterangan tertulis, Rabu (17/11/2021).
Dalam audiensi yang digelar secara virtual dengan PPEM tersebut diperoleh informasi bahwa 1.233 eks karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) masih menantikan pesangon dan hak pensiunan. Hak tersebut belum dibayarkan sejak Februari 2014.
Harapannya pesangon dan pensiun dapat dimanfaatkan untuk masa tua dan memenuhi kebutuhan keluarga, terutama di masa pandemi Covid-19.
Permasalahan yang diadukuan antara lain pesangon PHK yang belum dibayarkan, hak dana pensiun yang belum dibayarkan, tidak jelasnya penyelesaian utang PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan Anak Usaha Dapen MNA dan iuran peserta yang tidak dibayarkan MNA ke Dapen MNA.
“Pada rapat audiensi kali ini, selain untuk memperoleh informasi dan data yang komprehensif, juga untuk mengetahui lebih lanjut terkait progres atau perkembangan terkini atas permasalahan serta kendala yang dihadapi oleh mantan karyawan Merpati Airlines (Persero)," sebut senator dari Jawa Tengah itu.
Pada kesempatan tersebut, juru bicara dari PPEM, Ery Wardhana mengharapkan tim likuidasi yang akan dibentuk oleh pemerintah harus melibatkan perwakilan dari PPEM dan penjualan asset, serta hasilnya nanti dapat dibagikan sesuai dengan porsinya.
"Kami mengharapkan DPD RI dapat menindaklanjuti dengan memanggil Kementerian BUMN untuk mengakomodasi permasalahan ini dan memfasilitasi serta menyelesaikan permasalahan pegawai eks merpati," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah Abdul Rachman Thaha menyatakan bahwa apa yang disampaikan pegawai eks Merpati seharusnya manjadi perhatian dari pemerintah khususnya Kementerian BUMN.
“Pemerintah seharusnya memperhatikan, saya setuju untuk memanggil Kementerian BUMN dan PT Merpati pada rapat lebih lanjut nanti,” lanjut dia.
Seperti diketahui, anggota PPEM sudah tidak menerima gaji mulai Desember 2013. Kemudian pada tahun 2016, pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menetapkan program restrukturisasi karyawan berupa PHK massal, dengan pembayaran pesangon dicicil dalam 2 tahap.
Cicilan pesangon tahap I dibayarkan sebesar 50 persen, sedangkan cicilan pesangon tahap II diterbitkan menjadi Surat Pengakuan Utang (SPU) yang janjinya akan dilunasi pada Desember 2018. Tetapi hingga saat ini pembayaran cicilan pesangon Tahap II tersebut tidak juga dilakukan.
Baca juga: Khawatir Banjir Seperti Sintang Terjadi di Seluruh Indonesia, Sultan Usul UU Omnibus Perubahan Iklim
Rapat dengar pendapat kali ini menghasilkan kesimpulan, BAP DPD RI akan berupaya memediasi permasalahan ini dengan mengundang RDP Kementerian BUMN dan PT. Merpati Nusantara Airlines untuk mendapatkan penjelasan atas permasalahan pembayaran pesangon PHK dan hak dana pensiun. [jal/pkt]