Tantangan dan Peluang Pariwisata Sumatera Barat

Tantangan dan Peluang Pariwisata Sumatera Barat

Dr. Israr Iskandar, Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand). [Foto: Dok.Pribadi]

SUMATERA BARAT (Sumbar) merupakan salah satu daerah yang kaya dengan potensi pariwisata yang dapat menjadi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat. Selain keindahan alam (di laut dan darat), daerah ini memiliki kekayaan budaya dan sejarah yang kontekstual dengan dunia pariwisata.

Di masa Orde Baru, Sumatera Barat masuk 10 daerah tujuan wisata (DTW). Di Bukittinggi atau Maninjau, misalnya, kita dengan mudah menjumpai cukup banyak bule lalu lalang dan tidak jarang didampingi para pemandu lokal.

Namun, sejak era reformasi dan otonomi, pariwisata Sumatera Barat terasa mengalami degradasi. Di Maninjau, ekonomi berbasis turisme seperti sengaja "dimatikan". Masyarakat dan pemerintah lokal seolah lebih memilih melakukan budi daya ikan menggunakan keramba jala apung, walaupun kegiatan ekonomi ini dianggap telah merusak ekosistem danau.

Sejak era reformasi bertumbuh tempat-tempat wisata baru, sekalipun tempat-tempat wisata lama juga kurang berkembang. Objek wisata baru itu antara lain Pantai Mandeh, Nagari Tuo Pariangan, Pantai Carocok, Danau Kembar (Alahan Panjang), Kapalo Banda (Taram), Silokek (Sijunjung), dan beberapa lainnya.

Namun, dalam perkembangannya, sebagaimana juga pada tempat-tempat wisata lama (seperti Harau, Bukittinggi, Istano Basa Pagaruyung, Pantai Air Manis), objek-objek wisata baru itu juga mengandung sejumlah kelemahan dan kekurangan. Perihal ketertiban dan kebersihan menjadi masalah klasik yang kurang tertangani dengan baik. Persoalan ini bertali-temali dengan perilaku sosial yang dianggap masih belum mendukung pemajuan sektor ekonomi pariwisata.

Kondisi Jembatan Kelok Sembilan di Limapuluh Kota merupakan contoh nyata yang mengabarkan "penyakit" dalam sektor pariwisata Sumatera Barat belakangan ini. Sejatinya Kelok Sembilan adalah infrastruktur jalan dan jembatan layang, bukan objek wisata! Namun sejak pembukaannya di awal 2000-an, flyover yang dibangun di atas lembah dan lereng Bukit Barisan yang indah itu bersalin rupa menjadi "destinasi wisata".

Tidak hanya orang ramai, infrastruktur kebanggaan Sumatera Barat itu juga dipenuhi pedagang makanan di kedua sisinya. Bahkan cukup banyak kendaraan juga, bahkan sejenis truk dan bus, parkir di sepanjang jembatan. Keadaan yang mengandung bahaya ini sudah berlangsung bertahun-tahun.

Paradoks lain bisa dilihat dari kawasan Lembah Anai di Tanah Datar. Sudah lama terjadi pembiaran terhadap menjamurnya tempat-tempat pemandian umum (waterboom), restoran, kafe dan rumah makan di kawasan ini. Salah satu bagian kecil kawasan ini di masa kolonial Belanda memang menjadi rest area bagi musafir dari wilayah pesisir ke darek (dataran tinggi) dan sebaliknya.

Namun dalam beberapa tahun belakangan, terutama sejak era otonomi, kawasan hutan lindung itu berubah menjadi tempat keramaian, karena bermunculannya sejumlah waterboom, kafe, restoran dan rumah makan. Beberapa bulan lalu, kawasan ini diterjang banjir bandang yang merusak jalan raya dan menghantam hampir semua waterboom, sejumlah kafe, restoran dan warung makanan lainnya.

Sebenarnya hampir semua yang disebut "objek wisata", terutama yang tergolong baru, tumbuh tanpa pengendalian yang baik terhadap sektor-sektor ekonomi ikutannya. Pedagang-pedagang yang hadir dan muncul di lokasi wisata tumbuh tanpa pengaturan yang baik, sehingga terkesan "liar," "tidak tertib," "tidak rapi" dan seterusnya.

Alih-alih menunjang perkembangan objek wisata, corak kemunculan pedagang-pedagang, warung-warung dan pernak-pernik ekonomi kerakyatan dimaksud justru merusak atau mengurangi keindahan alam yang ada.

Persoalan seperti ini terlihat, misalnya, di kawasan wisata Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan. Melejitnya Mandeh sebagai destinasi baru tak terlepas pembukaan jalan cukup lebar yang menghubungkan Bungus Padang dengan Tarusan melewati banyak bagian di pinggir pantai, termasuk di antaranya dinding terjal Bukit Barisan yang menghadap ke samudera dan penuh dengan hutan rimba.

Namun, ketika jalan itu selesai dan kawasan Mandeh mulai ramai dikunjungi, warung-warung pedagang, bahkan sebagian hanya dalam wujud "warung terpal", pun bermunculan di pinggir jalan baru yang dibangun pada awal pemerintahan Presiden Jokowi tersebut.

Tidak hanya objek wisata alam, objek wisata budaya juga seperti itu. Namun masalah pokok lain yang membuat wisata daerah ini stagnan bahkan mundur adalah masalah infrastruktur dan sikap mental masyarakat. Sampai sekarang, untuk objek wisata, di daerah ini masih banyak unsur ketidakpastiannya, terutama menyangkut tarif atau harga-harga, seperti parkir, transportasi tertentu, makanan dan lainnya.

Di balik tantangan, wisata Sumatera Barat tentu tetap punya peluang cukup besar. Pembangunan infrastruktur (jalan) yang cukup pesat di kawasan Sumatera belakangan ini, termasuk di provinsi-provinsi tetangga terdekat, menjadi kans bagus untuk menggenjot (kembali) pariwisata wisata dan ekonomi masyarakat Sumatera Barat.

Dibukanya jalan tol dari Pekanbaru ke XIII Koto Kampar (perbatasan Riau-Sumatera Barat) menjadi peluang bagi pengembangan lanjut wisata di Ranah Minang, sekalipun infrastruktur di wilayah Sumatera Barat sendiri dianggap kurang berkembang.

Tentu saja, kalau pariwisata Sumatera Barat ingin lebih maju lagi dan menangkap peluang ekonomi lebih maksimal, apa yang disebut sikap mental masyarakat yang akomodatif dengan tuntutan ekonomi pariwisata harus benar-benar dibenahi.

Baca juga: Mahyeldi: Manfaatkan Keunikan Tiap Nagari Datangkan Wisatawan dan Buka Peluang Usaha

Masalah ini tidak hanya menjadi fokus kerja pemerintahan lokal (terutama sebagai hasil-hasil pilkada November ini), tetapi juga masyarakat, lewat tokoh-tokoh informal untuk terus beradaptasi dengan ekonomi (jasa) pariwisata yang maju tanpa harus mengorbankan nilai-nilai lokalitas sendiri.

Penulis: Dr. Israr Iskandar, dosen FIB Universitas Andalas (Unand)

Baca Juga

Agam dan Pasaman Masuk Daftar Daerah Tingkat Kerawanan Tinggi di Pilkada Serentak 2024
Agam dan Pasaman Masuk Daftar Daerah Tingkat Kerawanan Tinggi di Pilkada Serentak 2024
Andre Rosiade Resmikan Penyalaan Listrik Rumah Warga Air Dingin Kabupaten Solok
Andre Rosiade Resmikan Penyalaan Listrik Rumah Warga Air Dingin Kabupaten Solok
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Serius Ingin Ikut Biayai Flyover Sitinjau Lauik, Ini Pengalaman Bank Nagari di Proyek-proyek Besar
Serius Ingin Ikut Biayai Flyover Sitinjau Lauik, Ini Pengalaman Bank Nagari di Proyek-proyek Besar
Pemprov Upayakan Perbaikan Jalan Balingka – Padang Lua Menggunakan Anggaran Pusat
Pemprov Upayakan Perbaikan Jalan Balingka – Padang Lua Menggunakan Anggaran Pusat
Piala Soeratin U-17 Sumbar di Pariaman Dimulai, Diharapkan Muncul Bintang Baru Sepak Bola
Piala Soeratin U-17 Sumbar di Pariaman Dimulai, Diharapkan Muncul Bintang Baru Sepak Bola