"Yang jelas program kami adalah untuk pertanian, peternakan, mudah-mudahan ini bisa jadi solusi, kami berharap pemprov satu irisan visi-misinya tetap dilaksanakan di provinsi, ada juga program menggratiskan pendidikan, masalah kesehatan, mudah-mudahan ini bisa jadi jalan keluarnya di Solok Selatan," katanya.
Longsor Itu Bukan Bencana Alam
Khairunas mengatakan, peristiwa yang menewaskan delapan penambang emas ilegal di SBH bukan termasuk bencana alam berdasarkan hasil diskusi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Karena itu, kata Khairunas, pemerintah tidak menjadikan peristiwa tersebut masuk ke dalam kategori tanggap darurat.
"Makanya bantuan hanya dari Baznas, pemerintah tidak bisa menerapkan tanggap darurat, tapi Pemerintah Daerah (Pemda) akan memberikan bantuan terhadap para korban terdampak. Sampai hari, ini belum ada batasan pencarian, yang jelas masih berlanjut, targetnya ketemu yang hilang satu itu," ucapnya.
Pencarian Korban Masih Berlanjut, Pecahkan Batu dengan Ekskavator Milik Penambang
Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik (Kabid KL) BPBD Kabupaten Solsel, Inroni Muharamsyah mengatakan, untuk mencari para penambang yang terjebak longsor, pihaknya menggunakan ekskavator milik para penambang.
"Kondisi di lokasi banyak batu besar yang sulit dipindahkan, makanya kami gunakan dua alat (ekskavator) untuk memecah batu dan menggali tanah, kami manfaatkan ekskavator yang biasa digunakan penambang di lokasi tambang," ujar Inroni.
Menurut Inroni, pihak keluarga menyampaikan harapan kepada petugas pencarian gabungan untuk segera menemukan korban meskipun terkendala akses menuju lokasi kejadian dan hadangan batu besar.
"Korban yang kami cari bernama Salman, korban yang terakhir tertimbunnya longsor. Keluarga menyampaikan pertolongan agar korban bisa ditemukan. Kesulitan kami dalam evakuasi adalah jarak yang jauh, dua jam ditempuh mobil, lebih kurang tiga hingga lima jam jalan kaki, delapan jam akses ke lokasi. Kondisi di lokasi banyak batu besar yang sulit dipindahkan," jelasnya.