Padangkita.com - Tak dapat dipungkiri, wilayah Sumatra Barat (Sumbar) berada di atas patahan lempeng dan zona subduksi Megathrust Mentawai. Akibatnya, wilayah Sumbar juga daerah yang berada di pantai barat Sumatra sangat “akrab” dengan gempa.
Tak pelak, hal ini pula yang memunculkan banyak prediksi dan analisa. Menyusul gempa tiga hari berturut-turut yang mengguncang wilayah Sumbar, menyebar informasi tentang analisa ahli tentang gempa dahsyat diikuti tsunami yang bakal terjadi. Benarkah?
Berikut wawancara Padangkita.com dengan Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang, Mamuri melalui sambungan telepon, Rabu (25/11/2020) siang.
Ada informasi dari ahli soal gempa besar hingga magnitudo 8,9 dan memicu tsunami hingga 10 meter yang bakal terjadi di patahan Megathrust Mentawai. Bagaimana Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyikapi?
Sebetulnya, bagi yang mengikuti, ini bukan isu baru. Setiap ada gempa berturut-turut, isu itu akan kembali muncul. Begitu terus. Isu ini kembali muncul, kan karena ada gempa berturut-turut yang dirasakan, tanggal 17, 18 dan 19 November. Dari catatan kami dalam sehari memang ada 1 sampai 3 kali gempa, tapi tidak dirasakan. Nah, soal ini sebetulnya kita seharusnya bersyukur.
Kenapa bersyukur, maksudnya?
Gempa-gempa itu hal yang wajar. Mudah-mudahan, gempa yang berturut-turut dan sering terjadi itu dapat mengurangi energi besar di Megathrust tersebut. Kita bersyukur, gempa tiga hari lalu itu cuma dirasakan, tidak sampai merusak.
Jadi, sebetulnya gempa besar dan memicu tsunami itu memang bakal terjadi?
Potensi itu memang ada. Itu skenario terburuk. Itu kalau energinya dilepaskan dalam sekali gempa sekaligus. Namun, apakah energi itu tidak berkurang dengan gempa-gempa yang terjadi sebelumnya? Kita berharap, gempa-gempa yang terjadi selama ini mengurangi energi besar itu.
Namun, ada juga yang menyebut gempa-gempa “kecil” justru sebagai pertanda atau bisa memicu gempa yang lebih besar.
Iya, bisa juga. Namun, dari catatan kami, sebetulnya gempa tiga hari berturut-turut itu tidak terjadi pada subduksi Megathrust. Dari catatan kami, gempa yang paling kuat magnitudo 6,3, berada pada penyesaran lempeng Indo-Australia di Samudra Hindia. Sementara dua gempa lagi yang dirasakan, berada di ujung subduksi.
Apa yang dilakukan BMKG menyikapi munculnya isu gempa besar dan tsunami ini?
Sebetulnya, kami juga telah melakukan simulasi. Dengan gempa magnitudo 8,9 itu memicu terjadinya tsunami dengan ketinggian 8-10 meter di wilayah pantai barat Sumatra, terutama di Kota Padang dan beberapa wilayah lain. Sampai ke daratan tentu ketinggian dan kekuatan tsunami makin berkurang. Tsunami ini terjadi sekitar 20-30 menit setelah gempa besar. Namun ingat, ini tujuannya untuk mitigasi. Sekali lagi untuk mitigasi, tidak untuk membuat resah apalagi kepanikan.
Maksudnya tidak membuat resah bagaimana?
Begini, potensi (gempa besar dan tsunami itu) memang ada. Namun, banyak sekali catatannya. Gempa besar itu terjadi kalau energi dilepaskan sekaligus. Nah, gempa-gempa sebelum ini, kan bisa mengurangi energi. Lalu, ini yang paling penting dipahami, bahwa hingga sekarang tidak ada seorang pun atau teknologi yang bisa memprediksi kapan pastinya gempa, tsunami, dan kekuatannya. Artinya, semua ini adalah analisa yang diolah dari data-data. Tidak bisa dipastikan.
Soal peralatan "warning system" gempa kita bagaimana?
Soal peralatan, terus kita tambah. Baru-baru ini, kita juga baru memasang 14 alat WRS (Warning Receiver System). Sejauh ini sudah dipasang 275 peralatan WRS. Tahun 2020 ini ditambah lagi di 315 alat terbaru.
Ada informasi, alat deteksi tsunami berupa "buoy" di laut banyak yang hilang, sekarang bagaimana?
Masih ada. Cuma, pengadaan dan pengelolaannya kan di bawah BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). BMKG bertugas menerima dan mengolah datanya. Namun, kita berharap, masyarakat kita, terutama yang beraktivitas di laut ikut menjaga alat-alat ini.
Baru-baru ini juga ada gempa magnitudo 3,3 di Bukittinggi, ada kaitannya dengan Megathrust?
Tidak! Itu gempa darat pada sesar Sianok, yang memanjang ke Singkarak dan Danau Kembar. Dari catatan kami, gempa ini juga tidak memicu gempa vulkanik. Tidak ada gempa di Gunung Merapi, Singgalang dan gunung lainnya.
Apa yang harus dilakukan masyarakat menyikapi isu-isu gempa dan tsunami ini?
Upaya-upaya mitigasi perlu. Namun, sekali lagi, tidak perlu resah apalagi panik. Tidak ada yang bisa memastikan kapan gempa dan berapa besarnya. [ori/pkt]