Si Jek Tukang Cukur

Si Jek Tukang Cukur

Montosori, wartawan tinggal di Padang. [Foto: Dok. Padangkita]

SAAT mengerjakan tulisan ini, saya tengah diliputi perasaan kurang ‘pede’ dengan penampilan saya. Soalnya, rambut yang sudah mulai menipis sejalan dengan usia yang tak bisa dilawan, ditambah pula panjangnya sudah melebihi ‘toleransi’.

Ya, saya dianugerahi rambut tipis, halus dan lurus. Dulu, waktu masih ‘muda matah’ aman-aman saja kalau memanjang. Namun sekarang, makin panjang makin banyak yang rontok. Jatuh satu-satu saat mandi atau saat berkeringat.

Bagi laki-laki usia 40-an yang punya rambut seperti yang tumbuh di kepala saya, pasti mengalami bagaimana merasa tidak nyaman ketika rambut basah. Menempel ke kulit kepala. Rambut seperti tidak ada…

Satu lagi, soal yang biasanya dialami laki-laki yang berambut lurus, halus dan tipis, ialah ketika bercukur. Tak bisa sembarangan! Mahal atau murahnya tempat bercukur, salon dan barbershop — atau apalah namanya — bukan jaminan cocok dan membuat nyaman.

Apalagi tukang cukur sekarang lebih banyak mengandalkan mesin cukur rambut daripada gunting. Jangan coba-coba, jika tak mau terus memakai topi waktu keluar rumah. Setidaknya begitu pengalaman saya!

Baca juga: Wali Kota Padang Cukur Gundul Rambutnya untuk Semangati Anak Penderita Kanker

Nah, berbicara soal tukang cukur, saya punya satu langganan di Padang. Namanya Jek. Dia asli dari Kabupaten Solok. Saya masih ingat betul, kenapa saya percaya pada dia. Waktu pertama kali datang ke tempat dia atas saran kawan, saya langsung terkesan dengan penjelasannya menjawab pertanyaan tentang bagaimana dia akan memotong rambut saya.

“Kalau rambut seperti ini, hasil cukurnya nanti seperti tidak bercukur,” jawab Jek. Singkat dan jelas. Saya langsung bilang, “Gas Jek!” Kini, sudah lebih 10 tahun, Jek menjadi langgaran saya cukur rambut.

Si Jek ini menjalankan usaha pangkasnya di kios kecil di pinggir sungai jalan Banjir Kanal Andalas. Biasanya, kalau saya ingin bercukur, saya telepon dia dulu. Memastikan dia kerja hari itu. Soalnya, dia sering pulang kampung ke Solok.

Dua hari lalu, saya menghubungi dia lagi. Bertanya, apakah dia masuk ‘kantor’ atau sedang di kampung. Dan, benar saja, ia mengaku baru saja kembali dari kampungnya. Kini dia sudah di Padang lagi. Saya senang!

Namun, dia langsung buru-buru menyergah minta maaf, karena belum bisa buka ‘kantor’. Soalnya, ia harus menjalani pemulihan.

Pemulihan? Ya, rupanya dalam perjalanan dengan sepeda motor dari Solok menuju Kota Padang, ia mengalami kecelakaan di Sitinjau Lauik. Menurut dia, kondisinya tidak parah benar. Makanya dia tidak ke rumah sakit. Jek lebih memilih menggunakan jasa tukang urut.

Sebab, kata dia, hanya kakinya saja yang butuh pengobatan. Waktu kecelakaan kakinya terlipat dan terkilir. Setelah diurut, kaki Jek masih belum nyaman dibawa berjalan dan berdiri lama.  

“Paling empat atau lima hari lah (pemulihan),” kata Jek meyakinkan saya lewat telepon. Saya tak punya pilihan. Kecuali menunggu dan mendoakan Jek cepat pulih, dan bisa mencukur rambut lagi.

Sejak pulang kampung dan kecelakaan, praktis tak ada pemasukan Jek dan keluarganya. Stop sama sekali. Dia pernah bercerita, soal ekonomi keluarganya memang hanya mengandalakan usaha pangkasnya yang di pinggir sungai itu. Buat makan dan kebutuhan sehari-hari, uang sekolah anaknya, termasuk mencicil rumah kecilnya yang baru dia beli.

Dari kisah Jek, saya kemudian mencoba berimajinasi sembari melihat fakta perstiwa yang berseliweran di media sosial. Hampir tiap hari terjadi kecelakaan di Sitinjau Lauik. Truk dan bus rem blong kecelakaan beruntun melantak banyak kendaraan. Ada pula yang terjun ke jurang. Lalu, tak sedikit pula yang ‘terjilapak’ bersama motornya karena jalan licin.

Jalur Sitinjau Lauik merupakan jalan utama dari dan menuju Kota Padang, dari arah timur Sumatera Barat (Sumbar) hingga ujung Sumatera – Lampung – Pulau Jawa. Jalan dengan turunan dan tanjakan ekstrem ini, telah lama populer sebagai jalur ‘maut’.

Kini, bukan berkurang bebannya, tetapi justru makin bertambah berkali lipat jumlah kendaraan yang melewati Sitinjau Lauik. Tentu saja mereka yang lewat Sitinjau Lauik ini bukan sedang ingin ‘menikmati’ sensasi ‘menantang maut’. Namun, memang tak ada pilihan lain!

Hingga kini, jalan yang hancur diterjang galodo di Lembah Anai masih diperbaiki dan belum dibuka. Padahal jalan inilah yang menjadi jalur utama Padang – Padang Panjang – Bukittinggi hingga ke Pekanbaru, Riau. Jalur Malalak yang menjadi alternatif pun tak mampu menampung kendaraan-kendaraan besar. Beberapa kali kecelakaan juga terjadi di jalur yang tak kalah ‘maut’ ini.

Saya kemudian membayangkan, betapa banyak yang bernasib seperti si Jek, mengalami kecelakaan.

Mungkin saja memang tak mengalami kecelakaan, tetapi mereka tak ada pemasukan, atau pemasukan jadi sangat terganggu karena jalan yang belum juga beres. Ada si Jek yang sopir truk, si Jek pedagang beras, cabai, kol, telur dan ayam. Kemudian, si Jek yang pegawai, hingga si Jek yang pengusaha.

Menurut saya, pasti banyak ekonominya yang terganggu.

Baca juga: Progres Flyover Sitinjau Lauik, Andre Rosiade: Paling Lambat Grounbreaking November 2024

Jalan di Sitinjau Lauik telah lama dimaklumi sebagai jalur maut. Tak layak dilalui! Tak aman dilewati! Dari pejabat daerah hingga pejabat pusat sudah sepakat dengan penilaian ini.

Mereka juga sudah setuju perlu segera dibangun jalur baru yang disebut dengan flyover atau jalan layang. Flyover ini akan membuat jalur Sitinjau Lauik relatif lebih aman dilalui. Mirip dengan Kelok Sembilan yang rancak itu.

Cuma, hingga kini belum jelas kelanjutan rencana pembangunan jalan yang akan meliuk-liuk itu. Padahal beberapa bulan lalu, kata mereka sudah masuk tahap lelang proyek yang bernilai Rp2,8 triliun.

Lalu, apa harapan kita lagi soal jalan ini? Oya, ada jalan tol. Hampir beres yang Padang – Sicincin sepanjang 36,6 km. Katanya, akan terus belanjut ke Bukittinggi – Payakumbuh hingga Pangkalan perbatasan Riau. Ada pula nanti tol dari Dharmasraya ke Rengat, Riau. Mantap benar…

Tapi kapan?

Ups, sudahlah Jek. Tak perlu kita yang menjawab. Sakit pula kepala kita, makin rontok rambut. Cepat saja lah sembuh. Tolong cukur. Lalu, kita bicara soal penumbuh rambut dan sampo apa saja yang perusahaannya tidak ada hubungan dengan Israel!

Penulis: Montosori, Wartawan tinggal di Padang

Baca Juga

Kota Padang Raih Prestasi Tinggi dalam Evaluasi Kinerja Triwulan II
Kota Padang Raih Prestasi Tinggi dalam Evaluasi Kinerja Triwulan II
Hutama Karya Resmi Mulai Konstruksi JTTS Tahap II, Ini Daftar Proyek Jalan Tol yang Dibangun
Hutama Karya Resmi Mulai Konstruksi JTTS Tahap II, Ini Daftar Proyek Jalan Tol yang Dibangun
Pemko Padang Percantik Pasar Tradisional, Tingkatkan Ekonomi Masyarakat
Pemko Padang Percantik Pasar Tradisional, Tingkatkan Ekonomi Masyarakat
Tari Payung Anak Down Syndrome Meriahkan HUT Korpri ke-53 Kota Padang
Tari Payung Anak Down Syndrome Meriahkan HUT Korpri ke-53 Kota Padang
Damkar Kota Padang Padamkan Kebakaran Mobil di Simpang Khatib Sulaiman
Damkar Kota Padang Padamkan Kebakaran Mobil di Simpang Khatib Sulaiman
Agam dan Pasaman Masuk Daftar Daerah Tingkat Kerawanan Tinggi di Pilkada Serentak 2024
Agam dan Pasaman Masuk Daftar Daerah Tingkat Kerawanan Tinggi di Pilkada Serentak 2024