Padang, Padangkita.com - Kebakaran hutan di Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) relatif kecil dibanding dengan provinsi lain di Indonesia. Namun, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, upaya pencegahan sedini mungkin tetap harus dikedepankan.
Demikian disampaikan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno selaku keynote speaker pada Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Provinsi Sumbar Tahun 2020 di Padang, Rabu (2/12/2020).
“Dari lahan yang ada di Sumbar, 56 persen merupakan hutan. Artinya, kita mayoritas hutan, yakni seluas 2,3 juta hektare. Kemudian 800 ribu hektare kewenangan pusat berupa hutan konservasi, hutan lindung, dan sebagainya,” jelasnya.
Sisanya, lanjut Gubernur, dipersiapkan sebagai kawasan hutan sosial dan hutan kemasyarakatan seluas 500 ribu hectare, di mana 230 ribu hektare telah memiliki keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dikelola oleh masyarakat.
“Seratus persen dari 230 ribu hektare itu dikelola oleh masyarakat, tidak ada sedikit pun kebakaran,” kata Irwan.
Bahkan, dia optimistis, jika 500 ribu hektare usulan tersebut disetujui oleh menteri, peran polisi hutan ataupun proses penegakan hukum akan sangat berkurang.
“Ini karena masyarakat langsung jadi polisinya, pengawas, sekaligus pengelolanya,” ucapnya.
Pada rakor yang mengusung tema “Mencegah Lebih Baik dari pada Memadamkan ini”, Irwan juga menyinggung tentang kearifan lokal masyarakat Minangkabau yang menjadi kekuatan tersendiri dalam menjaga kelestarian hutan.
Baca juga: Agar Setiap Rupiah Uang Negara Bermanfaat, Pemprov Sumbar dan BPKP Tanda Tangani MoU
“Banyak adat kita yang dituangkan dalam falsafah, petatah-petitih, dam pantun, bagaimana orang Minang menyatu dengan hutan, menyatu dengan alam, ini budaya kita,” sebutnya.
Di samping itu, pada kawasan hutan, terdapat nagari dan desa yang sebagian besar berbatasan dengan rumah penduduk yang tentunya bernilai ekonomi dan sosial.
Selanjutnya, Irwan meminta kepada seluruh pelaku industri di kawasan hutan agar cepat tanggap jika menemukan “hot spot” atau titik api.
“Kita ingatkan kepada pengusaha, jangan ambil manfaat saja, jangan cari untung saja, tapi lupa kepada dampak lingkungan, medis, kemanusiaan, dampak ekonomi dan lainnya. Jangan lagi membakar lahan, kalau masih izinnya kita cabut,” tegasnya.
Seperti diketahui, dampak kebakaran hutan tidak hanya pada kesehatan masyarakat berupa infeksi saluran pernapasan atau Ispa. Namun juga dapat menghentikan berbagai aktivitas, baik aktivitas pendidikan, bisnis, dan sebagainya.
“Jika ada sedikit saja titik api, tuntaskan dengan segera. Tidak ada cara lain, lebih baik mencegah daripada memadamkan, biayanya begitu besar," pungkas Irwan.
Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPI KLHK) Ruandha Agung Sugardiman mengakui bahwa selama ini Sumbar tergolong rendah kebakaran hutannya.
Pihaknya juga berharap untuk tetap menjaga sinergitas dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait dalam rangka pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan. [fru/pkt]