“Legitimasi parlemen tersebut akan diarahkan untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat global yang lebih baik, dengan hidup sejahtera, tentram dan memiliki bumi yang berkelanjutan,” ungkap Puan.
Untuk itu, Multilateralisme disebut sangat dibutuhkan untuk membangun kerja bersama antar negara yang efektif. Puan menilai, Multilateralisme dapat menjawab berbagai permasalahan seperti mendamaikan perang dagang, mendamaikan konflik geopolitik, mengatasi krisis pangan dan energi, melawan eksploitasi, hingga membangun kemajuan bersama.
“Indonesia mengajak parlemen P20, melalui Multilateralisme, untuk mencari solusi dan konsensus dalam mengantisipasi resesi ekonomi, mengatasi scary effect gejolak ekonomi global,” tegasnya.
“Selain itu juga untuk mempercepat transformasi ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat yang lebih luas, serta memperkuat orkestrasi G20 dalam menggerakan agenda pembangunan berkelanjutan,” imbuh Puan.
Bank sentral di seluruh dunia kedepan diperkirakan akan merespons gejolak ekonomi dengan melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrim dan secara bersama-sama. Tentunya, kata Puan, hal tersebut akan berdampak pada resesi ekonomi.
“Gejolak ini akan mengakibatkan penurunan kesejahteraan masyarkat global. Krisis ekonomi yang merambat pada krisis sosial. Diperlukan berbagai langkah antar negara, khususnya negara2 G20, untuk dapat memastikan rantai pasok komoditi strategis tetap aman untuk memenuhi kebutuhan domestik,” paparnya.
Selain mengutamakan pemenuhan kebutuhan domestik dan kepentingan pasar, negara-negara produsen komoditas strategis juga diharapkan membangun kewajiban bersama untuk menjaga kebutuhan stok global yang stabil. Selain itu, diperlukan pula kerja bersama dalam menyediakan stimulus pembangunan yang ditransmisikan untuk keperluan kegiatan ekonomi domestik.
“Sehingga konsumsi dan daya beli tetap terjaga. Orkestrasi dari kekuatan negara-negara G20, untuk mempercepat transformasi ekonomi, baik ekonomi digital maupun ekonomi hijau, sangat diperlukan dalam bentuk nyata,” ujar Puan.
Lebih lanjut, Puan mendukung adanya penguatan implementasi agar ekonomi digital dan ekonomi hijau menjadi ekosistem ekonomi yang inklusif. Ia pun menyinggung soal langkah Indonesia yang telah memperkuat berbagai regulasi untuk mendorong ekonomi digital dan ekonomi hijau.
“Hal ini dilakukan melalui implementasi mengembangkan kemudahan berusaha, bank digital, pajak karbon, dan energi baru dan terbarukan,” ungkapnya.
Puan merinci, negara-negara dunia membutuhkan prinsip-prinsip dalam hubungan kerja bersama antarnegara yang efektif dalam merespons gejolak ekonomi dunia dan orkestrasi pembangunan global. Mulai dari komitmen yang dapat dilaksanakan, saling percaya, mengutamakan dialog hingga agenda bersama.
“Kita membutuhkan adanya komitmen yang dapat dilaksanakan pada setiap negara, dengan tetap menghormati kedaulatan dan integritas negara. Sehingga komitmen tidak berhenti hanya pada kata-kata akan tetapi memiliki wujud dalam bentuk kerja-kerja nyata, sekecil apapun kerja nyata tersebut,” kata Puan.
Komitmen tersebut dinilai juga dapat menghindarkan suatu sistem internasional yang hanya berorientasi kepada keinginan kekuatan besar tertentu saja. Dengan komitmen seperti ini, menurut Puan, diharapkan setiap negara akan bersinergi dalam membangun kekuatan bersama dan bukan menghasilkan rivalitas ataupun dominasi.
“Bagaimana kita membangun suatu komitmen kerja bersama apabila di saat yang bersamaan kita memiliki orientasi dan kepentingan yang berbeda-beda? Inilah pentingnya kita memiliki fondasi saling percaya (trust building) dalam membangun kerja bersama antarnegara,” terang cucu Proklamator RI Bung Karno itu.
“Saling percaya, harus dapat kita tunjukan melalui hubungan yang setara dalam upaya bersama mencapai win-win solution. Kita perlu mengubah paradigma winner takes all dan zero sum menjadi win-win dalam hubungan antar negara,” tambahnya.
Tanpa adanya kepercayaan, Puan menilai negara-negara akan terus berkompetisi memaksimalkan keuntungan masing-masing. Untuk itu, diharapkan negara-negara dunia mengedepankan dialog dan diplomasi dalam penyelesaian berbagai masalah global.
“Budaya damai dan toleran (culture of peace and tolerance) semakin diperlukan dalam memperkuat interaksi antar bangsa dan negara. Kerja bersama antarparlemen berperan penting untuk menyebarkan budaya damai dan toleran, yang semakin diperlukan menghadapi ketegangan geopolitik saat ini,” ujar Puan.
Ketua Majelis Sidang IPU ke-144 itu mengatakan, krisis yang datang silih berganti telah menjadi bagian dari new normal. Puan menyebut, berbagai krisis yang dialami saat ini bukan yang terakhir.
“Oleh karena itu, Parlemen pada kesempatan P20 ini, harus dapat merumuskan suatu agenda, yang dapat meningkatkan kemampuan setiap negara untuk merespon dan menghadapi berbagai permasalahan global,” imbaunya.
Hal lain yang dibahas dalam pertemuan ini adalah terkait respons negara-negara G20 terhadap permasalahan perubahan iklim. Sebab dampak perubahan iklim telah dirasakan semakin mengemuka.
“Cuaca ekstrim, kekeringan, banjir, bencana alam terus terjadi silih berganti dan semakin sering terjadi. Pemanasan global telah mencapai 1.1 derajat celcius. Kita harus memiliki sense of urgency,” ucap Puan.