Profesor Kedokteran Nuklir Unand Ungkap Minimnya Fasilitas dan Tenaga Ahli

Profesor Kedokteran Nuklir Unand Ungkap Minimnya Fasilitas dan Tenaga Ahli

Guru Beşar bidang Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Unand, Prof Aisyah Elliyanti. [Foto: Dok. Humas Unand]

Padang, Padangkita.com - Guru Besar Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand), Prof. Aisyah Elliyanti menjelaskan bahwa terminologi kedokteran nuklir masih terasa sangat asing bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Hal ini, kata di, didukung dengan fakta bahwa fasilitas dan tenaga ahli bidang ini yang masih begitu sedikit.

Ia memaparkan data, hingga tahun 2021, baru 17 rumah sakit di Indonesia (pemerintah dan swasta) yang memiliki fasilitas layanan kedokteran nuklir. Namun, hanya 12 rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran nuklir, dan hanya 4 dari 12 rumah sakit tersebut yang memiliki kamera Positron Emission Tomography atau PET scan.

“Indonesia dengan jumlah penduduk 270,6 juta jiwa memiliki 4 kamera PET/CT, 12 SPECT/SPECT-CT dan 3 cyclotron. Jika dibagi dengan jumlah penduduk, maka satu kamera SPECT/CT melayani rerata 22,51 juta penduduk, dan satu kamera PET/CT melayani rata-rata 54,04 juta penduduk,” ungkapnya, Rabu (8/3/2023).

Ia menambahkan, dengan data yang menunjukkan jumlah spesialis kedokteran nuklir di Indonesia hanya 53 orang, dan Prof. Aisyah adalah spesialis kedokteran nuklir pertama di Sumatra. Sementara itu, di Sumatra Barat (Sumbar), hanya ada dua dokter spesialis nuklir hingga saat ini.

Padahal, kedokteran nuklir sendiri merupakan bidang ilmu yang unik dan berperan penting pada bidang medis. Ilmu ini menggunakan energi radiasi terbuka dari inti nuklir untuk menilai fungsi suatu organ, mendiagnosis, terapi dan mengobati penyakit.

“Kedokteran nuklir juga berperan besar terhadap pengobatan penyakit kanker yang lebih terintegrasi dan komprehensif, sehingga pasien kanker tidak perlu lagi berpindah-pindah dalam menjalani terapi ke luar negeri,” jelasnya.

Pada pengukuhan Guru Besarnya, Aisyah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Peran Theranostics Kedokteran Nuklir pada Tatalaksana Penyakit di Era Kedokteran Molekuler dan Dampaknya Pada Layanan Kesehatan di Sumatra Barat”.

Prof. Aisyah menjelaskan konsep thernostics kedokteran nuklir yang memberikan informasi yang terintegrasi secara sistematis untuk mendiagnostik penyakit, agar pada tatalaksana penyakit bisa lebih efisien, dan trial serta error dapat dihindari.

Ia mencontohkan, terapi adjuvan kanker tiroid berdiferensiasi dengan menggunakan Yodium Radioaktif yang dapat meningkatkan angka kesembuhan. Ini merupakan contoh aplikasi thearonostics dengan menggunakan radiofarmaka untuk mendiagnostik dan terapi.

Maka dari itu, ia menyimpulkan thernostics kedokteran nuklir pada tatalaksana penyakit di era kedokteran nuklir perlu ditingkatkan lagi, khususnya di Sumatra Barat (Sumbar) yang masih dinilai kurang.

Mengenal Kedokteran Nuklir

Kedokteran nuklir merupakan salah satu spesialisasi medis dalam dunia kedokteran, cabang radiologi yang menggunakan radioaktif untuk mengobati penyakit.

Dalam praktiknya, kedokteran nuklir merupakan spesialisasi medis penerapan zat radioaktif dalam diagnosis dan pengobatan penyakit. Spesialis kedokteran nuklir biasanya melakukan pemindaian.

Menurut National Institute of Biomedical Imaging and Bioengineering, kedokteran nuklir spesialisasi medis yang menggunakan pelacak radioaktif (radiofarmasi) untuk mengecek fungsi tubuh, mendiagnosis, dan mengobati penyakit. Kamera dirancang khusus untuk membantu dokter mencari jalur pelacak radioaktif ini.

Pelacak radioaktif terdiri atas molekul pembawa yang terikat erat pada atom radioaktif. Molekul ini sangat bervariasi tergantung pada tujuan pemindaian. Beberapa pelacak menggunakan molekul yang berinteraksi dengan protein atau gula tertentu dalam tubuh, bahkan dapat menggunakan sel pasien.

Pencitraan kedokteran nuklir menggunakan sejumlah kecil bahan radioaktif yang disebut radiotracers. Itu biasanya disuntikkan ke dalam aliran darah, dihirup, atau ditelan.

Sebagian besar studi diagnostik dalam kedokteran nuklir, pelacak radioaktif diberikan kepada pasien melalui injeksi intravena, inhalasi, konsumsi oral, atau dengan suntikan langsung ke dalam organ. Cara pemberian tracer tergantung proses penyakit yang akan dipelajari.

Kemudian, pencitraan kedokteran nuklir kombinasi dari berbagai disiplin ilmu, yaitu kimia, fisika, matematika, teknologi komputer. Cabang radiologi itu sering digunakan untuk membantu mendiagnosis dan mengobati kelainan sejak dini dalam perkembangan penyakit, seperti kanker tiroid.

Ada dua klasifikasi pencitraan umum dalam kedokteran nuklir, yakni Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Positron Emission Tomography (PET scan).

Instrumen pencitraan SPECT memberikan gambar tiga dimensi (tomografi) dari distribusi molekul pelacak radioaktif yang telah dimasukkan ke dalam tubuh pasien. Gambar tiga dimensi ini sebagai tampilan komputer yang dihasilkan dari sejumlah besar gambar proyeksi tubuh yang direkam pada sudut berbeda.

Pencitra SPECT memiliki detektor kamera gamma, ini bisa mendeteksi emisi sinar gamma dari pelacak yang telah disuntikkan ke pasien. Sinar gamma adalah bentuk cahaya bergerak pada panjang gelombang yang berbeda dari cahaya tampak. Kamera dipasang pada gantry berputar yang memungkinkan detektor dipindahkan dalam lingkaran ketat di sekitar pasien yang terbaring tak bergerak di atas palet.

Kemudian, pemindaian PET juga menggunakan radiofarmasi untuk membuat gambar tiga dimensi. Perbedaan utama antara pemindaian SPECT dan PET, penggunaan jenis pelacak radionya. Pemindaian SPECT mengukur sinar gamma, peluruhan radiotracer yang digunakan dengan pemindaian PET menghasilkan partikel kecil, positron.

Baca juga: Unand Kukuhkan 3 Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran, Ini Harapan Wamenkes

Positron adalah partikel massa yang kira-kira sama seperti elektron, tapi bermuatan berlawanan. Ini bereaksi elektron dalam tubuh. Ketika dua partikel bergabung, mereka saling memusnahkan.

Pemusnahan itu menghasilkan sejumlah kecil energi dalam bentuk dua foton yang melesat ke arah berlawanan. Detektor pemindai PET mengukur kedua foton ini dan menggunakan informasi itu untuk membuat gambar organ dalam. [*/pkt]

 

*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News

Baca Juga

Andre Rosiade: PT. Pertamina akan Bangun Gedung Serbaguna untuk Universtas Andalas
Andre Rosiade: PT. Pertamina akan Bangun Gedung Serbaguna untuk Universtas Andalas
Prestasi Membanggakan, Tinta Gambir Ciptaan Unand Kembali Dipercaya untuk Pilkada
Prestasi Membanggakan, Tinta Gambir Ciptaan Unand Kembali Dipercaya untuk Pilkada
Unand Rayakan Dies Natalis ke-68, Perkuat Komitmen Jadi Universitas Terkemuka
Unand Rayakan Dies Natalis ke-68, Perkuat Komitmen Jadi Universitas Terkemuka
Dies Natalis ke-68, Gubernur Sumbar Mahyeldi Berharap Unand terus Lahirkan Inovasi
Dies Natalis ke-68, Gubernur Sumbar Mahyeldi Berharap Unand terus Lahirkan Inovasi
Andre Rosiade Bawa Rektor Unand ke Menteri BUMN: Bahas Pembangunan dan Pemasaran Produk Penelitian
Andre Rosiade Bawa Rektor Unand ke Menteri BUMN: Bahas Pembangunan dan Pemasaran Produk Penelitian
Sisternet Goes to Campus: Bekali Mahasiswi UNAND Jadi Pemimpin Masa Depan
Sisternet Goes to Campus: Bekali Mahasiswi UNAND Jadi Pemimpin Masa Depan