Padang, Sumbarkita.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh wajib pajak terkait kendala akses sistem Core Tax yang baru diimplementasikan sejak awal tahun 2025. Bersamaan dengan hal tersebut, praktisi hukum perpajakan menyoroti pentingnya keseimbangan antara modernisasi sistem dan kepastian hukum dalam masa transisi ini.
DJP dalam Keterangan Tertulis bernomor KT-02/2025 menegaskan komitmennya untuk terus melakukan perbaikan. Hingga 9 Januari 2025 kemarin, tercatat 126.590 wajib pajak telah berhasil mendapatkan sertifikat digital untuk penandatanganan faktur pajak, dengan 34.401 wajib pajak telah membuat 845.514 faktur pajak dan 236.221 di antaranya telah tervalidasi.
Sistem Core Tax kini telah mampu memproses pengiriman faktur format XML dengan kapasitas hingga 100 faktur per pengiriman. DJP juga telah menyelesaikan perbaikan pada sistem pendaftaran, termasuk pengaturan ulang kata sandi, pemadanan NIK-NPWP, dan implementasi sistem pengenalan wajah untuk sertifikat elektronik.
Menanggapi perkembangan tersebut, Managing Director Firma Hukum Pragma Integra, Arief Paderi, dalam keterangan tertulis yang diterima Padangkita.com, menyampaikan apresiasinya atas transparansi DJP. "Kami mengapresiasi langkah DJP yang transparan dalam mengakui kendala sistem Core Tax dan komitmennya untuk melakukan perbaikan. Namun, sebagai firma yang mendampingi berbagai korporasi, kami melihat adanya beberapa isu krusial yang perlu mendapat perhatian serius," ungkap Paderi.
Kendala teknis dalam implementasi Core Tax telah menimbulkan dampak signifikan terhadap operasional perusahaan. "Keterlambatan dalam penerbitan faktur pajak bukan hanya masalah administratif, tetapi berdampak langsung pada arus kas perusahaan dan dapat mempengaruhi pelaporan keuangan akhir tahun," jelas Paderi.
DJP dalam keterangannya menegaskan bahwa tidak akan ada sanksi administrasi selama masa transisi. "DJP memastikan tidak ada beban tambahan kepada Wajib Pajak sebagai akibat penggunaan sistem yang berbeda antara sistem yang selama ini digunakan dengan sistem yang baru," demikian kutipan dari keterangan tertulis DJP.
Meski demikian, Paderi memandang perlu adanya kepastian hukum yang lebih konkret. "Kami merekomendasikan DJP untuk menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang secara spesifik mengatur pembebasan sanksi selama masa transisi ini, termasuk kejelasan tentang periode pembebasan dan cakupannya," tambah Paderi.
DJP telah melakukan berbagai perbaikan sistem pembayaran, termasuk aplikasi pembuatan kode billing, pemindahbukuan, dan pembayaran tunggakan pajak. Layanan pengajuan SKB PPh, SKB PPN, KSWP, dan status PKP juga telah mengalami peningkatan kualitas.
Untuk penanganan jangka pendek, Paderi menyarankan pembentukan tim khusus yang dapat memberikan solusi cepat. Sementara untuk jangka panjang, Paderi menekankan pentingnya periode transisi yang lebih terstruktur. "Modernisasi sistem perpajakan memang diperlukan, tetapi harus diimbangi dengan kesiapan infrastruktur teknologi dan sosialisasi yang memadai. Kami siap mendukung upaya pemerintah dengan memberikan masukan konstruktif demi perbaikan sistem perpajakan nasional," tutup Paderi.