Padang, Padangkita.com - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumatra Barat (Sumbar) menyesalkan tindakan Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar yang menghentikan proses penyelidikan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 Sumbar.
Koalisi menilai, Polda Sumbar telah sesat pikir dalam memahami Putusan MK Nomor: 25/PUU-XIV/2016 yang mengubah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menjadi delik materil yang merupakan salah satu dasar pemberhentian penyelidikan kasus tersebut.
Indira Suryani yang mewakili koalisi menyebutkan, dalam putusan MK yang tidak dibenarkan adalah potential lossberupa prediksi kerugian. Sementara, menurut Indira, dalam kasus ini jelas merugikan negara Rp4,9 miliar dari pengadaan hand sanitizer yang merupakan actual loss (kerugian yang sebenarnya).
"Jika memang ini terjadi, kami berpandangan ada upaya pembohongan publik yang sengaja dirancang untuk memberikan informasi sesat kepada masyarakat luas," ujar Indira dalam keterangan pers yang diterima Padangkita.com, Kamis (24/6/2021).
Indira menilai, acuan lainnya Polda Sumbar menghentikan kasus ini karena alasan telah ada pengembalian uang Rp4,9 miliar sehingga tidak terpenuhi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, juga sangat tidak tepat.
Menurutnya, di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pada Pasal 20 ayat (1) secara jelas menyatakan “Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan,”.
Kemudian, lanjut Indira, dalam Pasal 20 ayat (3) ditegaskan bahwa “Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima”.
Sehingga, menurutnya, tidak ada pasal apapun yang mengatakan bahwa setelah dikembalikan keuangan negara maka akan selesai pertanggungjawaban hukumnya.
Bahkan, lanjut Indira, di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 menegaskan ketentuan 60 hari pengembalian kerugian negara tidak berlaku bagi terdakwa yang bukan pejabat (swasta).
Kata Indira, pihaknya juga meragukan pengembalian kerugian negara Rp4,9 miliar secara cash dalam bentuk uang. Dari informasi yang diterima pihaknya, hanya Rp1,1 ,miliar saja yang dikembalikan dalam bentuk uang. Sementara sisanya dikembalikan dalam bentuk lain yang tak diketahui.
"Sebagaimana kita ketahui kasus korupsi dana Covid 19 dilakukan oleh pihak swasta yang melakukan pengadaan hand sanitizer. Sehingga tak ada halangan bagi Polda Sumatra Barat melanjutkan proses penyidikan walaupun sudah dikembalikan dalam rentang waktu 60 hari pengembalian kerugian negara," ulasnya.
Indira mengungkapkan, tanggapan ini setelah pihaknya mempelajari dan mencermati hasil LHP BPK Sumbar dan temuan Pansus DPRD Sumbar. Menurutnya, terlihat jelas tindakan korupsi yang dilakukan oleh sejumlah oknum, di antaranya adanya markup harga atau pemahalan.
Selain itu, menurut Indira lagi, juga terindikasi pembagian fee tiap pengadaan yang dilakukan, pemilihan pihak pengadaan barang dan jasa yang tidak kompeten, pembayaran dengan sistem cash dalam jumlah yang sangat besar dan adanya dugaan nepotisme dalam pemilihan pihak pengadaan.
"Kami melihat kasus ini sangat jelas dugaan korupsi dan semestinya Polda Sumatra Barat bergerak cepat untuk melakukan proses penegakan hukum yang fair dan independen. Kami merasa sangat kecewa atas ketidakseriusan Polda Sumbar untuk perang terhadap koruptor di Sumatra Barat," tegasnya.
Indira menyebutkan, masih banyak pasal lainnya yang bisa digunakan oleh Polda Sumatra Barat untuk menjerat pelaku. Tentunya hal ini tergantung kepada kesungguhan dan iktikad dari Polda Sumbar untuk memberantas koruptor di Sumbar.
"Jangan sampai di masa darurat pandemi Covid-19 dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi dan golongannya belaka. Semestinya LHP BPK dan temuan Pansus DPRD mempermudah Polda untuk memproses hukum dugaan korupsi dana Covid-19, bukan malah sebaliknya," ujarnya.
Indira menegaskan, tetap akan mengawal kasus ini agar pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Saat ini koalisi sedang mempelajari keterlibatan berbagai pihak terhadap dugaan korupsi ini.
Polda Sumbar Polda Sumbar resmi menghentikan penyelidikan atau menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) kasus ini pada Senin (22/6/2021) lalu, setalah melakukan penyelidikan sejak bulan Februari 2021. Menurut Polda Sumbar, setelah memeriksa sejumlah saksi dan gelar perkara, tidak ditemukan unsur pidana yang merugikan keuangan negara dalam kasus tersebut.
Perlu diketahui, kasus yang diselidiki Polda Sumbar, adalah dugaan korupsi markup pengadaan cairan pembersih tangan atau hand sanitizer, senilai Rp4,9 miliar pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar. Sementara temuan dugaan penyelewengan lainnya senilai Rp7,63 miliar telah dilaporkan lima anggota DPRD Sumbar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, yang di KPK sendiri hingga kini belum jelas prosesnya. [mfz/pkt]