Menurut Imam Syafii, posisi sebagai imam salat bagi anak hasil zina adalah makruh. Hukum makruh di sini berarti, akan mendapat pahala di sisi Allah jika tidak dilakukan.
Padangkita.com - Dalam menentukan imam salat, selayaknya orang yang dipilih memiliki kualitas ilmu dan bacaan yang baik.
Selain itu, jamaah juga perlu melihat tentang latar belakang orang tersebut, termasuk apakah ia anak dari hasil zina atau tidak.
Terkait hukum bagi anak hasil zina menjadi imam salat, Imam Syafii menjelaskan kalau itu termasuk dalam hukum makruh. Makruh di sini berarti, akan bernilai pahala di sisi Allah jika tidak dilakukan.
Melansir Republika, dalam kitabnya berjudul Al-Umm, Imam Syafi’i berkata: “Saya memakruhkan orang yang tidak diketahui siapa ayahnya untuk menjadi imam sholat.
Baca juga: Berikut Tata Cara, Niat, dan Bacaan Doa dalam Salat Tahajud
Karena posisi imam adalah posisi terhormat, meskipun kalau ada orang seperti itu yang menjadi imam, maka sholatnya sah dan sholat para makmumnya juga sah,”.
Beliau juga berkata: “Malik mengabari kami, dari Yahya bin Sa’id, bahwa seseorang mengimami orang banyak di Aqiq.
Tetapi kemudian Umar bin Abdul Aziz melarang orang itu. Umar melakukan itu rupanya karena orang tersebut tidak diketahui siapa ayahnya,”.
Hukum makruh tersebut juga berlaku bagi seorang yang fasik atau pembuat bidah untuk menjadi imam salat.
Meski begitu, siapapun yang melaksanakan salat dengan bermakmum kepada imam seperti itu, salatnya tetap sah di sisi Allah.
Para makmum tersebut tak perlu mengulang kembali salatnya ketika ia sudah selesai salat.
Begitulah hukum menjadi imam salat bagi anak hasil zina menurut Imam Syafii. Sejatinya, imam salat adalah mereka yang paling utama dan dimuliakan di antara jamaah yang lain. [*/Jly]