Padang, Padangkita.com - Dukungan pada Sudarto, aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang yang ditangkap polisi Selasa (7/1/2020), terus mengalir. Kali ini datang dari Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Menurut ICRP penangkapan Sudarto oleh penyidik Polda Sumbar, aneh dan janggal.
Sudarto ditangkap karena dituduh menyebar informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan, seperti yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang ITE.
"Semua itu terjadi atas upaya advokasi saudara Sudarto dalam kasus pelarangan perayaan Natal 2019 di Kabupaten Dharmasraya. Namun surat keterangan dalam Surat Penangkapan Sudarto merujuk pada status Facebook Sudarto Toto pada tanggal 14-15 Desember 2019," kata Ketua Umum Yayasan ICRP Musdah Mulia melalui keterangan tertulis.
Anehnya lagi, kata Mulia, pihak kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru tunduk dengan ancaman-ancaman anarkisme dari sekelompok massa yang tidak bertanggung jawab yang sejak awal sangat tidak suka dengan apa yang dilakukan Sudarto.
Dalam kasus ini, ICRP sepenuhnya akan terus melakukan pendampingan sekaligus memonitor setiap perkembangan dari kejadian penangkapan Sudarto.
Sebab, lanjut Mulia, Sudarto adalah aktivis keberagaman yang memiliki keberanian mengungkapkan kebenaran atas perlakuan diskriminasi dari kelompok masyarakat yang melarang kegiatan ibadat mingguan maupun ibadah perayaan Natal di Jorong Kampung Baru Dharmasraya dan di Sungai Tambang Kaupaten Sijunjung.
Baca juga: Penetapan Tersangka Diduga Langgar Prosedur, Penasihat Hukum Sudarto Akan Ajukan Praperadilan
Menanggapi berbagai kejadian yang menimpa Sudarto, Mulia menyampaikan pernyataan sikap ICRP.
"Mengutuk tindakan penangkapan oleh Polda atas Sudarto dalam memperjuangkan hak konstitusi sekaligus penegakan hukum bagi kelompok agama yang dilarang untuk beribadat Natal dan ibadat mingguan. Karena tindakan kepolisian tersebut telah mencederai demokrasi dengan memasung hak kebebasan intelektual dan berfikir setiap warga negara."
ICRP juga mengutuk tindakan aparat kepolisian yang melakukan pembiaran dan tunduk terhadap kelompok intoleran yang melakukan ancaman-ancaman.
[jnews_block_16 number_post="1" include_post="29026" boxed="true" boxed_shadow="true"]
"Polisi telah turut serta menebar ancaman dengan mengatakan bahwa ibadah Natal yang dilaksanakan telah melanggar kesepakatan, justru kepolisian mengakomodir tuntutan massa intoleran," kata Mulia.
Dalam kasus ini, ICRP berpendapat, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis harus mengambil langkah hukum yang tegas terhadap para kelompok intoleran yang melakukan aksi ancaman dan teror terhadap kelompok agama Kristen dan Katolik di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung supaya tidak terjadi lagi pemasungan hak kebebasan beragama.
"Serta membuat SOP yang jelas untuk aparat kepolisian agar tidak tunduk terhadap aksi teror dan ancaman pelarangan ibadah," ujar Mulia.
Kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, ICRP meminta untuk menindak tegas aparat Kepolisian Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Sijunjung yang turut serta melakukan upaya pelarangan kegiatan ibadah Natal 2019 dengan memaksakan umat Katolik menggunakan bus yang mereka siapkan untuk digunakan beribadat di Sawahlunto yang berjarak 97,9 Km.
Mulia menegaskan, bahwa sikap penolakan peribadatan adalah sikap intoleran dan tidak sesuai dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin dalam konstitusi kita.
"Karena itu Polisi harus segera membebaskan Sudarto dan melakukan pembatalan seluruh tuntutan hukum yang dikenakan kepada Sudarto," ujar Mulia. (*/pk-01)
Ikuti info dan berita Penangkapan Sudarto hanya di Padangkita.com.