Padang, Padangkita.com - Banjir masih terus menjadi ancaman yang menghantui Kota Padang setiap musim hujan. Namun, banjir sebetulnya bukan hal baru bagi ibu kota provinsi Sumatra Barat (Sumbar) ini.
Menurut pengamat lingkungan dari Univeristas Andalas (Unand), Isril Berd, banyak faktor penyebab banjir di Padang.
"Salah satunya, intensitas hujan yang sangat tinggi, sementara saluran drainase tidak mampu mengalirkan air dengan cepat ke laut," ujarnya dalam perbincangan dengan Padangkita.com, Minggu (22/8/2021).
Tingginya curah hujan di Padang tidak dibarengi pengelolaan drainase yang baik. Oleh sebab itu, ia menyarankan pemerintah kota memperbanyak dan memperbesar volume drainase.
"Tingkat curah hujan kota Padang lebih dari 100 mm. Namun, drainase yang ada hanya dibuat dengan tataran curah hujan 60 mm," terang Isril.
Selanjutnya, kata Isril, faktor penyebab banjir lainnya adalah topografi Padang yang sebagian besar meliputi lereng Bukit Barisan dan dilalui oleh banyak aliran sungai besar maupun kecil yang terbagi dalam 6 Forum Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Hanya 30% bentang alam Padang yang layak huni. Selebihnya, 70% perbukitan," terang Isril yang juga Ketua Forum DAS Kota Padang.
Menurut Isril, tidak ada di dunia kota yang memiliki 6 DAS sendiri seperti Kota Padang. Tiap DAS bisa punya 3-4 sungai. Total, ada 23 aliran sungai baik kecil maupun besar yang mengalir di dalam kota.
"Namun, jarak antara perbukitan kawasan hulu sungai dan datarannya yang dilintasi sungai menuju laut terbilang pendek. Dengan kondisi ini, kalau hujan di hulu perbukitan, air cepat mengalir ke Padang," ujar Isril.
Penyebab banjir lainnya, lanjut dia, tentu tidak terlepas dari perilaku manusia.
"Ada lebih dari 4.000 hektare lahan kritis akibat penebangan kayu dan alih fungsi lahan. Itu harus dipulihkan. Jika curah hujan tinggi di lereng, banjir dan longsor sulit dielakkan," bebernya.
Infrastruktur Pengendalian Banjir Belum Optimal
Isril Berd mengatakan, penanganan banjir di Padang tidak didukung oleh infrastruktur pengendalian banjir yang memadai, seperti keberadaan embung.
Selaku Ketua Forum DAS Kota Padang, ia mengaku telah melakukan penelitian pada 2018 dan menyarankan pemerintah daerah membangun sebanyak 24 embung.
"Embung ini kan untuk menampung air, ketika intensitas hujan tinggi seperti kemarin. Selain itu, juga sebagai air cadangan sebagai persiapan musim kemarau," kata Isril.
Menurut Isril, keberadaan embung bisa mengurangi risiko banjir di Padang. Sayangnya, untuk membangun embung membutuhkan biaya yang sangat besar.
"Ini PR bagi pemerintah daerah untuk menembus Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang punya dana. Ketika kita mengusulkan proyek, ujung tombaknya ada di pusat."
Forum DAS Kota Padang juga menganjurkan agar pemerintah bersama masyarakat untuk membuat sumur resapan.
"Katakan satu sumur resapan bisa menampung air 5 meter kubik. Kalau ada 1.000 titik, sudah 5.000 meter kubik air yang tersimpan dalam sumur resapan. Jadi harus berkolaborasi semua instansi dengan masyarakat, membenahi banjir. Itu pasti bisa,” tuturnya.
Berkaca dari Masa Lalu
Pentingnya infrastuktur dalam penanganan sebenarnya bisa berkaca dari masa lalu. Tidak usah jauh-jauh, pemerintah kolonial Belanda sudah melakukannya di Padang pada seabad yang lalu.
"Kita bisa melihat contoh, banjir kanal atau disebut banda bakali. Itu Ibarat drainase raksasa. Dibuat tahun 1911 oleh Belanda," ujarnya.
Isril mengungkapkan daerah pusat kota seperti Alang Laweh, Pasar Gadang, dan Simpang Haru pada masa lalu sering banjir. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial mambangun banjir kanal dengan mebagi dua air Batang Arau.
"Dulu, ada nama kampung Tarandam di Lubuk Lintah dan Sawahan. Dinamakan demikian karena memang sering banjir. Sekarang Tarandam hanya tinggal nama. Kenapa? Karena ada banda bakali," terangnya.
Pemerintah Kota Padang, kata Isril, bisa belajar dari masa lalu dalam penanganan banjir di sejumlah titik yang masih rawan banjir.
Baca juga: Cerita Wako Hendri Septa Ikut Evakuasi Korban Terdampak Banjir di Anak Aia dan Palarik Padang
"Masak pemerintah kolonial Belanda dulu dengan konsep banjir kanal satu abad yang lalu bisa megatasi banjir, kita tidak?" (den/pkt)