Pekan Nan Tumpah Kembali Digelar, Merayakan Seni yang Lelah Diklasifikasi

Pekan Nan Tumpah Kembali Digelar, Merayakan Seni yang Lelah Diklasifikasi

Taklimat peluncuran Pekan Nan Tumpah 2025 di Fabriek Padang. [Foto: Padangkita]

Padang, Padangkita.com – Komunitas Seni Nan Tumpah kembali menyelenggarakan festival seni independen, Pekan Nan Tumpah, untuk ketujuh kalinya.

Mengusung tema provokatif "Seni Murni, Seni Terapan, Seni Terserah: Kalau Kamu Paham Semua Ini, Mungkin Kamu Salah Paham", festival ini akan digelar pada 24–30 Agustus 2025 di Fabriek Padang, Jalan Prof. Dr. Hamka, Kota Padang, Sumatera Barat.

Dalam taklimat peluncuran yang diadakan di Fabriek Padang, Rabu (20/8/2025), Direktur Festival, Mahatma Muhammad, menjelaskan bahwa tema tahun ini sengaja diangkat untuk merespons kondisi seni kontemporer yang batasannya semakin kabur. "Ini seperti batuk panjang dan suara serak dari mulut seni yang lelah diklasifikasi," ujarnya.

Menurut Mahatma, Pekan Nan Tumpah sejak awal kelahirannya pada 2011 tidak diniatkan untuk menjadi pameran atau pertunjukan yang rapi, melainkan sebuah "ruang temu".

Festival ini hadir dari keinginan sederhana untuk bertemu, yang kemudian menumbuhkan ruang-ruang untuk berkreasi dan berekspresi secara bebas, bahkan untuk gagasan yang belum matang atau bentuk yang belum sah.

"Kami tidak hadir untuk memberi arah, melainkan membuka sebanyak mungkin celah. Kami justru mengundang orang lain untuk tersesat bersama, karena mungkin di sanalah seni hari ini paling hidup," tambah Mahatma.

Konsep "Seni Murni," "Seni Terapan," dan "Seni Terserah" dijelaskan bukan sebagai kategori yang kaku. "Seni Murni" dihadirkan sebagai ruang sunyi untuk jeda dan perenungan makna. "Seni Terapan" diakomodasi karena estetika dapat tumbuh dalam berbagai medium fungsional.

Sementara "Seni Terserah" menjadi wadah bagi eksperimen, absurditas, humor, hingga kekacauan yang disengaja, di mana sesuatu yang "tidak jelas" justru menjadi sebuah metode.

Selaras dengan gagasan tersebut, Kurator Pameran, Nessya Fitryona, memperkenalkan konsep "ruang ketiga" dalam catatan kuratorialnya. Ruang ini, menurutnya, aktif baik di sisi seniman maupun pengunjung. Bagi seniman, ini adalah ruang dialog personal yang dapat melahirkan ide segar dan karya yang "out of the box," yang sering kali terabaikan oleh rutinitas.

Bagi pengunjung, "ruang ketiga" aktif ketika mereka terlarut saat mengamati sebuah karya, memunculkan dialog internal, rasa penasaran, dan akhirnya pengalaman baru. "Pengalaman ini lahir dari dialog ruang ketiga yang berhasil memberi stimulus berupa kenangan tertentu, membangkitkan ingatan tertentu, dan suatu ekspresi tanpa sadar ketika mengamati karya," jelas Nessya.

Pameran seni rupa tahun ini akan menampilkan 36 karya dari 23 perupa undangan dan 13 perupa hasil seleksi terbuka. Karya-karya yang dipamerkan sangat beragam, mulai dari lukisan, patung, instalasi, media campuran, hingga karya virtual.

Beberapa seniman yang karyanya disorot antara lain Risky Wahyudi dengan "Kaca Mata untuk Melihat Kegagalan" yang menggabungkan pengalaman personalnya sebagai calon sarjana Optometri.

Ada pula Femmy Sutan Bandaro yang menyajikan karya konseptual "Tiga Diagram Pengurai Kekacauan x Khotbah Perajut Kekacauan," lengkap dengan pertunjukan happening art di mana ia berkhotbah di hadapan pengunjung. Seniman lain, Jimmi Kartolo, menghadirkan lapak "Jual Kacang Kontemporer" sebagai refleksi atas dunia seni saat ini.

Selain itu, pameran ini juga mengangkat isu berbasis kebudayaan, riset kesejarahan, kritik sosial, hingga isu kekerasan terhadap anak dan perempuan melalui karya-karya seperti "Rang Mudo Nan Malaua" oleh Mija Indra Putra, "Kolonialisme Gagal Fokus" oleh Volta Ahmad Jonneva, dan "Duka Perempuan" oleh Maysandy Haryadi.

Pekan Nan Tumpah 2025, yang rangkaian kegiatannya telah dimulai beberapa bulan lalu, dirancang bukan untuk menawarkan pemahaman tunggal, melainkan keterlibatan.

Baca Juga: Jelang Pekan Nan Tumpah 2025, KSNT Gelar Seri Diskusi Mendalam tentang Seni dan Tradisi

"Karya yang baik tak selalu harus menjelaskan dirinya. Kadang ia cukup membuat orang berhenti sejenak, menoleh, lalu bilang: ‘Saya nggak tahu ini apa, tapi saya betah’," tutup Mahatma. [hdp]

Baca Juga

Koreografer Siska Aprisia Tampil di Pekan Nan Tumpah 2025 dengan Karya Ulu Ambek
Koreografer Siska Aprisia Tampil di Pekan Nan Tumpah 2025 dengan Karya Ulu Ambek
Karya Kolektif Kelana Akhir Pekan dari Padang Pariaman Pukau Kids Biennale Indonesia 2025
Karya Kolektif Kelana Akhir Pekan dari Padang Pariaman Pukau Kids Biennale Indonesia 2025
Komunitas Seni Nan Tumpah Gelar Diskusi Intensif Bahas Alih Media, Produksi Seni, hingga Strategi Komunitas
Komunitas Seni Nan Tumpah Gelar Diskusi Intensif Bahas Alih Media, Produksi Seni, hingga Strategi Komunitas
NTMS 2025 Sukses Jaring Bakat Seni di 15 Sekolah Sumbar, Siap Ramaikan Pekan Nan Tumpah
NTMS 2025 Sukses Jaring Bakat Seni di 15 Sekolah Sumbar, Siap Ramaikan Pekan Nan Tumpah
Mulai Besok, Komunitas Seni Nan Tumpah Bawa Teater ke 15 SMA di Sumbar dalam Program NTMS 2025
Mulai Besok, Komunitas Seni Nan Tumpah Bawa Teater ke 15 SMA di Sumbar dalam Program NTMS 2025
Jelang Pekan Nan Tumpah 2025, KSNT Gelar Seri Diskusi Mendalam tentang Seni dan Tradisi
Jelang Pekan Nan Tumpah 2025, KSNT Gelar Seri Diskusi Mendalam tentang Seni dan Tradisi