Padangkita.com - Manuskrip atau naskah kuno hasil tulisan tangan menjadi salah satu kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Tidak hanya di museum, namun juga tersimpan di tengah masyarakat. Di Sumatera Barat (Sumbar), ribuan manuskrip bernilai tinggi bahkan tersimpan di sejumlah surau milik kaum.
Untuk menelusuri keberadaan manuskrip di Sumbar, surau – surau tua di berbagai pelosok daerah perlu dijelajahi. Salah satunya komplek makam Syekh Mato Aia di Nagari Lubuk Pandan, Kecamatan Sebelas Kali Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman.
Syekh Mato Aia sendiri merupakan salah satu tokoh penyebar Agama Islam dari Tarekat Syattariyah, yang pernah menuntut ilmu ke tanah arab.
Selain kitab - kitab kuning, di komplek makam yang juga terdapat surau kaum ini, tersimpan naskah kuno unik berumur lebih 300 tahun. Disebut unik, karena selain panjang 670 sentimeter, dengan lebar 28 sentimeter, pinggiran kertas naskah juga dihias motif yang indah. Warna tulisan berwarna merah dan hitam, bertujuan untuk membedakan penggunaannya.
“ Naskah panjang itu adalah khotbah bahasa arab idul adaha dan idul fitri. Kalau tulisan yang merah itu idul adha, yang hitam idul fitri. Kemudian yang dibawahnya itu khotbah Jumat yang dipakai rata-rata oleh Tarekat Syattariyah umumnya di Pariaman, khususnya di Kecamatan Ampek Sabaleh Lingkuang “ ujar Awaludin Datuk Pamuncak Rajo Lelo, keturunan Syekh Mato Aia, yang juga ahli waris naskah, beberapa waktu lalu.
Awaludin menambahkan, meski berumur ratusan tahun, namun naskah ini masih terus digunakan hingga 1997, sebelum dilakukan proses penyalinan. Naskah kemudian disimpan agar terus terjaga keberadaannya.
Naskah Khotbah Terpanjang di Nusantara
Dengan Panjang 670 sentimeter, Filolog Muhammad Yusuf menyebut naskah ini sebagai naskah khotbah Idul Fitri dan Idul Adha terpanjang, yang pernah ditemukan. Apalagi menurutnya fisik naskah masih sangat baik.
“ Setelah 15 tahun menelusuri manuskrip, naskah Mato Air ini merupakan naskah khotbah Idul Fitri dan Idul Adha yang terpanjang ditemukan. Menurut informasi, barangkali juga untuk Nusantara. Dan yang nyata dari segi fisik bisa kita lihat, ini mengandung iluminasi yang luar biasa baik dan motif yang luar biasa” ungkap peneliti naskah kuno dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas ini,tahun 2014 silam.
Selain di Surau Syekh Mato Aia, M Yusuf memastikan di Sumatera Barat masih tersimpan ribuan naskah kuno. Selain di surau-surau tarekat, juga disimpan keluarga kerajaan maupun perseorangan.
“Di surau naskah biasanya mulai dari Al Quran tulisan tangan dan terjemahannya. Kemudian kitab tarekat, kitab fiqih, kitab tauhid, juga pelajaran bahasa arab. Kalau di kerajaan mereka menyimpan silsilah kerajaan, tambo dan kitab undang – undang.
Dengan kekayaan manuskripnya, M. Yusuf menyebut Sumatera Barat sebagai skriptorium terbesar di indonesia. Namun sulitnya perawatan dan kurangnya perhatian, ia menyebut setiap tahun banyak naskah yang akhirnya punah, selain tidak sedikit yang akhirnya di bawa keluar negeri oleh para pemburu manuskrip.
“ Ada negara – negara tertentu yang dengan gigih menjadi pusat studi islam dan kajian – kajian kebudayaan. Naskah yang bisa mereka beli ya mereka beli, lalu berpindah negara. Artinya mereka memang merawat dengan baik, tempatnya baik. Sementara kita untuk beli raknya saja masih iuran “ ujarnya.
Agar manuskrip atau naskah kuno dari Sumatera Barat tidak berpindah kepemilikan ke negara lain, para pewaris naskah dihimbau untuk terus merawat dan mempertahankan warisan bernilai yang dimiliki, karena selain menjadi aset budaya juga bisa menjadi potensi wisata.