Muaro Sijunjung, Padangkita.com - Berdiri sejak abad ke-10, Kerajaan Jambu Lipo di Nagari Tarok Dipo, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat (Sumbar) masih menunjukkan eksistensinya hingga sekarang.
Demikian disebutkan peneliti Kerajaan Jambu Lipo, Sudarmoko dalam keterangan yang diterima Padangkita.com, Selasa (30/11/2021).
Sudarmoko mengatakan, sampai hari ini Kerajaan Jambu Lipo masih melakukan aktivitas, memiliki struktur dan perangkat, wilayah, benda dan simbol kerajaan yang mendapat pengakuan dari masyarakat dan pihak luar.
“Berdasarkan observasi di lapangan, mengunjungi lokasi-lokasi penting yang terkait dengan Kerajaan Jambu Lipo, dilakukan diskusi dan wawancara mendalam dengan daerah-daerah rantau kerajaan di Dharmasraya dan Solok Selatan, lalu pelacakan referensi yang tersedia, terdapat sejumlah temuan penting berkenaan dengan Kerajaan Jambu Lipo ini,” ungkapnya.
Sudarmoko bersama peneliti lainnya, yakni Nopriyasman, Ivan Adilla, dan Hary Efendi Iskandar akan memaparkan hasil riset mereka terkait Kerajaan Jambu Lipo pada seminar yang digelar Rabu (1/12/2021) ini di Hotel Bumiminang, Padang.
Seminar itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Kerajaan Jambu Lipo, Ranah Godok Obuih yang digelar oleh Dinas Kebudayaan (Disbud) Sumatra Barat hingga Kamis (2/12/2021).
Seminar yang bisa diikuti masyarakat secara daring dan luring secara terbatas ini menghadirkan sejumlah narasumber.
Di antara narasumber yang hadir yakni cendekiawan Ahmad Syafi’i Maarif, akademisi Novesar Jamarun, pewaris Kerajaan Pagaruyung Raudha Thaib, MP, tokoh masyarakat Syafruddin Datuak Sanggono, anggota DPRD Sumbar Hidayat, Bupati Sijunjung Benny Dwifa, dan jurnalis senior Hasril Chaniago.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Gemala Ranti, penyelenggaraan Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih, Nagari Lubuk Tarok merupakan salah satu upaya perlindungan, pengembangan, dan pembinaan terhadap warisan budaya Sijunjung.
“Festival Jambu Lipo ini ditujukan mengangkat dan mempromosikan keberadaan dan eksistensi Kerajaan Jambu Lipo dengan menampilkan beragam peristiwa budaya antara lain prosesi Rajo Manjalani Rantau, pertunjukan seni tradisi tari tanduak dari Kerajaan Jambu Lipo,” urai Gemala Ranti.
Ia menambahkan, kegiatan Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih ini bisa dilaksanakan Dinas Kebudayaan Sumbar, setelah difasilitasi Hidayat, anggota DPRD Sumbar.
Sementara itu, Hidayat mengatakan, Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih dengan segenap keberagaman kegiatan budaya di dalamnya, termasuk penelitian sejarah oleh para ahli yang berkompeten, sebagai langkah awal membuka lebih luas perspektif masyarakat, utamanya generasi penerus Jambu Lipo agar paham nilai-nilai sejarah, sosial, budaya, dan asal usulnya.
“Kerja ini tujuannya agar generasi muda dan penerus Kerajaan Jambu Lipo dan Nagari Lubuak Tarok agar memahami warisan budaya, nilai-nilai sejarah, dan sosialnya. Selain itu, kita berharap Kerajaan Jambu Lipo jadi perhatian nasional. Dan itu saya kira sudah terjadi,” terang Hidayat.
Bukti Kerajaan Jambu Lipo menjadi perhatian nasional, tambah Hidayat, ketika Ketua DPD RI AA LaNyala Mahmud Mattalitti dianugerahi gelar kehormatan Tuanku Palito Alam oleh pewaris Kerajaan Jambu Lipo Tuanku Rajo Godang, Firman Bagindo Tan Ameh di Istana Kalambu Suto, Kerajaan Jambu Lipo, pada Sabtu (27/112021) lalu.
“Saya pribadi sangat senang keberadaan Kerajaan Jambu Lipo diapresiasi Pak Ketua DPD RI LaNyala Mahmud Mattalitti. Ini membanggakan. Dampaknya sangat positif dan bisa mempercepat pembangunan ekonomi, infrastruktur dan budaya di Lubuak Tarok. Tujuan utama kita memang itu. Eksistensi Kerajaan Jambu Lipo jadi perhatian nasional dan pusat,” terang Ketua IKA FIB Unand ini.
Usai seminar, Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih akan dilanjutkan dengan penampilan seni tradisi, pemutaran film dokumenter tentang Kerajaan Jambu Lipo pada Kamis (1/12/2021).
Jambu Lipo Kaya Warisan Budaya
Peneliti Sudarmoko menegaskan, tidak diragukan lagi bahwa Kerajaan Jambu Lipo merupakan sebuah kerajaan yang telah berdiri cukup lama, dengan tinggalan berwujud material dan non-material yang masih dapat ditemui.
Selain itu, kerajaan-kerajaan yang masih ada seperti Kerajaan Jambu Lipo ini memiliki arti penting bagi masyarakat, khususnya yang menjadi bagian dari kerajaan tersebut.
Menurutnya, prosesi Rajo Manjalani Rantau melalui penelitian ini menunjukkan bahwa prosesi ini merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam menjaga keberlangsungan kerajaan Jambu Lipo.
Terutama, dalam hal menjaga hubungan antara pihak kerajaan dengan masyarakat dan juga daerah-daerah rantau yang memiliki hubungan-hubungan khusus dan kuat dengan kerajaan.
“Seperti terlihat dalam respons masyarakat dan nagari-nagari selama prosesi berlangsung. Agenda reguler ini juga menjadi media dalam mempertahankan ingatan kolektif terhadap kerajaan, memperbaharui pengetahuan sejarah dan adat istiadat, serta menjadi medium dalam menyelesaikan persoalan, konflik, dan rencana dalam skala yang luas,” urai Sudarmoko.
Perhatian penting lainnya, jelasnya lagi, adalah mengenai tinggalan, ruang-ruang publik, cerita lisan, dan ingatan kolektif masyarakat mengenai sosial budaya di sekitar kerajaan.
“Hal ini menjadi penting karena dengan adanya dukungan sosial budaya inilah narasi kerajaan, dan juga narasi-narasi yang terkait, dapat bertahan dalam ruang dan waktu yang lebih lama,” terangnya.
Kendati begitu, dalam penelitian sejarah dan eksistensi Kerajaan Jambu Lipo ini, ada beberapa bagian yang masih perlu ditelusuri lebih dalam antara lain sejarah, dan kajian arkeologis.
“Penelitian ini perlu pendalaman lebih lanjut terkait dengan sejarah yang memerlukan penelitian lebih komprehensif, pengujian dan kajian arkeologis terhadap tinggalan-tinggalan yang ada. Juga perlu kajian sosiologis dan antropologis terhadap masyarakat, daerah, dan lembaga-lembaga terkait, kajian bahasa, dan kajian terhadap lingkungan,” urai Sudarmoko.
Asal Jambu Lipo
Dari penelusuran pustaka Sudarmoko dkk, asal usul nama Kerajaan Jambu Lipo diperkirakan bermula dari kata ‘jambhu dwipa’ dalam bahasa Sanskerta yang maknanya ‘tanah asal’. Adapun menurut Tambo Minangkabau nama Jambu Lipo bermula dari hasil akad Rajo Tigo Selo di Pagaruyung yang tidak boleh saling melupakan, dengan asal kata "jan bu lupo" yang faedahnya "jangan ibu lupa".
Kerajaan Jambu Lipo merupakan salah satu cabang Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada awal zaman ke-10 dengan raja pertamanya bernama Dungku Dangaka. Susunan Pemerintah Kerajaan Jambu Lipo sama dengan Kerajaan Pagaruyung yang digunakan oleh Rajo Tigo Selo.
Baca juga: Diberi Gelar Kehormatan Oleh Kerajaan Jambu Lipo, LaNyalla Diharapkan Jadi Pemimpin Nasional
Pada pertama kalinya pusat Pemerintahan Kerajaan Jambu Lipo berada di Bukit Jambu Lipo. Pada masa pemerintahan raja ke-4 yang bernama Buayo Kumbang bersama pembesar yang lain mengadakan perundingan terhadap pertentangan Putih Mengenang yang disepakati kepada memindahkan pusat pemerintahan ke Nagari Lubuk Tarok. [den/pkt]