Padangkita.com - Sumatera Barat (Sumbar) sangat kaya dengan produk khas dan endemik yang pantas untuk dipatenkan. Ini penting demi menghindari klaim daerah lain.
Namun sejumlah persoalan mengganjal yakni rebutan antara dua daerah di Sumbar sendiri. Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengungkapkan dulu saat mengajukan Batik Tanah Liek (Padang), Kabupaten Pesisir Selatan juga melakukan hal yang sama sebagai upaya memberi jaminan hak paten dan hak cipta kekayaan intektual budaya.
“Ini serta merta ini menjadi kebanggaan tersendiri baik bagi daerah juga bagi masyarakat itu sendiri,” ujar Nasrul saat membuka secara resmi Sosialisasi Tata Cara Pendaftaran Kekayaan Intektual, dalam rangka memperingati Hari Kekayaan Intektual Sedunia di Padang, kemarin.
Dia mengatakan, Sumbar memiliki banyak potensi produk yang dapat di patenkan dalam Indek Geografis (IG) yang merupakan khas daerah yang tidak ada apa pada tempat lain. Seperti "Ikan Bilih" (M. padangensis) dapat dijadikan hak paten dengan usulan IG Singkarak- Sumbar.
“Ini merupakan upaya menengahi kondisi bahwa ikan bilih itu ada di Danau Singkarak antara dua Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar,” tandasnya.
Menurutnya, jika ditarik masing-masing daerah mengklaim itu milik potensi mereka maka hak paten tidak bisa diberikan oleh Lembaga Hak Paten Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
“Karena itu kita rencana akan duduk bersama Pemprov Sumbar dengan Pemkab Solok dan Pemkab Tanah Datar membahas ini agar tidak menjadi dilema dimasa datang,” tuturnya.
Nasrul mengatakan, dengan memiliki Hak Paten atau Hak Cipta sebuah daerah dan seseorang dapat dihargai dengan baik dan diapresiasi sebagai sebuah nilai yang diakui dan diterima sebagai sebuah kekayaan ekonomis yang akan mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Nasrul Abit juga menjelaskan, potensi IG Sumbar ini sangat beragam seperti ikan rinuak Danau Maninjau Agam, teh Aro Solok, kopi khas Solok, serta juga dalam versi produk budaya dan makanan, Sala Lauk Pariaman, Tenun Silungkang Sawahlunto, Tenun Pandai Sikek Tanah Datar, Sanjai Bukittinggi, Galamai Payakumbuh dan sebagainya yang jika dipatenkan juga akan meningkatkan nilai harga produk barang yang bersangkutan.
Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Barat, Dwi Prasetyo Santoso juga menyampaikan, kekayaan intelektual (KI) merupakan hak yang timbul dari hasil pikir, olah pikir yang menghasilkan produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya KI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari sesuatu kreatifitas intelektual.
Perkembangan perekonomian global membuktikan KI telah menjadi salah satu komponen yang penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Dunia, sebutnya, saat ini telah masuk era ekonomi kreatif jadi kita dituntut untuk dapat bersinergi anak bangsa.
Sejalan dengan itu amat pantaslah para pelaku kekayaan intelektual (KI) (penemu, pencipta, pendesain dan sebagainya) diberikan hak ekslusif atas karyanya agar dapat menikmati secara ekonomis hak tersebut.
Dia mengakui, lemahnya perlindungan KI saat ini, salah satu disebabkan karena masih kurangnya pemahaman masyarakat dan aparat penegak hukum mengenai KI.
“Dan hari ini masih banyak pelanggaran dibidang kekayaan intelektual, yang perlu menjadi perhatian seirus dari kita bersama terutama bagi institusi pendidikan dan aparat penegak hukum sebagai pemangku kepentingan di bidang KI,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatangan MoU Bidang Hak Azasi Manusia antara Gubernur Sumatera Barat dengan Dijen Hak Azasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.