Manusia Langka Bernama Hamka

Manusia Langka Bernama Hamka

Buya HAMKA (Foto: Ist)

Image Attachment

Buya HAMKA (Foto: Ist)

Padangkita.com - Sangat sulit rasanya, rahim Minangkabau melahirkan kembali tokoh yang kharismatik ini, dihormati teman dan disegani oleh lawan, semisal Buya Hamka.

Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amarullah, namun beliau lebih dikenal dengan nama Hamka. Buya adalah gelar keagaamaan yang melekat pada tokoh nasional yang lahir di Maninjau, Kabupaten Agam ini.

Jarang akan ditemui pembanding untuk tokoh yang satu ini. Selain tokoh politik beliau juga merupakan tokoh agama, dan kemampuannya dalam menjalankan dua hal tersebut sama baiknya. Hamka bisa dikatakan harus menjadi contoh bagaimana seorang tokoh bagi generasi penerusnya.

Penguasaannya tentang Islam, tidak membuatnya jatuh dalam kefanatikan, melainkan menjadi peneduh umat lewat lantunan ceramah rutin di TVRI, RRI, dan Mesjid Agung Al Azhar. Ia juga seorang pemaaf, jika dimasukan dalam ranah politik.

Seorang anak Hamka, Irfan Hamka, mengingat kisah Ayahnya yang memberi maaf seteru politik dalam spektrum yang berbeda-beda dalam buku berjudul: Ayah,….

Salah hal yang bisa dijadikan contoh adalah saat beliau dengan ikhlas menjadi imam saat mantan Presiden Soekarno berpulang. Tak diingat dan diungkit-ungkitnya persoalan di masa lalu, Soekarno pernah memenjarakan Hamka di masa Demokrasi Terpimpin selama 28 bulan.

Begitu pula dengan sastrawan dan budayawan, Pramoediya Ananta Toer. Saat dia hendak bermenantu orang yang berbeda agama, Pram meminta calon menantunya belajar Islam di bawah bimbingan Hamka.

Padahal, Pram merupakan orang yang menyerangnya secara membabi buta dalam konteks kepengarangan melalui rubrik Lentera di Harian Bintang Timur. Pram dan Hamka memang bersebarangan aliran mengenai ideologi kebangsaan saat itu.

Buya Hamka lahir di Maninjau, Sumatra Barat, 17 Februari 1908. Hamka adalah anak dari seorang ulama berpengaruh di Minangkabau awal abad ke-20, Abdul Karim Amrullah, biasa dipanggil Haji Rasul atau Inyiak DR.

Sejarawan Universitas Negeri Padang (UNP) Mestika Zed mengatakan, untuk mengerti Buya Hamka harus memahami suasana awal abad 20 di Minangkabau, yakni perdebatan hebat antara kaum Islam reformis dan kaum tradisional.

Pages:

Baca Juga

Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Populisme Islam Digital di Sumatera Barat
Populisme Islam Digital di Sumatera Barat