Padangkita.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menilai rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber panas bumi di wilayah Gunung Talang – Bukit Kili Kabupaten Solok, Sumatra Barat, sangat berbahaya.
Direktur LBH Padang Era Purnama Sari mengakui, pada tanggal 3 Juli 2017, menerima pengaduan dari masyarakat Nagari Batu Bajanjang sehubungan dengan diterbitkannya izin panas bumi di wilayah oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No 2/1/IPB/PMA/2017 kepada PT. Hitay Daya Energy seluas 27.000 Ha untuk jangka waktu 37 Tahun.
Meskipun proyek pemanfaatan panas bumi ini merupakan bagian dari Proyek Energi Nasional yang ditergetkan mencapai 35.000 MW, namun Era melihat, penetapan wilayah kerja yang berada di kawasan Gunung Talang-Bukit Kili dikhawatirkan akan mengancam kehidupan pertanian masyarakat.
“Mengingat status di sekitar Gunung Talang yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan sebagai Kawasan Hutan Lindung yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah,” katanya dalam rilis yang diterima padangkita.com, Rabu (19/07/2017).
Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, PT. Hitay Daya Energy telah melakukan aktifitas Eksplorasi dengan mematok lubang pengeboran sumur panas bumi dibeberapa titik sekitar gunung talang, bahkan 2 diantara titik pengeboran tersebut berada di bahu gunung yang lokasinya tidak jauh dari kawah gunung yang menjadi pusat panas bumi.
Aktifitas landclearing atau pembukaan lahan, pembukaan akses jalan, serta pendirian camp-camp untuk Pengeboran panas bumi di gunung talang secara langsung akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumber mata air dan ekosistem hutan yang ada di sana, yang pada akhirnya akan mengancam kehidupan masyarakat di nagari-nagari salingka Gunuang Talang yang sebagian besar menggantungkan hidup dari lahan pertanian.
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) PT. Hitay Daya Energy, juga menyebutkan adanya ancaman hilangnya vegetasi darat karena lahan dibersihkan dari tanaman (land clearing) pada lokasi.
Lalu juga peningkatan kebisingan diakibatkan penggunaan alat berat, menimbulkan erosi tanah karena hilangnya vegetasi yang ada di dalam kawasan hutan, hilangnya flora darat, perubahan tata guna lahan yang semulanya digunakan oleh masyarakat untuk pertanian.
Di samping itu, penurunan kualitas air sungai, meningkatnya kekeruhan yang berpotensi terhadap gangguan biota perairan, kualitas fisik kimia tanah menurun akibat didatarkannya tanah pucuk (top soil) sehingga berakibat erosi, gangguan habitat fauna karena hilangnya vegetasi tanah serta dampak-dampak lainnya.
LBH Padang berpendapat bahwa proses izin panas bumi harus tetap memperhatikan aspek lingkungan dan juga sosial masyarakat, oleh karena itu sebaiknya pemerintah Kabupaten Solok mengambil langkah tegas untuk mengkaji ulang kembali proyek panas bumi di Gunung Talan.
“Karena keputusan hari ini bisa jadi akan merubah wajah Kabupaten Solok yang selama ini terkenal sebagai wilayah yang memiliki pesona alam yang asri dan penghasil komoditas pertanian unggul,” jelasnya.