Jakarta, Padangkita.com - Setelah tiga pekan diterapkan kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, telah mendorong petani kelapa sawit dalam jurang kebangkrutan, alias mereka tak bisa lagi mengelola kebun sawit yang dimiliki menyusul harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang melorot tajam 40%-70%, dan adanya rencana pabrik yang tak bisa lagi menerima buah sawit petani akibat tangki CPO yang mulai penuh.
Namun kini kebijakan tersebut telah dibuka kembali oleh Presiden Joko Widodo, yang efektif pada Senin (23/5/2022). Hanya saja masalahnya tidak hanya sampai dengan pembukaan kran ekspor saja.
Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia yang terdiri dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi), menyatakan sikap untuk melakukan sejumlah perbaikan pada industri kelapa sawit nasional.
Pertama, para petani meminta pemerintah, perusahaan sawit dan juga melalui pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna mempercepat pembangunan kelembagaan petani sawit swadaya dan juga kemitraan antara petani dengan perusahaan.
Kedua, selama ini petani sawit hanya sebagai penyedia bahan baku, belum ada satupun kelembagaan petani yang memiliki pabrik sendiri dan mengolah TBS menjadi bahan jadi misalnya sampai minyak goreng, sehingga saat ini waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mendukung kelembagaan petani sawit untuk memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit dengan memanfaatkan keberadaan dana sawit yang dikelola oleh BPDPKS.
Ketiga, pemerintah perlu memastikan tata kelola minyak goreng dari hulu ke hilir dengan sebaik mungkin. “Perlu diterapkan domestic market obligation (DMO) dengan pengawasan yang ketat dan juga perlunya komitmen perusahaan-perusahaan agar ketersedian bahan baku bisa di jamin, selain itu perlu di buat sistem distribusi minyak goreng sampai ke masyarakat, seperti sistem penyediaan gas LPG dan kalau perlu dibentuk atau ditunjuk lembaga seperti bulog yang bisa memastikan ketersedian minyak goreng di masyarakat,” demikian kata para petani dalam pernyataan bersama yang diterima InfoSAWIT, Kamis (19/5/2022).
Baca Juga: Bupati Hamsuardi Dukung Koperasi Membangun Pabrik Kelapa Sawit di Pasaman Barat
Keempat, BPDPKS telah berdiri kurang lebih 8 tahun sejak tahun 2015 dimana selama 8 tahun ini telah melakukan pungutan dana sawit sekitar 137,283 Triliun, dimana dana ini mayoritas sekitar 80,16 persen hanya untuk subsidi biodiesel.
“Sementara untuk petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dengan kondisi seperti ini maka meminta pemerintah kedepannya bisa mengalokasikan dana BPDPKS secara adil kepada petani sawit,” tandas para petani sawit. [*/isr]