Konflik Petani Bidar Alam Solsel dengan PT RAP Memanas, Walhi dan LBH Pertanyakan Keterlibatan Polisi

Berita Padang, LBH Padang Somasi Kapolsek Kuranji,

LBH Padang (Foto: Ist)

Berita Padang terbaru dan berita Sumbar terbaru: Konflik antara petani Nagari Bidar Alam, Kecamatan Sangir Jujuan, Solsel dengan PT Ranah Andalas Plantation memanas

Padang Aro, Padangkita.com - Konflik antara masyarakat Nagari Bidar Alam, Kecamatan Sangir Jujuan, Kabupaten Solok Selatan (Solsel) dengan PT Ranah Andalas Plantation (RAP) memanas. Bentrok antara masyarakat petani dan petugas RAP sempat terjadi di lapangan. Jika tak segera diselesaikan, konflik yang berujung bentrok berpotensi kembali meledak.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat (Sumbar) Uslaini, yang mewakili petani menyebutkan, konflik antara masyarakat petani dan PT RAP bermula dari perjanjian kerja sama kebun kelapa sawit sejak 2006.

“Perusahaan dapat izin dari Bupati. Sebenarnya, izin lokasi mereka itu hanya berlaku tiga tahun dan diperpanjang satu tahun. Secara administrasi kenegaraan izin mereka tidak berlaku lagi karena dalam rentang waktu empat tahun itu tidak keluar izin HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan,” ujar dia kepada Padangkita.com via telepon, Selasa (29/9/2020).

Dia menuturkan dalam perjanjian kerja sama kebun kelapa sawit tersebut, masyarakat sebagai pemilik lahan memperoleh 40 persen dari hasil panen.

“Perjanjiannya itu kan tahun 2006. Sekarang sudah 2020. Jadi, sudah 15 tahun setelah masyarakat menyerahkan lahan, perusahaan sudah memanen. Namun hak masyarakat yang 40 persen tersebut tidak diserahkan,” jelasnya.

Baca Juga: Rumah Sakit Hewan Sumbar Tutup 14 Hari Setelah Layani Pemilik Kucing yang Positif Covid-19

Karena PT RAP tidak memenuhi janjinya, masyarakat pun ingin mengambil kembali lahan mereka. Masyarakat berinisiatif memanen sawit secara mandiri di perkebunan kelapa sawit yang memang di atas tanah mereka.

Sekitar dua pekan yang lalu, kata Uslaini, masyarakat melakukan panen sawit bersama-sama. Namun, di lapangan dihalang-halangi oleh pihak perusahaan. Akibatnya, terjadi bentrok antara masyarakat petani dan petugas PT RAP.
Hari ini, lanjut dia, seorang petani Bidar Alam dipanggil Polres Solsel atas dugaan tindak pidana pengancaman saat konflik antara petani Bidar Alam melawan PT RAP.

“Sudah bersabar sampai 15 tahun menanti iktikad baik dan janji dari pihak perusahaan. Namun tidak dipenuhi sampai saat ini. Akhirnya, masyarakat berinisiatif mengambil hasil dari lahan mereka. Karena ada upaya menghalang-halangi oleh staf perusahaan, terjadilah bentrok di lapangan. Inilah yang dilaporkan oleh pihak perusahaan sebagai tindak pengancaman terhadap karyawan perusahaan,” ungkap Uslaini.

Pada hari ini, terang dia, masyarakat sebetulnya juga ingin melakukan pemanenan mandiri. Namun, PT RAP telah terlebih dahulu meminta pengamanan lokasi kepada pihak kepolisian.

“Ada ratusan masyarakat yang ingin melakukan pemanenan di lahan mereka sendiri. Tetapi, ada polisi yang berada di lokasi,” sebutnya.

Uslaini sampai saat ini belum mendapatkan informasi terbaru dari lapangan. Pihaknya masih melakukan koordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Sebelumnya, masyarakat telah melaporkan kepada LBH Padang dan Walhi Sumbar untuk sesegera mungkin mendapat solusi atas penyelesaian permasalahan ini.

“Tapi, dari foto yang kita lihat, ada lima orang polisi yang ada di situ. Dan, ada juga ada polisi yang berkeliaran membawa senjata api laras panjang,” sebutnya.

LBH Sebut Pengamanan Salahi Aturan

Sementara itu, Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani, dalam keterangan tertulis yang diterima Padangkita.com hari ini, manyampaikan polisi yang mengamankan lokasi perkebunan diduga berasal dari kesatuan Brimob.

Atas situasi tersebut, lanjut dia, LBH Padang meminta semua pihak, terutama institusi kepolisian untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani Bidar Alam.

"Keberadaan Brimob di lokasi diduga menyalahi amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan dapat terkategori pada dugaan penyalahgunaan wewenang," jelasnya.

Institusi kepolisian, lanjut dia, mesti tahu bahwa PT RAP hingga saat ini tidak memiliki HGU dan perizinan lainnya telah habis jangka waktunya sehingga tanah-tanah tersebut merupakan milik petani Bidar Alam. Oleh sebab itu, LBH Padang akan sesegera mungkin meminta penjelasan tertulis dari Polda Sumbar atas adanya anggota polisi yang diterjunkan di Bidar Alam.

Senada dengan hal tersebut, Uslaini meminta semua pihak untuk menahan diri dan menggunakan pendekatan persuasif serta menghindari terjadinya kontak fisik yang berujung kekerasan yang akan merugikan banyak pihak.

"Para pengambil kebijakan baik di tingkat Provinsi Sumbar dan Kabupaten Solok Selatan harus melakukan upaya penyelesaian persoalan ini secara cepat dan tidak berlarut. Pengerahan aparat keamanan oleh perusahaan dapat memicu konflik yang lebih besar jika aparat keamanan tidak bersikap netral," sampainya. [pkt]


Baca berita Padang terbaru dan berita Sumbar terbaru hanya di Padangkita.com

Baca Juga

Terima Kunjungan Komunitas Forest Guardian, Pemprov Sumbar Dukung Kampanye Lingkungan
Terima Kunjungan Komunitas Forest Guardian, Pemprov Sumbar Dukung Kampanye Lingkungan
Sumatera Barat Rilis Peta Jalan Pengembangan Ekonomi Kreatif
Sumatera Barat Rilis Peta Jalan Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia Vs Arab Saudi: Duel Seru di Lapangan, Sampah Plastik Jadi 'PR' Kita Semua
Indonesia Vs Arab Saudi: Duel Seru di Lapangan, Sampah Plastik Jadi 'PR' Kita Semua
Gubernur Mahyeldi Dorong Petani Sumbar Manfaatkan Perhutanan Sosial untuk Tingkatkan Kesejahteraan
Gubernur Mahyeldi Dorong Petani Sumbar Manfaatkan Perhutanan Sosial untuk Tingkatkan Kesejahteraan
Mahyeldi-Vasko Tegaskan Komitmen untuk Sektor Pertanian Rendah Emisi
Mahyeldi-Vasko Tegaskan Komitmen untuk Sektor Pertanian Rendah Emisi
Gubernur Sumbar Mahyeldi Raih Berbagai Penghargaan Sepanjang 2024
Gubernur Sumbar Mahyeldi Raih Berbagai Penghargaan Sepanjang 2024