Komisioner KPU Dilaporkan ke DKPP dan Polda Sumbar, Feri: Selesaikan di DKPP Saja

Padangkita.com: KPU Sumbar, Polda Sumbar,

Boby Lukman, 44 tahun melaporkan Komisioner KPU Sumbar, Izwaryani ke Polda Sumbar, Jumat (18/12/2020).

Padang, Padangkita.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Barat (Sumbar) Izwaryani dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Izwaryani dilaporkan oleh salah seorang yang mengaku sebagai masyarakat sipil, Boby Lukman, 44 tahun. Kata Boby, selain ke DKPP, ia juga melaporkan Izwaryani ke Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar.

"Ini terkait pernyataan Pak Izwaryani, yang mana Pak Izwaryani mengatakan bahwa Mulyadi bisa batal jadi cagub jika dinyatakan bersalah dan inkrah," kata Boby usai melapor di Polda Sumbar, Jumat (18/12/2020) sore.

Sebelumnya, Bareskrim Polri memang menetapkan Mulyadi sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran kampanye di luar jadwal. Namun, dalam perjalanannya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3).

Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menerbitkan SP3 pada 11 Desember 2020 atau dua hari setelah hari pemungutan suara Pilkada serentak 2020 pada Rabu, 9 Desember 2020.

Boby mengatakan, pernyataan Izwaryani dimuat oleh dua portal berita online di Kota Padang pada Sabtu (5/12/2020) lalu. Dalam pernyataannya, Izwaryani menyebutkan, Mulyadi bisa batal menjadi Calon Gubernur Sumbar jika dinyatakan bersalah dan inkrah terkait kasus dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu yang diproses oleh Bareskrim Polri.

Menurut Boby, pernyataan Izwaryani itu sangat salah. Terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Mulyadi, dalam undang-undang Pilkada tidak ada satupun pasal yang menyatakan Mulyadi bisa batal atau didiskualifikasi sebagai peserta Pilgub 2020.

"Tidak ada satupun pasal di undang-undang Pilkada itu yang mengatakan bahwa Mulyadi bisa didiskualifikasi sebagai peserta pemilu, meskipun inkrah (putusannya). Bisa dibaca undang-undangnya. Jadi pernyataan itu tidak berdasar," tegas Boby.

Mulyadi dalam kasusnya disangka dengan Pasal 187 ayat (1) UU 6 Tahun 2020 tentang Pilkada. Mulyadi diduga telah curi start Pilgub Sumbar 2020 dengan ancaman penjara minimal 15 hari dan paling lama 3 bulan dan atau denda paling sedikit Rp100.000 paling banyak Rp1 juta.

"Ancamannya tidak ada diskualifikasi, ancamannya hanya denda dan atau penjara. Jadi tidak ada didiskualifikasi," ulas Boby.

Dengan pernyataan itu, lanjut Boby, warga yang akan memilih Mulyadi menjadi kebingungan. Sebab, jika memilih Mulyadi, suaranya tentu akan hangus, karena Mulyadi disebut bisa didiskualifikasi sebagai peserta pemilu.

"Kami, kalau memilih Mulyadi tentu jadi percuma. Karena kalau Mulyadi pun menang dia batal jadi gebernur. Ini kalau milih Mulyadi ya, tentu ini hak politik, jadi kalau ya," ucap Boby.

Soal inisiatif dan motifnya melalorkan Izwaryani, Boby menyatakan, ”Saya melapor ini merupakan bagian dari pendidikan politik saja. Agar kita berhati-hati dalam membuat pernyataan. Siapapun, apalagi Pak Izwaryani yang menjadi komisioner KPU. Ini menyangkut posisi mereka. Jadi karena itu orang akan percaya, kan yang bicara anggota KPU," katanya.

Boby menambahkan, terkait pelaporannya ke DKPP dan Direskrimsus Polda Sumbar, ia membawa dua barang bukti berupa “screenshot” atau tangkapan layar pernyataan Izwaryani di dua portal berita online di Padang.
Dia melapor ke DKPP sekitar pukul 13.30 WIB. Sementara ke Ditreskrimsus Polda Sumbar sekitar pukul 15.30 WIB. "Laporan kita sudah diterima, kita tunggu saja dan kita serahkan sepenuhnya kepada penyidik," ujar Boby.

Fokus Kepada Laporan Etik

Dihubungi terpisah, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSakO) Fakultas Hukum Unand, Feri Amsari menilai pelaporan Komisioner KPU tersebut merupakan hal yang biasa. Namun dia mengingatkan, sebaiknya kasus tersebut hanya pada ranah etika saja, tidak perlu sampai ke pidana.

"Wajar ada laporan pidana dalam kasus tersebut tapi karena pidana itu sifatnya ultimum remedium (upaya terakhir) maka sebaiknya fokus kepada laporan etik. Sebab kalau semua penyelenggara dilaporkan pidana bisa habis penyelenggara," kata Feri yang juga Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unand.

Oleh sebab itu, Feri menyarankan, kasus itu cukup diselesaikan di DKPP. Ini sekaligus, kata dia, untuk memastikan bahwa iktikad pelapor benar-benar ingin membenahi komisioner atau penyelenggara yang diduga bermasalah.

Baca juga: KPU Sumbar: Mulyadi Bisa Dibatalkan Jadi Calon Gubernur Sumbar Jika Terbukti Bersalah dan Inkrah

"Sebaiknya diselesaikan di DKPP untuk menghilangkan asumsi publik bahwa pelaporan dilakukan karena kalah, tapi sebaiknya pelaporan difokuskan kepada etik karena jelas tujuannya untuk membenahi penyelenggara yang bermasalah," ujar Feri. [pkt]


Baca berita Sumbar terbaru dan berita Pilkada Sumbar terbaru hanya di Padangkita.com.

Baca Juga

Mahyeldi Kenalkan Program Nagari Creative Hub saat Kampanye di Nanggalo Kota Padang
Mahyeldi Kenalkan Program Nagari Creative Hub saat Kampanye di Nanggalo Kota Padang
Kadin Sumbar Gelar Dialog dengan Paslon Gubernur, Bahas Ekonomi Hijau dan Biru
Kadin Sumbar Gelar Dialog dengan Paslon Gubernur, Bahas Ekonomi Hijau dan Biru
Dewan Dakwah Sumbar Imbau Pilkada Bersih, Tolak Politik Uang
Dewan Dakwah Sumbar Imbau Pilkada Bersih, Tolak Politik Uang
Debat Kedua Pilgub Sumbar 2024, Fokus pada Transformasi Ekonomi dan Infrastruktur Berkelanjutan
Debat Kedua Pilgub Sumbar 2024, Fokus pada Transformasi Ekonomi dan Infrastruktur Berkelanjutan
KPU Sumbar Ingatkan Pasangan Calon untuk Tepati Deadline Laporan Dana Kampanye
KPU Sumbar Ingatkan Pasangan Calon untuk Tepati Deadline Laporan Dana Kampanye
Bawaslu dan KPU Padang Jemput Kekurangan Surat Suara di Semarang
Bawaslu dan KPU Padang Jemput Kekurangan Surat Suara di Semarang