Payakumbuh, Padangkita.com - Di era tahun 1930-an, pernah berdiri Perguruan Tinggi Islam di Payakumbuh, Sumatra Barat (Sumbar), namanya Training College atau Koellijatoel Moe’allimin.
Berdirinya Perguruan Tinggi Islam ini menunjukkan bahwa di Sumbar, khususnya Minangkabau saat itu, nilai dan semangat keislaman begitu kental.
Mereka hanya menerima murid-murid yang berasal dari sekolah-sekolah Islam. Selain itu, tujuan lain didirikannya sekolah ini adalah sebagai reaksi antitesis terhadap penyebaran sekolah sekuler yang juga meluas.
Hal ini dimuat dalam laporan harian Sinar Sumatra, No. 289 pada Sabtu (29/12/1934) tentang akan dibukanya satu sekolah baru setingkat Training College di Payakumbuh pada 3 Februari 1935. '
Berdasar laporan itu, dosen dan peneliti dr. Suryadi dari Leiden University, Belanda berpendapat bahwa menguatnya gerakan keislaman di Minangkabau kala itu turut diimplementasikan dalam dunia pendidikan.
Ia juga berpendapat bahwa dahulu ada pengaruh kuat dari tradisi keilmuan dan intelektualisme Arab atau Timur Tengah budaya Minangkabau.
Hal itu lantaran dalam laporan itu juga dimuat bahwa pengurus dan guru-guru yang akan mengajar di Training College ini memperoleh pendidikan keislaman dari Mesir dan Saudi Arabia.
Baca juga: Tahukan Anda, Perguruan Tinggi Islam Pertama di Indonesia Berada di Ranah Minang
"Di tahun banyak berdiri partai-partai politik yang berazaskan Islam di kalangan intelektual pribumi Minangkabau. Seperti misalnya PERTI, PERMI, dan beberapa partai partai politik lainnya mendapat sambutan cukup luas dalam masyarakat Minangkabau," dilansir dalam laman pribadinya, Jumat (10/4/2020).
Peranan Penting Umat Islam
Suryadi menjelaskan cabang-cabang partai tersebut berdiri di beberapa nagari. Hal ini pun lantas membuat Pemerintah Kolonial Hindia Belanda merasa takut.
Oleh karena itu, seringkali para aktivis partai-partai tersebut diperiksa, ditangkap, dan bahkan ada yang dikirim ke Digul.
Meski demikian, Suryadi tak menampik kenyataan bahwa di masa itu paham Komunis juga meluas di kalangan masyarakat Minangkabau.
Lepas dari itu, fakta sejarah yang dimuat dalam laporan tersebut membuktikan bahwa sulit untuk membantah bahwa umat Islam telah memainkan peranan penting dalam penyemaian rasa nasionalisme dan gerakan perjuangan melawan penjajah di zaman lampau.
Laporan di atas juga memberi gambaran kepada kita tentang Kiranya menarik untuk menelusuri lebih jauh riwayat hidup para pengurus dan guru-guru yang namanya disebutkan dalam laporan di atas.
Berikut bunyi laporan yang dimuat dalam harian Sinar Sumatra, No. 289, Hari Saptoe 29 December 1934, 23 Tjam It Gwee 2485 – 22 Ramadhan 1353 tentang akan dibukanya satu sekolah baru setingkat training college di Payakumbuh pada tgl. 3 Februari 1935.
“TRAINING COLLEGE. Diboeka di Pajakoemboeh.
Pada tanggal 3 Februari 1935 di Pajakoemboeh akan diboeka satoe Pergoeroean Islam Tinggi dengan nama Training College atawa Koellijatoel Moe’allimin, jang bertoedjoean akan membimbing pemoeda pemoeda poetra dan poetri mendapat pengetahoean jang loeas dan landjoet dalam dalam soal seloek beloeknja Islam dan pengetahoean oemoem (Algemeene kennis).
Lamanja beladjar adalah 4 taon dan moerid moerid jang diterima jalah marika jang lepasan Thawallibschool, Dinijahschool dan Tarbijatoel Islamijah atawa jang sama dengan itoe, dengan sjarat telah mempoenjai diploma telah tamat dari klas 7.
Goeroe goeroenja terdiri dari toean toean Nasroeddin Thaha bekas student Darul Ulum Cairo, Iljas M. Ali bekas student di al-Azhar Cairo, Djanaid Moehammad (al Falaqie) dan Zainuddin al Hamidi (Ma’haj Islamij Mekkah).
Moerid moerid jang ingin belajar haroes membajar oeang sekolah f 2.- seboelan berikoet oeang masoek f 2,50 dan ini moesti dibajar lebih doeloe.
Bisa diterangkan djoega pengoeroesnja Traning College ini terdiri dari toean toean: Zainoeddin Hamidij ketoea, Roesli A. Wahid, djoeroesoerat Lamid St. Madjolelo bendahari, Rahib dan H. Abd. Hamid Saady pembantoe. [*/Jly]