Dalam sistem demokrasi perwakilan yang ada hari ini, keberadaan wakil rakyat menjadi sosok yang sangat penting dalam menyeimbangkan kekuasaan eksekutif. Selain mengawasi jalannya pemerintahan, wakil rakyat juga memperjuangkan aspirasi masyarakat yang mereka wakili.
Walaupun begitu, memang tidak banyak yang menyoroti bagaimana sesungguhnya wakil rakyat ini melaksanakan fungsi politiknya, terutama setelah Pemilu dilaksanakan. Justru yang terjadi wakil rakyat secara diam-diam mulai "meninggalkan" pemilihnya dan fokus pada agenda pribadi, kelompok dan partai politik.
Memang tidak ada yang salah dengan agenda politik tersebut, namun sepatutnya agenda yang tersebut harus ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
Wakil Rakyat Sumbar
Sistem keterwakilan berimbang (proportional representation) yang dilaksanakan telah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil). Sesuai UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu, Provinsi Sumatra Barat mendapatkan 14 kursi untuk mewakili kepentingan politik masyarakatnya di DPR.
Sebanyak 14 kursi di Sumatra Barat tersebut dibagi ke dalam dua Dapil yang masing-masingnya memperoleh 8 kursi untuk Dapil 1 dan 6 kursi untuk Dapil 2. Adanya perbedaan jumlah kursi tiap Dapil ini karena adanya pertimbangan berbagai kaidah yang menentukan pembentukan Dapil tersebut, yaitu proporsionalitas, kohesivitas, integralitas wilayah, kesetaraan nilai suara, cakupan wilayah yang sama dan kesinambungan.
Dengan 14 jumlah kursi yang diperoleh untuk Sumatra Barat tersebut paling tidak menggambarkan adanya wakil rakyat yang siap memperjuangkan apsirasi masyarakat Sumatra Barat. Sayangnya setelah dua tahun sejak Pemilu 2019 dilaksanakan, ternyata tidak semua wakil rakyat dari Dapil Sumatra Barat ini yang benar-benar commited dengan aspirasi masyarakat. Ini dibuktikan dengan tidak diketahuinya apa yang sudah mereka lakukan untuk masyarakat Sumatra Barat selama berada di Senayan.
Memang ada beberapa wakil rakyat di DPR yang konsisten bersuara untuk kepentingan masyarakat Sumatra Barat, namun jumlahnya tidak banyak. Paling tidak apa yang mereka lakukan diberitakan di media massa cetak dan online.
Untuk menyebut beberapa nama yang diliput media seperti Andre Rosiade dari Partai Gerindra, Athari Gauti Ardi dari PAN, Nevi Zuairina dari PKS, Hermanto dari PKS dan Guspardi Gaus dari PAN. Masyarakat mengetahui kegiatan mereka dari media massa dan media sosial yang meliput kegiatan tersebut. Wakil-wakil rakyat ini sangat memahami pentingnya memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi untuk mendukung fungsi kedewanan yang mereka laksanakan.
Bahkan mereka selalu membuka aktivitas mereka ke publik, sesuatu yang jarang dilakukan oleh wakil rakyat pada masa lalu. Di era keterbukaan hari ini, tentu dengan membuka aktivitas ke publik menjadi penting agar bisa dinilai oleh publik. Sayangnya, tidak semua anggota DPR yang berasal dari Sumatra Barat yang mau membuka aktivitasnya sebagai wakil rakyat.
Dari beberapa nama yang sering membuka kegiatannya kepada publik adalah Andre Rosiade yang selalu mendapat liputan dari media lokal dan nasional. Hubungan Andre Rosiade dengan media ini sudah lama terbentuk, bahkan sebelum menjadi anggota DPR wakil Sumatra Barat.
Sejak menjadi juru bicara Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden tahun 2019, Andre Rosiade sudah menunjukkan kepiawaiannya mengkritik pemerintah atas nama ketidakadilan. Tentu ini menjadi nilai plus ketika Andre Rosiade mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pada Pemilu 2019 yang lalu.
Keberaniannya menilai dan mengkritik kebijakan pemerintah ini bukan tanpa alasan. Kuatnya oligarki dalam penyelenggaraan pemerintahan berdampak pada proses pembuatan kebijakan di setiap kementerian. Akibatnya kebijakan yang dibuat tersebut seringkali meninggalkan realita di lapangan sebagai dasar dalam membuat kebijakan. Padahal sebagai wakil rakyat Andre Rosiade sangat memahami fakta dan data yang ada di lapangan yang berbeda dengan aspirasi masyarakat.
Koalisi Vertikal
Perlunya wakil rakyat yang berani memperjuangkan aspirasi seperti ini adalah sebuah kebutuhan di tengah kekuatan politik yang terpolarisasi. Apalagi dalam konteks hubungan pusat-daerah yang semakin sentralistis. Posisi daerah yang cukup lemah ketika berhadapan dengan pemerintah pusat mengharuskan dibentuknya koalisi kekuasaan di tingkat pusat.
Dalam teori koalisi vertikal (vertical coalition) dijelaskan tentang pentingnya membangun koalisi dengan kekuatan politik di tingkat pusat untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Salah satu koalisi vertikal yang dibutuhkan adalah koalisi dengan anggota DPR yang memiliki kedudukan setara dengan pemerintah untuk menegosiasikan kepentingan masyarakat daerah yang diwakilinya.
Inilah yang seharusnya diperankan oleh wakil rakyat di DPR. Sayangnya tidak banyak yang mampu memainkan peranan ini kecuali beberapa nama yang disebutkan di atas. Bahkan di antara nama-nama anggota DPR tersebut justru yang paling menonjol Andre Rosiade dengan segala aktivitasnya yang bisa diamati oleh publik.
Terlepas dari penilaian publik seperti apa, Andre Rosiade telah memberi warna baru dalam konteks hubungan wakli rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Selama ini, makna keterwakilan terputus ketika anggota DPR ini terpilih. Tidak ada lagi komunikasi politik yang dihadirkan dengan konstituen kecuali ketika menjelang Pemilu. Bahkan ada "kekhawatiran" dari anggota DPR ini jika mengunjungi konstituennya takut dimintai banyak hal.
Seorang wakil rakyat tentu harus mampu mendengarkan apa yang diminta oleh masyarakatnya karena begitulah hakikat perwakilan politik tersebut. Di sinilah dibutuhkan seni berpolitik anggota DPR menyikapi permintaan masyarakat secara arif dan bijaksana. Apakah permintaan tersebut bisa dikabulkan sesuai dengan fungsi politik yang diperankan atau harus menyampaikannya kepada pemerintah yang dikawal sampai permintaan tersebut direalisasikan. Patut diakui, dari sekian banyak anggota DPR, Andre Rosiade yang menguasai seni berpolitik seperti ini.
Baca juga: Survei Bakal Calon Presiden 2024: Ganjar dan Prabowo Bersaing Ketat, Anies Membayangi
Kepiawaian seperti ini harusnya juga dimiliki oleh anggota DPR yang lain agar aspirasi masyarakat bisa disampaikan kepada pemerintah pusat. Tentu ini semua bermula dari keberanian untuk menunjukan bagaimana anggota DPR ini menyuarakan kepentingan masyarakat Sumatera Barat dalam setiap sidang di DPR. Saya berandai-andai jika 14 orang wakil rakyat ini seperti Andre Rosiade membangun koalisi vertikal bersama masyarakat di DPR, tentu Sumatra Barat akan jauh lebih maju. [*]
Penulis: Andri Rusta, Kandidat Doktor Ilmu Politik Unpad; Peneliti Spektrum Politika