Padang, Padangkita.com - Sebuah bentuk protes keras dan sindiran menohok mewarnai kawasan Pantai Padang. Spanduk berukuran raksasa kini terbentang mencolok di bengkalai bangunan Gedung Kebudayaan Sumatera Barat yang terletak di Jalan Samudera.
Spanduk ini merupakan ekspresi kekecewaan komunitas seni dan budaya terhadap pembangunan gedung yang tak kunjung selesai.
Spanduk yang diperkirakan berukuran 25 meter kali 4 meter itu menggunakan dasar warna putih dengan tulisan berwarna merah yang mencolok dalam Bahasa Minangkabau: “Bilolah Ka Salasainyo Gedung Kebudayaan Ko?”.
Frasa yang berarti "Kapan Gedung Kebudayaan Ini Selesai?" tersebut terlihat sangat jelas dari jalan pinggir Pantai Padang, berhadapan langsung dengan siluet Gunung Padang.
Spanduk ini juga diapit gambar visual bangunan yang mangkrak tersebut, dipasang di lantai empat (atas) bangunan yang kini terlihat seperti sisa-sisa peninggalan sejarah, tak jauh dari Kantor Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.
Dadang Leona, seorang seniman Sumatera Barat, menjelaskan bahwa pemasangan spanduk ini telah dilakukan sejak Jumat (2/5/2024). Aksi ini merupakan inisiatif kolektif dari seniman, budayawan, pegiat seni, dan berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap pemajuan kebudayaan di Sumatera Barat.
"Tujuan utama pemasangan spanduk itu mendorong agar ada perhatian pemerintah untuk menuntaskan dan menyelesaikan pembangunan Gedung Kebudayaan yang sudah menghabiskan dana ratusan miliar ini. Sayang sekali jika bangunan itu menjadi rongsokan dan puing batu," kata Dadang Leona pada Sabtu (3/5/2025).
Terpasangnya spanduk sindiran ini mendapat tanggapan cepat dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat. Nofrizon, anggota DPRD Sumbar, menilai terbengkalainya proyek ini seharusnya dituntaskan oleh Gubernur Mahyeldi pada periode keduanya saat ini.
"Hal ini penting karena pembangunan gedung ini telah dimulai pada masa Gubernur Irwan Prayitno, yang juga berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan kemudian dilanjutkan selama dua periode oleh Mahyeldi—yang juga berasal dari PKS," kata Nofrizon. Ia menggarisbawahi rentang waktu 15 tahun terakhir di mana Sumbar dipimpin kader PKS.
Menurut Nofrizon, spanduk raksasa di lokasi Gedung Kebudayaan itu tidak bisa dianggap remeh oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov). “Ini akan jadi bumerang bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat jika tidak direspons cepat. Berhadapan dengan seniman, budayawan, dan pelaku seni, alamat akan buruk ke depannya. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terseot-seot jalannya. Pincang. Maka Gubernur segeralah menanggapi pesan kalimat dalam spanduk itu,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika proyek ini tidak selesai, akan menjadi catatan buruk sebagai kegagalan kepemimpinan kader PKS di Sumbar selama 15 tahun.
Sebagai anggota DPRD yang juga duduk di Badan Anggaran (Banggar), Nofrizon menyatakan siap berjuang mendorong penganggaran lanjutan pembangunan Gedung Kebudayaan melalui APBD jika diusulkan oleh Gubernur.
Ia juga mendukung upaya lobi dana ke pemerintah pusat (APBN), meski secara pribadi ia menilai kemampuan lobi Gubernur Mahyeldi belum memadai sejauh ini. Nofrizon mengaku memahami kekecewaan para pelaku seni, mengingat latar belakang pendidikannya di SMKI Padang, meskipun ia kini berkarir sebagai politikus dari PPP.
Kritik lebih tajam datang dari Hermawan, budayawan, penyair, dan akademisi Indonesia. Menurutnya, pemasangan spanduk itu adalah sindiran bernuansa kritikan yang menunjukkan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak punya visi pemajuan kebudayaan.
"Terbengkalainya pembangunan Gedung Kebudayaan bertahun-tahun lamanya merupakan indikator kuat sebagai pembenaran bahwasanya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memang tidak punya visi untuk pemajuan kebudayaan. Malah terkesan menghancurkan," terang Hermawan.
Ia mencontohkan fasilitas di Taman Budaya seperti Teater Tertutup dan Teater Utama, Ruang Chairil Anwar, Laga-laga, dan lainnya yang diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Provinsi namun tidak diganti, padahal masih sangat layak digunakan. "Ini secara sistemik melumat kebudayaan, by design," tegasnya.
Hermawan mendesak Pemerintah Provinsi untuk merespons dinamika ini dan berhenti membangun citra diri terkait keterbengkaian gedung. Ia bahkan mengkritik kunjungan Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy, ke Taman Budaya yang terkesan "sidak" namun tak jelas ujung pangkalnya, ditambah pembatalan janji pertemuan berikutnya oleh Wagub sendiri.
"Ini jelas terkesan bagarah-garah saja. Makin yakin saya, komitmen pemerintah terhadap pembangunan fasilitas kebudayaan di Sumatera Barat icak-icak saja," tandas Hermawan.
Gedung Kebudayaan Sumatera Barat dirancang sebagai pusat kegiatan seni dan budaya yang modern, dengan berbagai fasilitas seperti ruang pameran, auditorium, ruang latihan, dan workshop. Proyek ini dimulai dengan anggaran besar namun mengalami berbagai kendala serius hingga akhirnya mangkrak.
Pembangunan dibagi menjadi beberapa zona. Zona A dilaporkan telah rampung menggunakan anggaran sekitar Rp 57 miliar dari APBD Sumbar antara tahun 2015 hingga 2017. Pembangunan Zona B, yang merupakan gedung utama pertunjukan teater, dimulai pada 2018 dengan anggaran Rp 25 miliar dan dilanjutkan pada 2019 dengan Rp 32 miliar.
Titik kritis terjadi pada tahun 2021, di mana proyek lanjutan dengan nilai kontrak Rp 31 miliar hanya mampu terealisasi secara fisik sebesar 10,63% dan keuangan sebesar Rp 8,6 miliar. Akibat capaian yang jauh dari target, kontrak dengan kontraktor diputus, dan pembangunan pun terhenti total hingga kini.
Mangkraknya proyek senilai ratusan miliar ini telah lama memicu kekecewaan di kalangan seniman dan masyarakat Padang. Kekecewaan tersebut semakin memuncak ketika muncul wacana Pemerintah Provinsi Sumatera Barat justru berencana mendirikan hotel berbintang di kawasan Gedung Kebudayaan yang terbengkalai tersebut.
Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Gedung Kebudayaan Sumbar, Kejari: Sudah 6 Saksi Diperiksa
Pemasangan spanduk raksasa ini menjadi simbol visual yang kuat atas desakan komunitas seni dan budaya agar pemerintah daerah segera menyelesaikan "PR" besar pembangunan Gedung Kebudayaan dan menunjukkan keberpihakan nyata pada pemajuan kebudayaan di Sumatera Barat. [*/hdp]