Padang, Padangkita.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang turut mengecam aksi dugaan menghalang-halangi kerja jurnalis oleh staf dan ajudan Gubernur Sumatra Barat (Sumbar).
Direktur LBH Pers Padang, Aulia Rizal mengatakan pihaknya mendapatkan laporan terkait kasus dugaan menghalang-halangi kerja jurnalis tersebut.
Berdasarkan penelusuran dari sejumlah pemberitaan di media massa, aksi dugaan menghalang-halangi itu terjadi saat jurnalis hendak mewawancarai Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah.
"Preseden ini bahkan diketahui telah terjadi secara berulang, beberapa waktu belakangan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (2/9/2021).
Peristiwa pertama terjadi pada Kamis (26/8/2021). Saat berusaha ditemui sejumlah wartawan di Istana Gubernur Sumbar, salah seorang staf Mahyeldi menyampaikan kepada wartawan agar jangan menanyakan pertanyaan yang aneh-aneh.
Saat itu, tutur dia, Mahyeldi sedang rapat koordinasi virtual dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, bersama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tentang sekolah tatap muka.
“Staf Gubernur berpesan agar wartawan hanya menanyakan seputar acara yang sedang berlangsung,” sebut Aulia.
Kemudian, aksi dugaan menghalang-halangi kerja jurnalis juga terjadi lagi pada Selasa (31/8/2021), saat sejumlah jurnalis ingin mewawancarai Mahyeldi di kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumbar.
“Kawan-kawan, kalau pertanyaan mobil sama surat, saya cut. Bapak (Mahyeldi) tidak mau itu. Saya langsung saja,” kata seorang ajudan di hadapan sejumlah wartawan, seperti ditiru Aulia.
Terhadap kasus tersebut, LBH Pers Padang menyesalkan dan mengecam keras sikap yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang berada di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar.
Hal tersebut karena tindakan yang dilakukan staf dan ajudan gubernur itu diduga telah mengarah pada upaya menghalang-halangi, melarang, membatasi, dan/atau menghambat wartawan dalam menjalankan kegiatan jurnalistik agar tidak mengajukan pertanyaan tertentu, kemudian mendikte pertanyaan yang ditujukan ke narasumber.
Tindakan tersebut bukan hanya terindikasi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku namun juga telah mencederai hak asasi manusia (HAM) khususnya hak atas informasi serta kemerdekaan pers.
Padahal, sebut Aulia, pers merupakan sarana kontrol sosial dan perwujudan kedaulatan rakyat serta disebutkan sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat demokratis sebagaimana tegas dimaktubkan dalam penjelasan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Atas kejadian tersebut, LBH Pers Padang menilai telah terjadi pelanggaran serius terhadap:
1. Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, dan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Pasal 4 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin bahwa: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
3. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa: Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan Tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.
4. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menggariskan bahwa: Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Oleh karena itu, LBH Pers Padang menyatakan:
1. Mengecam segala bentuk upaya yang mencederai kemerdekaan pers, pengerdilan demokrasi, serta segala tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi jurnalis dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sebagaimana diatur di dalam konstitusi dan peraturan-perundang-undangan lainnya.
2. Mendesak Gubernur Sumbar untuk segera meminta maaf kepada media dan/atau wartawan yang mengalami preseden berupa intervensi, pembatasan, pendiktean dan penghalang-halangan dalam menjalankan kegiatan jurnalistik atas tindakan dilakukan oleh bawahannya.
3. Mendesak Gubernur untuk memberikan sanksi tegas kepada bawahannya yang telah mendikte, mengintervensi, menghambat, dan/atau menghalang-halangi jurnalis yang tengah menjalankan profesinya tersebut serta memastikan bahwa kejadian serupa tidak akan berulang Kembali di masa mendatang.
4. Meminta institusi Kepolisian Daerah Sumbar dan jajarannya untuk mengusut atau memproses dugaan tindak pidana pada kejadian tersebut di atas sebab diduga kuat telah melanggar Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Baca Juga: Ajudan Gubernur Mahyeldi Dikte Kerja Jurnalis, AJI Padang: Preseden Buruk Kebebasan Pers di Sumbar
Sebelumnya kecaman serupa juga disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang. AJI Padang menilai tindakan staf dan ajudan gubernur itu menjadi presen buruk bagi kebebasan pers di Sumbar. [fru]