Padangkita.com – Kepala Yayasan Ruang Anak Dunia (Ruandu) Muharman menepis anggapan bahwa merokok merupakan bagian dari kebudayaan Minangkabau. Hal itu dikatakan untuk menanggapi klaim sejumlah pihak bahwa kebiasaan merokok susah ditinggalkan karena sudah menjadi budaya bagi masyarakat Minang.
Menurut Muharman, dari berbagai referensi yang dibacanya, kebiasaan merokok dibawa oleh para pedagang gujarat dan hindu ke ranah Minang. Jadi kebiasaan merokok bukanlah budaya asli masyarakat Minang. Hal itu juga dapat dilihat dari fakta bahwa Sumatera Barat bukan daerah penghasil tembakau.
“Minangkabau bukan sentra tembakau. Adapun itu di Payakumbuh jumlahnya sedikit, tidak seperti di Jawa Timur, Lombok, dan daerah lainnya. Jadi kalau ada adat di Minangkabau yang menggunakan rokok untuk mengundang (mamanggia) orang itu hanya upaya untuk menyimpelkan proses mengundang,” ujar Muharman, Senin (12/12/2017).
Mengingat besarnya ancaman rokok, terutama bagi generasi muda, Muharman mengharapkan kebiasaan mengundang orang dengan rokok ditinggalkan. Karena bukan termasuk kewajiban di dalam adat, rokok bisa saja diganti dengan barang lainnya, seperti permen.
Sebelumnya, Ruandu merilis hasil surveinya terhadap 2.026 (1.157 laki-laki dan 869 perempuan) anak usia 10–18 tahun di Kota Padang mengenai keterkaitan harga rokok dengan uang belanja anak-anak. Dari survei tersebut, ditemukan bahwa 74,53 persen responden mengatakan bahwa harga rokok murah. Uang jajan anak usia 10-18 tahun di Kota Padang berkisar dari Rp5.000 hingga Rp20.000.
Tidak hanya itu, berdasarkan survei juga ditemukan tren bahwa 10 persen siswa SD pernah membeli rokok dengan uang jajan. Sementara itu, untuk tingkat SMP dan SMA, angkanya lebih tinggi, yaitu 15 persen dan 25–30 persen.
“Harga rokok murah karena bisa dibeli per batang. Karena murah, sangat mudah tergiur untuk mencoba rokok dan akhirnya menjadi perokok pemula,” ujar Muharman.
Tidak hanya karena murah, keberadaan iklan rokok di tempat-tempat umum juga semakin membuat anak tertarik untuk mencoba rokok. Oleh sebab itu, Ruandu sangat mendukung upaya dari Pemerintah Kota Padang untuk menerbitkan Peraturan Daerah tentang Iklan Tanpa Rokok. Muharman mengharapkan DPRD Kota Padang yang sedang membahas rancangan perda ini menyetujui dan mengesahkannya pada 15 Desember mendatang.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Ferimulyani. Ia mengharapakan DPRD Kota Padang mau mengesahkan perda tersebut. Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Ferimulyani mengatakan bahwa uang yang diterima Pemko dari iklan rokok tidak sebanding dengan kerugian yang diderita para para perokok, terutama pada anak.
“Kita ingin anak-anak kita terbebas dari dampak rokok. Karena berdasarkan undang-undang perlindungan anak, anak punya hak mendapatkan derajat kesehatan maksimal. Jangan sampai hanya karena PAD Rp3 miliar yang diterima dari iklan rokok, anak-anak kita yang dikorbankan,” ujarnya.