Padangkita.com - Sejak kapan penggunaan bahasa dan sastra di Indonesia dimulai? Hal ini tentunya menjadi pertanyaan banyak orang. Dalam catatan sejarah menyebutkan bahwa bahasa Indonesia mulai digaungkan untuk menjadi bahasa persatuan pada tahun 1928 saat Sumpah Pemuda.
Berdasarkan catatan Pestakadepok, penggunaan bahasa dan sastra di Indonesia telah dimulai pada tahun 1813. Penggunaan bahasa Indonesia tersebut ditemukan dalam bentuk pantun atau puisi dan dimuat dalam surat kabar Java Government Gazette edisi 30-01-1813. Artinya, penggunaan bahasa Indonesia jauh terjadi sebelum perang Pangeran Diponegoro (1825-1830).
Ada pun pantun tersebut tertulis seperti berikut ini:
Sayang soengoe! satoe nonya
Huemoer panjang soeda loepa
Loepa oermat diea poenja
Toelis makie ienie roepa
Orang toeah dalam roema
darrie sorga mintie tanjak
"Geela geela, chuma chuma"
"Nyoya Tuah" eingat bajak
Djagan toetis giela lagie
Eingat dosa, eingat matoe!
Daga roema tanga pagie
makan sierie soeka attie.
Pantun yang tercatat dalam surat kabar Java Government Gazette edisi 30-01-1813 ini ditulis dalam bahasa melayu dengan menggunakan aksara latin. Padahal saat itu, mayoritas bahasa melayu masih ditulis dengan menggunakan aksara Jawa.
Kemudian, pantun ini ditulis di surat kabar berbahasa Inggris yang terbit di masa pendudukan Inggris di Indonesia (1811- 1816). Dan pantun ini ditulis oleh seorang perempuan bernama Sirrah Salamaut.
Hal yang menarik dalam pantun itu adalah penggunaan bahasanya. Bahasa dan sastra yang digunakan merupakan gabungan dari bahasa melayu lisan ke dalam bahasa tulisan dengan menggunakan aksara latin. Dalam pantun tersebut juga masih bercampur baur penggunaan bahasa melayu dan bahasa Inggris dan Belanda seperti penggunaan kata seenee (sini) dan geela (gila).
Selain itu, terlihat juga penyalinan bahasa lisan ke bahasa tulisan seperti kata (appa) dan ingat (eingat). Dalam pantun ini juga ditemukan ketidakkonsistenan penggunaan ejaan seperti oe, dj dan ch. Artinya penggunaan bahasa Indonesia di zaman itu masih baru dan seakan masih belajar mengucapkan dengan baik dan menuliskannya dengan benar.
Gambaran ini menjelaskan proses awal dalam pembelajaran mengodekan lisan dengan tulisan (aksara Latin). Suatu hal yang baru memang jika dibandingkan pengetahuan penduduk dalam bahasa lokal (bahasa dan kasara Jawa). Namun demikian, introduksi
awal bahsa Melayu dengan menggunakan aksara latin di dalam surat kabar (berbahasa Eropa) terbilang cukup berani. Penulis ini boleh dibilang pionir. Jika tidak demikian, kita tidak akan temukan hal tersebut di masa kini (Eureka!).
Ini mengindikasikan bahwa bahasa Melayu yang sudah sejak lama digunakan sebagai lingua franca di Nusantara telah memiliki pedoman dalam proses pembelajaran dan penyebarluasan pemakaian bahasa Melayu yang ingin belajar bahasa Melayu baik bagi setiap orang Eropa (Belanda) maupun penduduk etnik lain (seperti di Jawa). Seperti contoh Wilde, A. de, Nederduitsch - Maleisch en Soendasch Woordenboek, Benevens Twee Stukken Tot Oefening in Het Soendasch. Uitg. Door T. Roorda. Amst, J. Müller. 1841.