Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: jumlah anak yang mengalami stunting mencapai 246 orang di 16 kelurahan
Padang, Padangkita.com- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Padang merilis, sebanyak 246 anak bayi berusia di bawah dua tahun (baduta) mengalami stunting atau keterlambatan pertumbuhan.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Padang, Defitra Wiguna mengatakan, jumlah anak yang mengalami stunting mencapai 246 orang di 16 kelurahan.
“Standar dari organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa darurat angka stunting berada di angka 20 persen, saat ini Kota Padang berada di angka 9,7 persen, itu berdasarkan data pada Desember 2020 dan serangkaian aksi dilakukan sejak Januari 2021 ini,” katanya.
Kini Kota Padang ditunjuk langsung oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai lokus atau daerah di Sumatra Barat (Sumbar) yang menjadi kawasan penanganan stunting.
“Karena kami belajar dari kejadian di Pasaman Barat (Pasbar), meskipun angka (stunting)-nya menembus 38 persen, namun jumlah penduduknya sedikit. Nah di Padang, meskipun baru 9,7 persen, jumlah penduduk kita itu banyak dan potensi meledaknya angka (stunting) itu sangat tinggi,” ungkapnya.
Dia menjelaskan Padang ditetapkan sebagai daerah penanganan stunting atau lokus oleh Bappenas dan Kemendagri sejak Desember 2020.
Selain Padang, daerah lain yang mendapatkan program serupa, yakni, Pesisir Selatan (Pessel), Limapuluh Kota, Pasbar, Pasaman dan Sijunjung.
“Januari langsung kami melakukan aksi. Target diturunkan menjadi delapan persen, ini dianggarkan langsung oleh Kemenkes, untuk Kota Padang sebesar Rp59 miliar,” ujarnya.
Defitra mengatakan, ada delapan konvergensi atau langkah yang dilakukan untuk penanganan stunting itu. Yakni, melakukan identifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan integrasi intervensi gizi.
“Kemudian, menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi, menyelenggarakan rembuk stunting di tingkat kabupaten dan kota,” terangnya.
Selanjutnya, memberikan kepastian hukum bagi desa/kelurahan untuk menjalankan peran dan kewenangan dalam intervensi gizi terintegrasi.
Memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi di tingkat desa.
Setelah itu baru dilakukan intervensi oleh OPD terkait, artinya ada pendekatan spesifik oleh Dinkes. Misalnya, pemberian makanan tambahan, tablet FE, setelah itu membuat keragaman, orang gizi yang mengatur, perbaikan perilaku hidup sehat.
“Kemudian meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan cakupan intervensi di tingkat kabupaten dan kota dan melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi angka stunting kabupaten dan kota,” jelasnya.
Terakhir, melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.
“Peran lintas sektor dalam hal ini dibutuhkan, seperti ketika dia tidak punya kakus, maka akan dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum, ketika dia tak mendapatkan asupan makanan cukup, maka akan dikerahkan Dinas Pangan dan Dinas Kelautan dan Perikanan,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan, seorang Baduta atau anak di bawah dua tahun dikatakan stunting ketika tinggi badan tidak sesuai dengan umurnya.
Baca juga: Progres Pembangunan Lambat, Komisi VI DPR RI Akan Tinjau Langsung Tol Padang-Sicincin
“Penyebabnya bermacam-macam, bisa karena perekonomian, pola hidup, keluarga miskin, setelah itu pasangan suami istri (pasutri) yang tidak menjalankan program keluarga berencana (KB),” imbuhnya. [pkt]