Padangkita.com – Kemajuan teknologi berdampak panjang terhadap kehidupan sosial dan generasi saat ini yang bisa dikatakan tidak bisa lepas dari handphone. Setiap detik, menit, jam, orang selalu memegang gadget dan berselancar di dunia maya.
Konten-konten negative dan berita hoaks pun semakin mudah ditemui di media sosial. Selain itu, banyak kejahatan yang terlahir dari internet maupun lewat media sosial. Lantas bagaimana untuk membentengi diri supaya bisa aman saat berselancar di dunia maya?
Pengusaha internet marketing Indonesia, Nukman Luthfie, memberikan tips bagaimana bisa aman dalam berinternet. Hal itu disampaikan Nukman Luthfie saat menjadi narasumber di Festival Media yang diselenggarakan AJI di Graha Soloraya, Kota Solo, Jumat (24/11/2017).
Nukman menyampaikan saat ini teknologi tidak bisa diabaikan maupun ditinggalkan karena ini menjadi salah satu perkembangan zaman.
Namun, dalam penggunaannya memang harus dikontrol supaya internet bisa digunakan secara baik dan berdampak pada hal-hal yang positif.
“Internet di rumah saya sangat kencang banget. Orang tua kalau membuka internet pasti aman karena bisa mengontrol, berbeda dengan anak-anak harus ada yang mengontrol,” jelasnya.
Nukman menuturkan bahaya internet bagi anak antara lain cyber bully dan bahaya pedofil. Media sosial itu bisa dikatakan surganya bagi pedofil. Hal ini karena pedofil mudah bertemu dengan komunitasnya.
Ketika hal itu terjadi, kata dia, pertama kali yang disalahkan adalah orang tua. Karena orang tua kerap memposting kelucuan anak-anaknya di internet dan itu bisa menarik minat pedofil.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua harus tahu etika bermedia sosial dan boleh tidaknya menyebar foto di ruang publik.
Selain itu, mengatur privasi media sosial seperti Instagram harus dikunci. Mengenai berita hoax, jelas Nukman, ini tidak aman bagi siapapun tak terkecuali orang dewasa.
Untuk itu, saat ada perbincangan mengenai hal itu di media sosial harus melawannya dengan narasi kontra.
“Orang kalau sudah berada dalam satu kelompok ketika mendapatkan literatur enggan mengecek kebenarannya,” jelasnya.