Padang, Padangkita.com – Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono memposting sejarah peristiwa gempa besar yang pernah menghancurkan Kota Padang Panjang, Sumatra Barat (Sumbar).
“Melawan lupa. Gempa Padang Panjang 28 Juni 1926, meluluhlantakkan Padang Panjang dan sekitarnya. Di Agam, 472 rumah roboh di 25 lokasi, 57 orang meninggal, dan 16 orang luka berat. Di Padang Panjang 2.383 rumah roboh dan 247 orang meninggal (Soeara Kota Gedang 7 Juli 1926),” demikian postingan Daryono di akun twitternya.
Dalam artikel lawas yang dimuat situs BNPB disebutkan, bahwa gempa bumi tersebut terjadi pada hari Senin (28/6/1926), dengan titik pusat Padang Panjang.
Saking besarnya, gempa yang terjadi pada pukul 10.00 dan pukul 14.00 tersebut meluluhlantakkan Padang Panjang dan sekitarnya, sebagaimana ditulis koran Nieuwe Haarlemscheterbitan, edisi 30 Juni 1926 dengan headline "Gempa di Sumatera: Padang Panjang Hampir Hancur".
Gempa bumi yang menimbulkan tsunami Danau Singkarak serta longsor di berbagai wilayah ini menghancurkan banyak bangunan penting sekaligus memakan banyak korban.
Sekitar 354 orang diketahui meninggal dalam bencana tersebut dan ada ribuan korban luka-luka. Menurut laporan koran Deli (29/6/1926), stasiun, kantor pos, sekolah, apotek, dan sebagian besar kamp Tionghoa telah runtuh, begitupun dengan bangunan di sepanjang jalan Koto Baru dan Padang Panjang.
Sementara semua bangunan militer di Padang Panjang rusak, bahkan Rumah Sakit militer ikut runtuh. Tak hanya bangunan, gempa tersebut juga merusak jalur transportasi dan komunikasi. Jembatan kereta api di Kandang Ampat, Lembah Anai dan Padang Luar rusak berat, begitupun dengan tiang-tiang telegraf.
Akibatnya akses transportasi dan komunikasi terhambat. Dengan terputusnya sambungan telegraf antara Padang Panjang dengan Padang, pada saat kejadian pemerintah tidak mengetahui tentang detail peristiwa, kerusakan maupun jumlah korban akibat gempa tersebut.
Kabar mengenai bencana yang terjadi di Padang Panjang diketahui dari seorang Tionghoa dan tentara yang diutus untuk menyampaikan pesan ke Padang. Utusan tersebut baru sampai di Padang pada pukul sembilan malam dengan kondisi terluka. Mereka menyampaikan bahwa Padang Panjang dalam keadaan hancur dan membutuhkan bantuan.
Polisi dan dokter baru sampai di Padang Panjang pada hari Selasa (29/6/1926), karena akses lalu lintas yang rusak parah. Begitupun dengan Pangdam dan Residen yang segera berangkat pada pagi Selasa setelah mendapat kabar dari utusan tersebut.
Meskipun untuk sampai ke Padang Panjang bukanlah hal yang mudah, sebab akses lalu lintas dari Padang menuju Padang Panjang maupun Fort de Kock menuju Padang Panjang telah rusak total.
Sesampainya mereka di Padang Panjang pemandangan pertama yang disaksikan ialah bangunan runtuh dimana-mana. Korban meninggal dan terluka segera dievakuasi. Masyarakat yang selamat memilih untuk mendirikan tenda di Pasar. Hal ini dikarenakan daerah pasar cukup luas dan relatif aman, sebab gempa susulan masih sering dirasakan dengan guncangan yang cukup kuat.
Tak hanya di Padang Panjang, gempa yang diperkirakan terjadi karena aktivitas Gunung Talang tersebut ternyata juga menghancurkan beberapa daerah lainnya seperti Padang, Fort de Kock, Singkarak, Cupak, Lembah Anai, Solok, Alahan Panjang, Pariaman, Maninjau, hingga ke Payakumbuh.
Bahkan getarannya sampai ke daerah Muara Labuh, Jambi, dan Bengkulu. Meskipun daerah yang paling terdampak adalah Padang Panjang, Solok dan sebagian Fort de Kock. Waktu itu, 27 orang tewas ditarik dari bawah reruntuhan di Singakarak, 1 di Andalas, 2 di Padang Lawas, 3 di Batu Taba, 6 di Batipuh Baruah dan 15 Guguak.
Di negari terakhir, para korban, termasuk 14 anak, terseret ke Danau Singkarak oleh air yang naik dan tenggelam. Di Kecamatan Sumpur, 674 rumah roboh atau rusak berat dan lebih banyak lagi di Padang Panjang dan Solok.
Gempa ini memberikan efek trauma cukup besar bagi masyarakat. Sebab hingga bulan Maret tahun 1927 sebagian besar masyarakat masih tetap berada di tenda masing-masing, meskipun pemerintah telah merekonstruksi rumah-rumah masyarakat dan bangunan-bangunan penting lainnya pada tahun 1926 dan 1927 dengan anggaran dana sebesar f 126.500.
Proses rekonstruksi dan pemulihan dapat berjalan lancar karena bantuan dari berbagai pihak yang berkontribusi dalam penggalangan dana, baik pemerintah Hindia-Belanda, Volksrad, maupun Pemerintah Belanda dan pihak Gereja di Eropa. Selain itu juga sumbangan dari berbagai perkumpulan di Sumtera serta daerah lain dan berdasarkan iklan yang dimuat di beberapa koran seperti Sumatera Bode dan Koran Deli.
Baca juga: Menilik Peranan Pemprov Sumbar dalam Penanggulangan Bencana Gempa di Pasbar dan Pasaman
Pemerintah Hindia-Belanda juga memberikan penghargaan khusus kepada guru, tentara dan pemerintah daerah setempat yang telah berjasa dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat selama dan setelah bencana terjadi. [*/pkt]