Harapan Penyandang Disabilitas dan Komitmen KPU Sumbar Soal Pilkada yang Ramah Disabilitas

Padangkita.com: Pilkada untuk Disabitlitas, KPU Sumbar, Pilkada Serentak 2020

Seorang tunadaksa memeragakan pencoblosan surat suara dalam sosialisasi pilkada untuk kelompok disabilitas di Hotel Pangeran Beach Padang, Kamis (19/11/2020). [Foto: Fakhru/Padangkita.com]

Padang, Padangkita.com - Wilda adalah salah seorang penyandang disabilitas rungu. Sehari-hari perempuan 47 tahun itu berinteraksi dengan menggunakan bahasa isyarat. Dia sudah empat kali berpartisipasi sebagai pemilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur (Pilgub) Sumatra Barat (Sumbar).

Kepada Padangkita.com, dengan bantuan penerjemah bahasa isyarat, Wilda mengatakan, selama berkali-kali mengikuti pemilihan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), dia merasa kebutuhannya sebagai penyandang disabilitas rungu kerap tidak dipenuhi oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Dia bercerita, pada hari pencoblosan Pilkada, dia dan suaminya yang juga penyandang disabilitas rungu datang ke TPS. Saat melakukan registrasi, Wilda mengingatkan petugas KPPS agar jangan lupa mencolek atau memanggil dirinya nanti dengan menggunakan bahasa isyarat. Kemudian, dia pun bersama suami duduk di kursi yang telah disediakan.

Namun, setelah sekian lama menunggu, petugas KPPS belum juga mengabari mereka bahwa nama mereka sudah dipanggil. Sementara orang yang belakangan melakukan registrasi sudah selesai melakukan pencoblosan di bilik suara.

Merasa heran, Wilda pun lalu menemui anggota KPPS. Ternyata, eh, ternyata, nama dia dan suaminya sebenarnya sudah dipanggil. Namun, petugas KPPS lupa memanggilnya dengan mencolek atau menggunakan bahasa isyarat. Jadi, Wilda pun tidak tahu.

"Panitianya minta maaf. Sering kayak gitu. Selalu terjadi di empat kali saya ikut Pilkada. Jadi, maklum saja lagi. Panitia tidak bisa bahasa isyarat. Penerjemah tidak ada juga. Saya tidak kenal juga dengan mereka. Panitia sebenarnya sudah paham untuk memanggil dengan mencolek, tapi mereka lupa. Saya dipanggil dengan cara memanggil nama orang biasa," ujarnya, Kamis (19/11/2020).

Lain Wilda, lain pula dengan Suci, 23 tahun. Dia adalah penyandang disabilitas daksa. Karena kesulitan berjalan, dia menggunakan kursi roda. Meski demikian, Suci sudah dua kali menyalurkan hak pilihnya di pemilihan umum. Saat hari pemilihan, dia dibantu oleh sang ibu, Netri, 60 tahun datang ke TPS.

Meski begitu, kata Netri, bilik suara di TPS kerap kurang ramah penyandang disabilitas daksa. "Tempat kita mencoblos itu suka kecil. Jadi, repot. Jadi, kalau Suci mencoblos, saya harus bawa tongkat. Harus saya bimbing ke dalam. Tidak bisa pakai kursi roda," jelasnya.

Lain Wilda dan Suci, lain pula dengan permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas netra saat memilih di TPS. Icun Suhaldi, seorang penyandang disabilitas netra yang juga Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Padang mengatakan tidak banyak disabilitas netra yang bisa mandiri di TPS.

Kemandirian yang dimaksud Icun yaitu, tidak banyak yang bisa pergi ke TPS melakukan pencoblosan, melipat, dan memasukkan kertas suara ke kotak suara secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Sehingga, saat menyalurkan hak pilih, penyandang disabilitas netra pun rawan intervensi saat didampingi petugas KPPS.

"Penyandang disabilitas netra rawan intervensi. Mereka rawan diarahkan untuk mencoblos pasangan calon tertentu oleh pendamping di TPS," ungkapnya.

Hak Disabilitas Dijamin Konstitusi

Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Sumbar, Elvi Yenita tidak memungkiri banyak penyandang disabilitas yang mengalami kendala aksesibilitas saat melakukan pemilihan di TPS. Hal tersebut seperti yang dialami Wilda, Suci, dam penyandang disabilitas lainnya di Sumbar.

"Selama ini kita melihat teman-teman disabilitas memiliki hambatan untuk mengakses informasi dan tempat. Kemudian, untuk teman-teman yang memiliki hambatan penglihatan, ketika melakukan pencoblosan, mereka malah diarahkan memilih pasangan calon tertentu oleh pendamping dari KPPS," jelasnya, Kamis (19/11/2029).

Padahal, tutur Elvi, penyelenggaraan Pilkada sudah sepatutnya ramah disabilitas. Hal tersebut dikarenakan konstitusi telah menjamin dan melindungi hak-hak kelompok tersebut dalam memilih. Dalam UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, persisnya pada Pasal 13 Ayat 1, disebutkan penyandang disabilitas memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

Kemudian, pada Ayat 3, disebutkan penyandang disabilitas memiliki hak untuk memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta pemilihan umum. Bahkan, pada Ayat 7, disebutkan penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, baik pemilihan gubernur, bupati/wali kota, maupun kepala desa atau nama lainnya.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi penyelenggara pemilu untuk tidak menggelar Pilkada dengan mengabaikan hak-hak kelompok tersebut, khususnya saat pencoblosan di TPS.

Senada dengan Elvi, Ketua PPDI Kota Padang, Icun Suhaldi mengatakan sebenarnya ada atau tidak adanya disabilitas, TPS harus ramah dengan kelompok berkebutuhan khusus itu. Hal tersebut sebagai bentuk penerapan perspektif inklusif dalam kehidupan.

“Perspektif inklusif harus diterapkan. Ada atau tidaknya disabilitas di TPS tetap harus akses, dan tempat harus nyaman, lapang. Ini konsep secara universal. Kerentanan kita yang pertama secara fisik atau lingkungan, jadi dibantu ini untuk adilnya pemilu," terangnya.

Kontak Fisik dan Kekhawatiran Terpapar Covid-19

Lebih lanjut, Icun mengungkapkan, selain hambatan aksesibilitas, penyelenggaraan Pilkada 2020 juga mendatangkan kekhawatiran tersendiri bagi kelompok penyandang disabilitas. Bukan apa-apa, Pilkada 2020 berbeda dengan Pilkada sebelumnya yakni diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19.

Kekhawatiran penyandang disabilitas terpapar Covid-19 beralasan, mengingat adanya potensi penyandang disabilitas yang tidak bisa mengelakkan interaksi kontak fisik dengan anggota KPPS saat di TPS.

Icun mencontohkan penyandang disabilitas daksa yang ingin meminta bantuan petugas untuk mendorong kursi roda atau menggendong tentu memerlukan kontak fisik.

Begitu juga dengan penyandang disabilitas rungu yang harus berinteraksi dengan anggota KPPS saat dicolek dalam pemanggilan nama, atau penyandang disabilitas netra saat minta didampingi oleh anggota KPPS dalam melakukan pencoblosan. Hal tersebut tentu memerlukan interaksi kontak fisik yang berpotensi untuk terjadinya penularan Covid-19.

“Disabilitas itu mutlak ada kontak interaksi. Tentu harus dibimbing kalau tempatnya akses, tanda tangan dipegangi, misalnya, itu rentan penularan. Yang kursi roda bagaimana bisa mandiri, kursi roda dipegangi. Kalau tempatnya jelek pasti digendong. Tuna rungu bagaimana, kontaknya harus dekat. Itu kerentanan,” katanya pula.

Upaya KPU Pilkada 2020 Ramah Disabilitas dan Bebas Covid-19

Menanggapi persoalan yang dihadapi kelompok disabilitas pada pemilu sebelumnya dan kekhawatiran terpapar Covid-19 di TPS, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumbar, Izwaryani mengatakan KPU akan melaksanakan pemilihan di TPS dengan menerapkan protokol kesehatan serta ramah disabilitas.

Dia menuturkan KPU Sumbar telah merancang penerapan protokol kesehatan di TPS. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020.

Dalam regulasi tersebut, dijelaskan, setiap pemilih yang datang ke TPS harus menggunakan masker. Namun, jika ada pemilih yang tidak makai masker, maka TPS akan menyediakan masker gratis. Sebelum memasuki TPS, pemilih harus cuci tangan di tempat yang telah disediakan.

Pemilih juga dilakukan pengecekan suhu. Bagi suhunya yang di atas 37,3 derajat selcius, maka disediakan bilik khusus untuk pencoblosan di luar TPS. Namun, jika tidak ada gejala Covid-19, pemilih diperbolehkan masuk ke dalam TPS.

Dalam aturan itu juga dijelaskan setiap pemilih yang datang ke TPS ditekankan untuk tidak berkerumun dan dilarang membawa anak-anak. Selain pemilih, anggota KPPS juga harus menggunakan masker dan alat pelindung diri lainnya. Setiap orang harus menjaga jarak minimal satu meter. Semua juga tidak boleh melakukan jabat tangan atau kontak fisik lainnya.

Setiap orang juga harus menggunakan alat tulis masing-masing dari rumah yang berguna saat registrasi. Pemilih juga harus mengenakan sarung tangan sekali pakai yang disediakan petugas KPPS saat melakukan pencoblosan di bilik suara. Setelah itu, pemilih bisa melepaskan sarung tangannya kembali.

Selesai melakukan pencoblosan, jari pemilih akan diteteskan tinta dengan menggunakan alat tetes oleh anggota KPPS, tidak ada lagi dengan mencelupkan jari ke dalam tinta. Setelah keluar dari TPS, pemilih juga harus melakukan cuci tangan kembali.

"Secara umum, penerapan protokol kesehatan baik pemilih biasa maupun pemilih disabilitas sama saja," ujar Izwaryani.

Selain itu, agar TPS bebas Covid-19, dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2029, dijelaskan juga akan dilakukan penyemprotan disinfektan di lokasi. Tambahannya pula, setiap anggota KPPS juga harus menjalani rapid test beberapa hari sebelum hari pemilihan dan mereka harus mengantongi hasil non-reaktif. KPU Sumbar akan memfasilitasi hal tersebut guna menjamin anggota KPPS dalam keadaan bebas Covid-19 saat memberikan pelayanan di TPS.

Selanjutnya, untuk mewujudkan Pilkada yang ramah disabilitas, KPU Sumbar telah memiliki Daftar Pemilih Tetap (DPT) disabilitas pada Pilkada 2020 yaitu, sebanyak 11.855 orang. Rinciannya, pemilih disabilitas fisik 5.057 orang, pemilih disabilitas intelektual 1.139 orang, pemilih disabilitas mental 2.794 orang, dan pemilih sensorik 2.865 orang. KPU juga sudah mendata di TPS mana saja disabilitas itu berada.

“Beda disabilitas, beda pula kebutuhannya. Kita akan sesuaikan pelayanan di TPS sesuai jenis disabilitas masing-masing. Kita sudah punya catatan di daftar pemilih kita di TPS mana saja ada disabilitas apa saja,” ujar Izwaryani.

KPU Sumbar, tegas Izwaryani, akan memastikan Pilkada tahun ini ramah disabilitas. KPU Sumbar akan memperbaiki keluhan penyandang disabilitas saat melakukan pemilihan di TPS pada Pilkada sebelumnya. Kata dia, memang tidak setiap TPS ada pemilih disabilitas. Jika pun ada, pemilih disabilitas di TPS tersebut juga tidak banyak.

"Meski ada satu orang pemilih disabilitas di TPS, kita akan tetap prioritaskan," sampainya.

Kata dia, petugas KPPS harus memprioritaskan atau mendahulukan terlebih dahulu pelayanan kepada penyandang disabilitas dibandingkan pemilih lainnya.

Dia mencontohkan, untuk penyandang disabilitas daksa, KPU Sumbar akan mengupayakan TPS yang aksesibilitas. Untuk penyandang disabilitas rungu, maka anggota KPPS akan mengupayakan nama mereka tidak terlewati.

Anggota Komisioner KPU RI, Ilham Saputra saat berkunjung ke Sumbar, Rabu (25/11/2020), juga mengatakan anggota KPPS bisa berkomunikasi dengan disabilitas rungu saat di TPS dengan menurunkan masker agar gerak bibirnya terlihat atau menggunakan tulisan.

Lebih lanjut, Izwaryani menambahkan, untuk penyandang disabilitas netra, KPU Sumbar sudah menyediakan template kertas suara khusus memakai huruf braille.

Untuk memudahkan membaca huruf braille, penyandang disabilitas netra akan menggunakan sarung tangan yang mana ujung jari telunjuknya sudah disobek. Upaya ini, lanjut Izwaryani, masih tergolong aman karena setelah keluar dari TPS pun pemilih harus kembali cuci tangan.

Kata Izwaryani, jika ada penyandang disabilitas netra yang belum bisa membaca huruf braille, maka bisa didampingi oleh anggota keluarga. Atau bisa juga menggunakan bantuan petugas KPPS dengan menerapkan protokol kesehatan tentunya. Menurut Izwaryani, intervensi anggota KPS untuk mengarahkan disabilitas memilih pasangan calon tidak mungkin lagi terjadi. Hal tersebut dikarenakan ada pengawas pemilu di TPS.

"Mungkin pernah dulu terjadi intervensi. Biasanya jika ada pendampingan dari anggota KPPS, maka pengawas akan mendekat ke situ. Dulu mungkin saja itu (pemilih disabilitas diarahkan untuk memilih pasangan calon tertentu) terjadi. Tapi sekarang itu tidak mungkin lagi terjadi," sampainya.

Baca juga: KPU Sumbar Upayakan Semua Disabilitas Bisa Gunakan Hak Pilih pada Pilkada

Komisioner KPU RI, Ilham Saputra menambahkan ketentuan pemberian bantuan atau pendamping bagi disabilitas telah diatur dalam Pasal 43 PKPU Nomor 3 Tahun 2019.

Pemilih yang tidak dapat berjalan, pendamping yang ditunjuk membantu pemilih menuju bilik suara dan pencoblosan dilakukan oleh pemilih sendiri. Pemilih yang tidak memiliki kedua tangan dan tuna netra, pendamping yang ditunjuk membantu mencoblos surat suara sesuai kehendak pemilih.

"Pendamping yang ditunjuk pemilih, wajib merahasiakan pilihan pemilih yang bersangkutan," ucapnya. [Sonia & Fakhruddin Arrazi]

Baca Juga

Debat Kedua Pilgub Sumbar 2024, Fokus pada Transformasi Ekonomi dan Infrastruktur Berkelanjutan
Debat Kedua Pilgub Sumbar 2024, Fokus pada Transformasi Ekonomi dan Infrastruktur Berkelanjutan
KPU Sumbar Ingatkan Pasangan Calon untuk Tepati Deadline Laporan Dana Kampanye
KPU Sumbar Ingatkan Pasangan Calon untuk Tepati Deadline Laporan Dana Kampanye
Pemko Pariaman Salurkan lagi Makanan Siap Saji untuk Lansia dan Disabilitas Tahun Depan
Pemko Pariaman Salurkan lagi Makanan Siap Saji untuk Lansia dan Disabilitas Tahun Depan
KPU Sumbar Perbarui Tata Cara Pemungutan Suara Pilkada 2024, Pengawasan Lebih Efektif
KPU Sumbar Perbarui Tata Cara Pemungutan Suara Pilkada 2024, Pengawasan Lebih Efektif
KPU Sumbar Gelar Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada di Batang Anai
KPU Sumbar Gelar Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada di Batang Anai
KPU Sumatra Barat Akan Gelar Dua Debat Publik untuk Pemilihan Gubernur 2024
KPU Sumatra Barat Akan Gelar Dua Debat Publik untuk Pemilihan Gubernur 2024