Rumah tidak layak huni yang dimaksud tersebut, kata Syamsul melanjutkan, indikatornya adalah tidak adanya sanitasi seperti kamar mandinya masih berada di luar rumah, pencahayaan yang tidak cukup, luas bangunannya sempit dan lain sebagainya.
Di Sumbar sendiri, saat ini masih banyak 'bilik termenung' dan rumah yang sangat sempit dihuni oleh banyak anggota keluarga. Harusnya, untuk satu keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 4 orang, minimal luas bangunan yang dibutuhkan itu 36 meter persegi.
"Nah, 'bilik termenung' dan rumah sempit yang tidak layak huni inilah yang kita bantu melalui BSPS. Pada program ini, satu rumah itu mendapatkan bantuan Rp20 juta dengan rincian Rp17,5 juta untuk material bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang," katanya.
Namun begitu, lanjutnya, dana BSPS ini tidak serta merta diberikan. Karena, dana BSPS ini diberikan dengan tujuan untuk memancing masyarakat atau penerima bantuan untuk mengeluarkan swadayanya dalam mewujudkan rumah layak huni.
Swadaya tersebut berupa simpanan uang atau material. Bahkan, kalau ada dari penerima bantuan yang bekerja sebagai tukang bangunan maka akan lebih baik sekali hasilnya.
"Dana Rp20 juta itu memang jauh dari kata cukup, tapi bagi kami bagaimana dana tersebut dapat mewujudkan rumah layak huni," ujarnya.
Sementara itu, penerima bantuan BSPS bernama Elsita Pasmayeti yang tinggal di RT02/RE03, Kelurahan Pia Tangah, Kecamatan Pauh, mengaku bersyukur atas bantuan semen yang diberikan PT Semen Padang untuk merehab rumahnya menjadi rumah layak huni.
"Saat ini pengerjaan rehab rumah menjadi layak huni sudah tahap finishing. Nah, hari ini kami tentu sangat senang dan bersyukur sekali, karena juga dibantu semen oleh Semen Padang. Tentunya, semen ini sangat bermanfaat sekali untuk kami," katanya. [*/hdp]