Padang, Padangkita.com - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Guspardi Gaus membantah, Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) mengkerdilkan budaya Mentawai.
"Tidak segegabah (itu). Kami tidak pernah ada niat untuk meninggalkan etnis lain, termasuk Mentawai," ujarnya saat dihubungi Padangkita.com via telepon, Kamis (4/8/2022).
Dia mengatakan, setiap UU yang dibuat oleh pemerintah bersama DPR RI pasti tidak memuaskan semua pihak, bahkan dikritik.
Meski demikian, pihak yang tidak puas tersebut bisa mengajukan permohonan uji materi atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), tak terkecuali UU tentang Provinsi Sumbar.
"Itu kan ranahnya jika aspirasi merasa tidak terwadahi, karena perlu ditambahkan satu poin lagi tentang Kepulauan Mentawai untuk dimasukkan sebagai etnis yang eksis di Sumbar," jelasnya.
Dirinya mengaku sebagai salah seorang yang terlibat dalam pembuatan UU tersebut, baik dalam panja tim perumus maupun tim teknis.
Dia saat ini berdomisili di Kota Padang. Meski begitu, dia pernah aktif sebagai pengurus Partai Amanat Nasional di Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang ikut mendaftarkan kandidat dari partai itu untuk menjadi calon Bupati pada 2014.
Dia sudah beberapa kali ke Mentawai, dan tahu persis bahwa daerah kepulauan tersebut dihuni oleh etnis tersendiri. Namun, Mentawai adalah bagian dari Sumbar.
Di dalam Pasal 3 Ayat 1 UU tentang Provinsi Sumbar tersebut juga sudah dinyatakan dengan jelas bahwa Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah salah satu daerah di Sumbar.
Persoalan soal karakteristik budaya Mentawai, ungkap dia, sebetulnya sudah diakomodasi juga dalam Pasal 5 Huruf c pada UU tersebut.
Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Provinsi Sumbar memiliki karakteristik yaitu, “adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat.”
Menurut Guspardi, karakteristik budaya Mentawai sudah terangkum dalam kata-kata "kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat".
"Jadi, jangan sampai tertumpu kalimat adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku," terangnya.
UU tersebut tidak hanya dibahas oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh sembilan fraksi di Komisi II DPR RI yang berasal dari berbagai daerah pemilihan di Indonesia, serta pemerintah.
"Jadi, artinya kami tidak pernah mengabaikan etnis lain," jelasnya lagi.
Sebelumnya diberitakan, Aliansi Mentawai Bersatu menyorot keberadaan Pasal 5 Huruf c dalam UU tersebut yang memuat poin bahwa Provinsi Sumbar memiliki karakteristik nilai falsafah adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.
Keberadaan pasal ini, menurut mereka, berdampak pada pengkerdilan dan pengucilan terhadap budaya Mentawai yang ada dan eksis di Sumbar.
“Masyarakat Mentawai merasa didiskriminasi secara budaya dengan dengan tidak memasukkan suku Mentawai sebagai karakteristik dari UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar,” ujar Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Yosafat Saumanuk, Senin (1/8/2022).
Baca Juga: UU Sumbar Belum Akomodasi Budaya Mentawai, Yudas Sabaggalet: Kami Minta Keadilan
Oleh karena itu, pihaknya mendesak revisi UU tersebut dengan menambahkan dan mengakomodir keberadaan budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar. [fru]